Akhir-akhir ini kasus pemerkosaan semakin sering terjadi. Setelah kasus guru agama mencabuli muridnya, ayah kandung yang mencabuli anaknya, hingga yang terbaru yaitu kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah tiri (dan tetangga) kepada anaknya. Dari ketiga kasus itu, korban merupakan anak kecil yang jika menyalahkan pakaiannya, maka akan teramat keliru. Anak kecil yang seharusnya mendapatkan perlindungan, pendidikan, justru menjadi korban pemerkosaan. Sadisnya, pemerkosaan itu dilakukan hingga belasan kali.
Jika kita hendak mengurai kasus ini, tentu harus dari berbagai sudut pandang. Tetapi, tepatkan kita jika hanya menyalahkan pakaian korban? Jika diantara kalian masih ada yang berpikiran demikian, tampaknya kalian harus mengunjungi sebuah museum dimana di tempat itu terpajang pakaian yang dikenakan oleh korban.
Sebenarnya, apa yang melatar-belakangi tindakan asusila itu? Di luar sana terdapat banyak sekali jurnal yang menyebutkan "hawa nafsu" atau pikiran cabullah yang menjadi sebab utama. Orang (tidak terbatas gender dan orientasi seksual) yang tidak bisa mengontrol hawa nafsunya, rata-rata menjadi pelaku tindakan asusila. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena kurangnya pengendalian diri lah yang menjadi penyebab utamanya.
Kontrol terhadap diri sendiri adalah hal yang sangat utama untuk mencegah kita ke perbuatan yang menimbulkan kerugian dan juga korban. Karena sejatinya, semua manusia (tidak memandang gender dan usia) berpotensi menjadi pelaku kejahatan seksual
Bagi mereka yang tidak bisa mengendalikan diri, ada banyak media yang dapat dijadikan sebagai penyalur nafsu, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan jasa pekerja seks komersial. Atau yang lebih sederhana dan tidak mengundang penyakit, yaitu dengan mengalihkannya pada sebuah aktivitas yang lain, misalnya membaca buku/koran/majalah/menonton tv. Kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan bisa juga dijadikan media untuk meredam hawa nafsu.
Pada tulisan kali ini, saya ingin sedikit membahas aktivitas yang masih dianggap tabu oleh banyak orang, yaitu coli atau onani.
Menurut saya, tidak ada yang aneh dan menjijikkan dari perilaku onani, karena pada faktanya, onani dapat dijadikan media penyalur nafsu ketika sedang mengalami 'gempuran libido'. Onani menjadi salah satu perilaku yang dapat menghindari tindakan asusila, sehingga tidak akan ada korban akibat kurangnya kontrol diri terutama ketika sedang mengalami rangsangan. Onani bukan sesuatu yang najis, bukan sesuatu yang memalukan, asal, ketika melakukannya tidak ada orang lain yang melihat.
Orang yang nafsunya sedang memuncak dan tidak mempunyai lawan orgasme, dapat menjadikan onani sebagai opsi lain dalam urusan kebutuhan biologis. Tapi bukan berarti kalian menjadikan onani sebagai aktivitas rutin kalian, karena akan ada efek lain yang timbul, diantaranya yaitu ejakulasi dini, hingga disfungsi alat kelamin.
Di luar sana ada banyak sekali cara yang dapat dijadikan sebagai media untuk mendapatkan kepuasan. Bahkan, onani terbukti dapat mengurangi tekanan pikiran/stres yang sedang melanda. Onani bukanlah perilaku yang terlarang dan tidak dapat dipidanakan. Orang yang melakukan onani bukan berarti orang itu bodoh, tidak beriman, tidak mempunyai etika. Onani bukanlah suatu aib, bukan suatu hal yang bisa dijadikan patokan dalam menilai orang.
Menurut saya, jika kalian kurang terhadap pengendalian diri, tidak memiliki uang untuk menyewa wanita penghibur, atau, tidak memiliki banyak media sebagai pengalih hawa nafsu, kalian bisa menjadikan onani sebagai opsi terakhir agar tidak menjadi pelaku kejahatan asusila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H