Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Melanesia

31 Agustus 2019   09:51 Diperbarui: 31 Agustus 2019   10:04 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melanesia, Kau bukan hanya sekedar nama. Pesona-pesona yang menyimpan berjuta misteri, tapi selalu menarik untuk dicari. Di balik ragam seni, di balik ragam-ragam dunia tersembunyi, Kau masih abadi dan suci.

Melanesia, gugusan bintang masih mewarnai langitmu, jejeran aurora masih terlihat di matamu. Tawa-tawa yang polos, senyum-senyum yang manis, dan wajah-wajah yang menawan, menyisakan duka yang tak berkesudahan. Orang lain mungkin akan takut, mungkin saja mereka refleks bersembunyi, ketika melihat Kamu yang dianggap berbeda.

Itulah manusia. Menilai dari yang nampak di luar, sedang selalu mengingkari hati nurani. Tatapan-tatapan sinis itu akan selalu ada, prasangka-prasangka negatif itu akan selalu muncul, dan omongan-omongan setan itu senantiasa masih berhamburan. Jangan khawatir. Mereka hanya sekedar menerkamu, Melanesia.

Bukan. Aku tidak sedang merayumu. Aku tidak sedang menyesatkanmu. Aku pikir, aku hanya perlu memberitahu, bahwa pancaran wajah bocah-bocah itu berhasil menghipnotisku. Rasanya di sana ada aura yang menarikku, membuatku ingin sekali untuk sedikit lebih dekat. Entah apa pastinya, aku pun tak tahu. Ada tarikan metafisika yang mempengaruhiku, seakan ingin memberitahu, bahwa gunungan lelah semakin meninggi.

Pura akan kosong dengan sendirinya, Masjid akan sepi dengan sendirinya, dan Gereja akan berlumut dengan sendirinya. Tapi tidak denganmu, Melanesia. Kau akan selalu ramai dengan sejuta ragamu, sejuta senimu, dan sejuta lain yang mereka tidak tahu.

Damailah seperti damainya Budha dengan moksa. Abadilah seperti abadinya matahari yang tak pernah redup. Dan menarilah seperti menarinya Rumi untuk gurunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun