Kultur yang seperti inilah yang menurut Saya sangat tidak sehat, karena yang selalu dirugikan dan yang selalu ditekan, adalah mereka yang berasal dari golongan tidak mampu. Padahal kita semua mempunyai kewajiban yang sama dalam rangka memperkuat ekonomi negara kita.
Penerapan PSBB, Pemutusan Hubungan Kerja, juga menjadi dua penyebab dari menurunnya minat belanja masyarakat. Dua hal itu sudah pasti, namun tidak bisa disalahkan.
Ketika dalam masa pendemi, pemutusan mata rantai virus mutlak diperlukan agar wabah segera berakhir dan ekonomi dapat kembali berjalan dengan semestinya.
 Sedangkan PHK dilakukan karena permintaan menurun, atau perusahaan mengalami kerugian atau laba bersih yang berkurang tetapi stok barang masih normal, bahkan surplus.Â
Jika PHK tidak dilakukan, otomatis perusahaan akan rugi bahkan pailit. Sebuah ironi yang memang harus diterima oleh semua orang, khususnya perusahaan dan buruhnya.
Faktor yang kedua yaitu, utang. Ketika sebuah negara mempunyai utang namun tidak mampu untuk mengembalikan, akan terjadi kemerosotan ekonomi. Sungguh sangat disayangkan, ketika Indonesia sedang dilanda wabah, Pemerintah justru semakin getol menambah utang.Â
Dan yang sangat membuat Saya kecewa adalah, salah satu utang itu guna melancarkan proyek pemindahan Ibu Kota baru. Padahal, Pemerintah tidak perlu gegabah menggenjot proses pemindahan dengan melakukan utang, karena pada kenyataannya negara ini sedang dilanda wabah, dan utang bisa membuat negara ini mengalami inflasi hingga resesi.
Utang, jika Pemerintah mampu untuk menempatkan porsi dari utang itu, Saya yakin negara ini masih bisa menghindari resesi walau kemungkinannya sangat kecil.Â
Akan lebih bermanfaat jika utang itu dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, jika Pemerintah Indonesia melakukan lockdown total guna memutus mata rantai penyebaran virus. Namun sayangnya sedari awal, Pemerintah ogah untuk melakukan lockdown total. Alasanya? Tentu berkaitan dengan kepentingan korporasi.
Sebenarnya ada satu hal yang sangat Saya sayangkan dari kepemimpinan Jokowi, terutama dalam menghadapi wabah virus corona. Kenapa Jokowi tidak membuka dialog dengan seluruh elemen lapisan masyarakat? atau istilah umumnya "curhat" dengan seluruh rakyatnya?Â
Saya membayangkan suatu kondisi, di mana Presiden Jokowi membuka dialog dengan rakyat, entah melalui live di media, atau face to face dengan rakyatnya.Â