Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membelah Sepasang Hati

10 September 2019   22:35 Diperbarui: 10 September 2019   23:03 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingin mendengar sebuah cerita? Sebuah cerita yang mungkin saja membuat kalian mual karena logika terjungkal berkali-kali. 

Ini bercerita tentang seorang wanita yang terlalu jatuh cinta kepada seorang pria yang ia kasihi, pria yang diharapkan akan menjadi pendampingnya kelak. Sang pria sangatlah misterius, tak dapat ditebak apa yang ada dalam dirinya.

Seorang lelaki yang penuh ambisi, semangat menggebu-gebu, tapi teramat lemah oleh sepatah dua patah kata. Pria ini sebenarnya baik, tulus mencintai kekasihnya. 

Tapi kehidupannya yang menyedihkan membuat sang pria harus menerima sebuah penyakit mental. Penyakit yang dianggap sebagai aib, petaka, dan sangat dihindari oleh rata-rata orang. 

Penyakit itu bernama sociopath. Aku bilang dia sociopath, karena dia sering berlaku di luar nalar ketika tengah sendirian. Dan terkadang bersikap aneh di depan teman-temannya. Kalau dibilang anti sosial, aku rasa itu keliru. 

Dia hanya tidak suka terhadap keramaian. Mereka sepasang kekasih yang saling jatuh cinta, keduanya sama-sama sudah mendeklarasikan sebuah keseriusan. Tapi sang wanita setiap harinya kesakitan menahan rindu, menahan perasaannya yang ingin bertemu dengan pria yang dicintainya. Hatinya bimbang. 

Di satu sisi ia sangat mencintai kekasihnya, di sisi yang lain ia harus merasakan kesakitan tiap harinya. Sejatinya wanita itu ingin melepaskan pria yang dicintainya, namun wanita itu telah kehilangan sesuatu yang teramat berharga di hidupnya, yang ia berikan kepada sang pria itu. Yaitu keperawanannya.

Wanita itu sosok yang baik, tulus, penuh dengan pengertian. Wanita itu sangat mematuhi sang kekasih, bahkan rela kepanasan, kedinginan, kehujanan, hanya demi menuruti kemauan sang kekasih. 

Dia adalah sosok wanita yang hebat, kuat, namun sayangnya dia harus jatuh cinta dengan pria yang mesterius tadi. Jatuh sedalam-dalamnya. Pada suatu obroloan, keduanya saling menatap, saling bersentuhan, dan saling percaya. Obrolan di penghujung senja itu adalah titik awal dari tragedi yang sama-sama diinginkan oleh keduanya. 

Awalnya wanita itu merasa penasaran, ingin sekali menikmati bagaimana rasanya sensasi bercinta. Dan akhirnya wanita itu merelakan keperawanannya hilang, dinikmati oleh pria yang sangat berarti baginya. 

Pada malam itu darah keluar dari bagian yang sangat berharga, miliknya. Pada saat keluarnya  darah, sang wanita merasa ketakutan, merasa sesuatu yang mengganggu hatinya. 

Namun setelah dijelaskan oleh sang pria, akhirnya dia merasa tak apa, karena memang ia sangat menginginkannya. Dan akhirnya mereka beberapa kali mendekap mesra, menikmati kehangatan yang tiada duanya. 

Namun lambat laun sang pria mulai berubah, tidak banyak bicara, mengacuhkan rindu yang begitu membara. Wanita itu masih saja tegar menikmati kesakitan batinnya, karena wanita itu percaya bahwa sang pria tidak akan mungkin mengingkari janjinya. Ya, wanita itu terus percaya, dan akan tetap percaya.

Sang pria perlahan mulai berubah, tidak lagi semesra dulu, sudah tidak lagi perhatian seperti sedia kala. Perasaan wanita itu hancur, tapi tetap saja masih percaya bahwa kekasihnya tidak akan pernah menghilang untuk selamanya. 

Wanita itu terus mengalah, terus saja bersabar menghadapi perubahan sikap dari kekasihnya. Semua kejengkelan yang mengidapnya disimpan sendiri, tak pernah sedikit pun menunjukannya di hadapan sang pria.

Sang pria sebenarnya mempunyai gangguan mental yang sudah sejak kecil ia idap, perasaannya bisa berubah  secara tiba-tiba tanpa sebuah alasan. 

Terkadang sang pria mendiamkan wanita itu berhari-hari tanpa kabar, dan selalu muncul ketika sang pria ingin merassakan kehangatan di atas dipan, berdua. 

Tetapi di dalam hati pria itu, hanya ada satu wanita yang bertahta, yaitu kekasihnya. Sedikit pun tidak pernah terlintas di pikiran sang pria untuk mendua. Karena bagi sang pria, teramat bodoh jika harus menyianyiakan kasih sayang yang diberikan oleh kekasihnya itu.

Wanita itu menuruti nafsu kekasihnya, tanpa merasa curiga, tanpa suara protes sedikitpun. Ya. Ketika sang pria sedang kambuh penyakitnya, ia selalu saja meminta kemesraan itu. Dan ketika penyakitnya sudah disembuhkan oleh kehangatan di atas dipan, pria itu kembali tak banyak bicara, tak seperti dulu ketika kehilangan dari sang wanita belum terjadi.

Dulu, sepasang kekasih ini begitu mesra, mengalahkan siapapun yang bersorot sinis terhadap mereka. Sang pria tiap hari mengirimkan sebuah puisi yang membuat wanita itu tersenyum bahagia. 

Sang pria dulunya sering berkata bijak, sok dewasa, tetapi bajingan juga hati dan logikanya karena tidak mampu peka akan kerinduan yang dirasakan oleh sang wanita. 

Sudah sehebat apa dia? Sehingga dengan lancang mengacuhkan seorang wanita yang sudah bersedia tulus memberikan segalanya. Dari awal, seharusnya wanita itu tidak mudah tertipu oleh sang pria, tidak pernah terjatuh ke dalam peluknya. Tetapi wanita itu memberanikan diri, mengingkari semua logika demi menuruti kata hatinya. 

Dan kini wanita itu merasa menyesal karena telah memberikan sesuatu yang teramat berharga di hidupnya. Namun pada kenyataannya, wanita itu terus saja percaya, bahwa suatu saat sang pria akan meminangnya, membuatnya bahagia, membebaskan sang wanita dari sejuta lara yang selama ini tak pernah pergi dari hatinya. 

Bodoh memang, seharusnya wanita itu jangan mudah terbujuk rayuan dari lelaki yang brengsek itu, karena seperti yang sudah saya katakan di atas, wanita itu setiap hari menahan kesakitan karena merindu. 

Ya, merindu kepada sikap pria yang dulunya bisa membuat sang wanita yakin dan menaruh harapan kepadanya. Tapi di sisi lain, sang pria sangat mencintai kekasihnya, tetapi tidak pernah berani untuk berkata terus terang kepada sang wanita. Jika kalian berfikir pria itu hanya mempermainkan wanita yang tulus itu, salah, kalian teramat salah. 

Sang pria tidak berniat sedikit pun untuk mempermainkan kekasihnya, karena sang pria begitu mencintai serta menyayanginya, tetapi tidak tahu harus bagaimana untuk menginterpestasikan yang ia rasa.

Pujaannya seorang sociopath, sociopath itu pandai merangkai kata-kata yang membuat banyak wanita jatuh cinta. Seorang sociopath yang seharusnya tidak mempunyai tempat di bumi, tidak layak mendapatkan cinta dari wanita yang telah tulus menerima segala kekurangannya. Di mana-mana sociopath selalu sama, selalu membuat orang lain menderita. 

Tetapi tidak dengan pria yang satu ini. Walau dirinya menderita penyakit mental, ia sangat ingin meminang kekasihnya dan membuatnya bahagia. Tapi kini wanita itu sudah teramat menderita, menaggung segala kesakitan dan ketakutan akan sesuatu yang telah diberikan dulu. 

