Tapi lihatlah kini, Jokowi dan Prabowo sama-sama berada di pemerintahan, Jokowi merangkul Prabowo menjadi Menteri Pertahanan dan tawaran itu diterima dengan baik oleh Prabowo Subianto.
Inti dari tulisan ini sebenarnya teramat sederhana. Rasanya sudah teramat sering saya katakan kalau tidak ada gunanya menjadi fanatik, untuk apa memperjuangkan mati-matian idola kalian? Sedang pada akhirnya mereka duduk bersama di pemerintahan. Saya teramat miris melihat banyak orang awam yang sok paham tentang politik, tapi nyatanya wawasan mereka NOL.
Sudah banyak kasus yang terjadi dunia nyata, ketika bapak dan anak berbeda pilihan politik, mereka saling mendebat, akibatnya? Hubungan mereka tidak lagi harmonis. Begitu juga yang terjadi dengan teman sepergaulan, hanya karena berbeda pilihan politik, hubungan pertemanan mereka putus, tidak ada lagi silaturahmi di antara mereka.Â
Mereka yang merasa mempunyai pilihan yang sama, memilih untuk berteman dengan orang lain di media sosial, padahal? Mereka tidak pernah bertatap muka, belum saling mengenal satu sama lain, belum paham bagaimana sifat, karakter, dan watak satu sama lain.
Hal di atas sungguh sangat disayangkan, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai miliar jiwa, tapi sumber daya manusianya kalah bersaing dengan negara lain hanya karena beda pilihan politik, beda aliran dalam agama, beda pemahaman mengenai sistem pemerintahan. Mereka semua saling mencaci, saling membenci, saling membungkam, seolah hidup ini sepanas yang ada di media sosial.Â
Narasi-narasi kosong nan semu terus saja diperdagangkan guna memenuhi syahwat politik antar golongan. Dan lihatlah sekarang, apa yang telah kalian semua lakukan sejak tahun 2015 hingga 2019 ternyata menghasilkan keadaan yang berbalik dengan keinginan kalian. Dan inilah yang dinamakan dengan politik, tidak ada musuh abadi dan kawan yang setia.
Buzzer in memoriam, cepat membaiklah kalian semua yang dulu begitu bangga dengan pilihan masing-masing, cepat sembuhlah logika kalian yang telah rusak oleh karena sikap fanatik terhadap idola kalian. Dan jangan lupa, mari budayakan membaca, berliterasi. Perluas lagi wawasan kalian mengenai politik, sehingga jika suatu saat nanti kalian merasakan 'De Javu', setidaknya kalian bisa berpikir, merasakan, bahwa mengulangi sejarah yang sama tidaklah berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H