Mohon tunggu...
HM Rasad
HM Rasad Mohon Tunggu... -

Untuk Kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hary Tanoe Ancam Wartawan MNCTV

20 November 2014   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:19 3385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan dengan kawan lama selalu memberikan kejutan. Seperti yang kemarin ini saya alami. Sudah sekitar dua tahun saya tidak bertemu dengan karib saya. Mungkin, kesibukannya di dunia jurnalistik sangat menyita waktunya, bahkan untuk sekadar bertemu muka dengan sahabat lama. Tapi, ya sudah. Akhirnya waktu mempertemukan kami. Dan, segala perbincangan tetek-bengek tentang hidup berhamburan di antara kami sambil diiringi beberapa cangkir kopi.

Dalam obrolan kemarin, ada satu topik yang masih mengganjal dalam benak saya hingga saya memutuskan untuk menuliskannya di sini. Soal kisruh kepemilikan TPI antara Hary Tanoe dengan Mbak Tutut.

Saat menceritakan hal ini, karib saya tersebut sangat antusias. Wajar, karena kisruh ini bersentuhan langsung dengan dirinya sebagai profesional sekaligus individu yang mencari nafkah di perusahaan media tersebut.

Jika diberikan pilihan, karib saya lebih memilih perusahaan tempatnya bekerja kembali dinakhodai putri sulung Soeharto itu. Tentu, kesejahteraan jadi alasan utama yang melandasi pilihannya. Menurutnya, banyak karyawan yang bilang bahwa TPI era Tutut lebih sejahtera dari tingkat gaji. Di era HT, banyak karyawan yang mengaku mengalami potongan pajak dan reksa dana MNC yang diwajibkan dengan dalih bonus yang tidak berbentuk uang. Hal lain yang membuat banyak karyawan memilih kembali TPI Tutut adalah bahwa berada di dalam lingkaran sebuah grup besar tidak menjamin karyawan bisa menikmati keuntungan perusahaan secara maksimal. Keuntungan yang didapat seringkali mesti dibagi dengan perusahaan lain di grup yang sama.

Obrolan berlanjut. Dan, sang karib menceritakan soal beredarnya petisi di kalangan karyawan MNCTV yang nadanya lebih memihak pada kubu Hary Tanoe.

Bukan hanya itu, karib saya yang sudah bekerja selama 12 tahun di perusahaan itu memberikan kesaksian yang mencengangkan. Ada paksaan terkait penandatanganan petisi tersebut!

Karib saya mengaku diancam oleh pihak manajemen dan kudu mewajibkan semua karyawan bawahannya untuk ikut menandatangani petisi tersebut. Jika tidak, perusahaan akan memecat mereka yang tidak ikut tanda tangan. Untuk jajaran senior, karier kami diancam akan dimatikan jika menolak menandatangani petisi tersebut. Demi mengamankan keluarga dan masa depan, para karyawan pun akhirnya setuju menandatangani petisi tersebut. “Apa boleh buat, dapur harus tetap ngebul,” begitu kira-kira karib saya bercerita.

Mendengar cerita karib saya, jelas petisi tersebut tidak lahir secara organik dari karyawan, melainkan dibuat menjadi alat untuk mengancam karyawan demi melanggengkan (atau mengembalikan) status kepemilikan perusahaan kepada HT. Liciknya, dengan kehadiran petisi itu, HT berharap akan dapat menggerakkan opini publik, seolah petisi itu suara karyawan yang mirip dengan people power, sehingga akan mampu menggoyang putusan MA tekait pemenangan Tutut.

Jika melihat dari tanggal yang tertera di petisi tersebut, fakta itu masuk akal karena petisi ini baru lahir setelah ada keputusan penolakan PK oleh MA terhadap HT yang berarti kembali memenangkan Tutut sebagai pemilik sah TPI. Tapi, sepertinya Hary Tanoe tidak mau berhenti sampai di situ. Ia menganggap langkah hukum tersebut salah karena wewenang ada di Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Menurut saya, pernyataan HT sangat menyesatkan publik karena Akta TPI nomor 16 tanggal 18 Maret 2005 yang didaftarkan oleh BKB dinilai memiliki cacat hukum. Sebab, proses pendaftarannya mengandung kejanggalan karena adanya pemblokiran akses sistem administrasi badan hukum saat pihak Tutut hendak mendaftarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham  tertanggal 17 Maret 2005. Akibat kejanggalan itu membuat SK Menkumham yang mengesahkan akta TPI itu atau SK bernomor C 07564.HT.01.04.TH.2005 itu harus dibatalkan.

Hary Tanoe memang lama dikenal sebagai orang yang sering memanfaatkan kuasa demi mencapai kepentingannya. Hal sama juga dilakukannya waktu memaksa para karyawan MNC masuk ke dalam Partai Nasdem. Karib saya berkesaksian, ancaman serupa seperti pemecatan dan pemandekan karier juga dilontarkan HT waktu ia sedang berada di Nasdem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun