Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

3 Hal tentang Kamu

8 November 2020   20:38 Diperbarui: 8 November 2020   21:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika suatu saat nanti kita bertemu, aku ingin bercerita tentang hari-hari tanpamu. Bergulat dengan kesepian yang setia menemani. Dengan hening di setiap detak jantungku. Memetik ruang malam yang gelap, memainkan kuas hingga tercipta kumpulan bintang-bintang.

Aku gariskan sebuah rasi, sebagai tanda jalan terjal yang telah kita lewati. Menyusun kepingan asa yang tadinya dipecahkan oleh senyuman nakal. Tentang bagaimana cara kita bertahan menghadapi cacian. Tentang bagaimana cara kita menyulap letusan cemburu menjadi gumpalan awan penuh cahaya warna warni. Beserta cahaya bintang yang kelap-kelip, yang aurora pun betah menyinggahinya.

Sayang. Setiap saat aku memikirkanmu. Membayangkan wajahmu yang sepadang rembulan. Senyuman yang kau lempar itu menikam fantasiku. Membuatku gila, tersenyum sendiri ketika mengingat sosokmu yang lucu.

Nada suaramu. Sentuhan lembutmu. Bisikan nafasmu. Adalah 3 hal yang aku rindukan. Aku mengenangnya hingga kau kembali padaku. Melanjutkan cita-cita yang belum tergapai. Melanjutkan cerita yang belum selesai. Melanjutkan goresan pena yang bersama kita rangkai.

Ah. Aku malu pada waktu. Tiap malam aku menggodanya. Merayunya untuk lekas berbaik hati. Mengembalikan kamu secepatnya. Memelukku. Berbicara padaku. Melantunkan puisi yang belum pernah aku dengar sejak kita berpisah.

Lihatlah wahai waktu. Pipiku memerah. Bibir ini bergetar. Mataku hampir berair. Gejolak rindu semakin menjadi. Detak jantung semakin kencang ketika sosoknya melintas di alam bawah sadarku. Membuatku terbangun kemudian berdo'a. Berharap Tuhan lekas menyadari, betapa sepinya jiwa ini tanpa sosoknya setiap kali aku menghela nafas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun