Tapi coba lihat setelah munculnya kasus itu? Setelah banyaknya akun-akun anonim yang menggoreng kasus itu? Banyak muncul rasa kebencian terhadap Ahok sehingga Ahok kalah dalam ajang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017. Opini-opini semakin tergiring dan terarah ke pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno, mereka tergiring opininya untuk memilih pemimpin yang taat agama, sesuai dengan perintah yang tertulis di Qur'an.Â
Padahal kita sudah tahu, manusia (apapun agamanya) tidak akan lepas dari sebuah kesalahan, karena memang manusia akan senantiasa khilaf, manusia tidak memiliki batas kepuasan. Salah dua contoh yang begitu nyata adalah kasus korupsi sapi dan pengadaan Qur'an. Mereka yang menjadi tersangka tentu mempunyai agama, berasal dari partai yang berlandaskan agama, dan juga mengkorupsi yang berkaitan dengan agama, yaitu pengadaan Qur'an.Â
Namun sayangnya mereka yang awam sering kali lupa, bahwa agama bukanlah satu-satunya sumber moral manusia, sehingga untuk apa memilih pemimpin berdasarkan agama? Banyak juga pemuka agama (semua agama) yang justru melakukan tindakan asusila, mencabuli, menyodomi, hingga salah satu pemuka agama yang berasal dari Malaysia yang video mesumnya bersama seorang PSK viral.
Dengan adanya aksi 212, kalahnya Ahok, menunjukan bahwa agama memang dijadikan alat politik, dijadikan senjata untuk menjatuhkan lawan politik, dan juga mencari massa (salah satunya). Aksi-aksi seperti ini akan selamanya ada jika pola pikir masyarakat Indonesia tidak bisa diubah, agama akan selalu dijadikan komoditi dalam politik, dan sejarah akan terus berulang. Selamanya Indonesia akan berkutat pada isu sara, saling membenci, menebar kebencian. Padahal Indonesia itu luas, dan dihuni oleh ribuan kelompok yang berbeda.
Mari saya perlihatkan salah satu penekanan yang menunjukan bahwa aksi 212 adalah sebuah aksi untuk mengumpulkan massa. Masih ingatkah dengan pernyataan "suara umat, Islam menang"? pernyataan itu sering terdengar pada aksi-aksi serupa. Dan untuk apakah pernyataan-pernyataan itu jika bukan untuk mengumpulkan massa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H