Namun sepertinya wanita itu mencoba tegar dan berfikir positif, bahwa paranoid yang ada di kepalanya tidak akan pernah jadi kenyataan. Wanita itu terus saja percaya walau setiap harinya selalu menanggung kesakitan akibat merindu. 

Coba kalian cari, mana ada wanita yang seperti dia, yang rela dipecundangi oleh seorang psikopat setiap harinya. 

Dan wanita itu masih saja tegar, selalu tabah dalam menghadapi kesakitan yang tiap hari semakin parah. Tetapi kesakitan yang ia terima selalu kalah oleh keyakinannya akan sang pujaan hati.

Sedikit informasi yang aku terima tentang sang pria. Tapi yang pasti, kehidupan sang pria jauh dari kata sempurna. Sang pria juga memiliki kehidupan yang sangat miris, yang tak seorang pun tahu tentang kebenarannya. 

Selama ini sang pria pura-pura bahagia di depan semua orang, tapi sungguh, cerita yang sebenarnya teramat menyakitkan. Hidup yang penuh dengan tekanan, cacian, sudah menjadi makanan pokok bagi sang pria. Namun dia sama sekali tidak menunjukan apa yang ia terima selama ini kepada semua orang. 

Ia tahu, orang-orang hanya sebatas peduli, prihatin, tanpa usaha untuk membuatnya lebih baik. Di kala hatinya bergejolak, emosinya memuncak, yang dilakukan sang pria hanya diam, membisu seribu bahasa, tak banyak yang bisa dilakukan selain merenungi nasibnya yang teramat nestapa. Sesekali ia pergi ke suatu tempat, yang sekira tak ada satu pun manusia, tak ada kebisingan.

Sang pria suka sekali menyendiri, berada di tempat yang sepi, tempat yang sangat rahasia yang tak ada satu pun orang yang sanggup untuk menemukannya. 

Entah apa yang ia lakukan dan yang ia cari di sana, sepertinya, ia sedang meditasi, mencoba memusnahkan segala beban yang bisa membuatnya gila. Aku rasa tak ada yang salah dengan hal itu, karena menurutku cara terbaik berdamai dengan kenyataan adalah, mengubur diri di tengah keheningan dan kekosongan.

Keduanya sama-sama merasakan penderitaan yang sama. Tiap harinya sang pria juga merindukan kekasihnya, namun ia tidak pernah punya nyali untuk mengatakannya. 

Tiap harinya sang pria meradang, menahan rasa ingin jumpa. Tapi tak ada yang bisa dilakukan oleh sang pria kecuali menyerah pada keadaan, kalah oleh sesuatu yang teramat hebat. 

Barangkali kalian lupa, sang pria juga mempunyai kehidupan yang teramat rumit, yang tak akan ada seorang pun yang kuat jika menjadi dia. Namun sang pria masih bertahan hingga hari ini, bertahan demi sesuatu yang menurutnya dapat menyelamatkan kehidupan sang pria. 

Ya, sang pria sangat berharap dapat hidup menua bersama kekasihnya, menjalani kehidupannya bersama denga wanita yang sangat dicintainya, dan membuka lembaran baru untuk hidup yang baru juga.

Kalian perlu sadar, bahwa kalian tidak bisa menilai seseorang hanya dari satu sisi saja. Kalian harus menyelami keduanya hingga telinga kalian lelah mendenagarkan belasan juta alasan dan penjelasan. 

Kalian juga harus siap, jika suatu saat cerita yang sebenarnya dapat merobek kedua mata kalian, hingga air mata keluar tanpa tahu kapan akan berhenti. 

Terkadang kita hanya perlu mendengar, terkadang kita hanya perlu memahami. Karena bicara berdasarkan satu sisi sama saja seperti kalian membunuh seonggok bayi.

Hara Nirankara, Hanno Nakshatra, hal. 130 - 136

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun