Mohon tunggu...
HMPSEP UNPAR
HMPSEP UNPAR Mohon Tunggu... Ilmuwan - Himpunan Mahasiswa Program Sarjana Ekonomi Pembangunan

HMPSEP

Selanjutnya

Tutup

Financial

The FED Meningkatkan Suku Bunga Acuan sebesar 75 Basis Poin, Apakah Indonesia akan Terpengaruh?

4 September 2022   14:07 Diperbarui: 5 September 2022   14:16 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Federal Reserve System atau yang lebih dikenal dengan The FED merupakan bank sentral Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1913. The FED memiliki tugas utama untuk  menetapkan kebijakan moneter. 

Salah satu instrumen kebijakan yang ditetapkan adalah tingkat suku bunga acuan, dengan cara meningkatkan atau menurunkan suku bunga acuan guna menjaga stabilitas harga yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Perubahan tingkat suku bunga ditentukan berdasarkan kondisi makroekonomi yang sedang terjadi khususnya inflasi.

Purwanti (2022) dalam CNBC Indonesia menyebutkan bahwa pada bulan Juni 2022, The FED menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, yaitu berkisar 2,25 % - 2,5 %. Kenaikan tingkat suku bunga acuan ini dilakukan The FED untuk menjaga stabilitas harga di AS akibat adanya kenaikan inflasi global. 

Tingkat inflasi di AS pada bulan Juni 2022 menyentuh angkat 8,6%. Berdasarkan BBC Indonesia (2022), menyebutkan bahwa terdapat dua penyebab inflasi yang meningkat di Amerika Serikat yaitu perang Ukraina - Rusia dan kebijakan lockdown di Cina akibat lonjakan kasus Covid-19. 

Yip & Perasso (2021) menyatakan bahwa Covid-19 telah menelan 3.9 juta jiwa dan 178 juta kasus di seluruh dunia. Salah satu kebijakan untuk mengendalikan jumlah penyebaran yaitu Kebijakan Lockdown, maka hampir seluruh dunia menerapkan kebijakan tersebut. Pransuamitra (2022) menyatakan bahwa kebijakan lockdown di china membuat PDB berada di bawah 4 %. Hal ini mengakibatkan perekonomian china maupun global mengalami resesi. Salah satu negara yang mengalami resesi yaitu Amerika serikat. 

Berdasarkan data Departemen Perdagangan Amerika Serikat (2020) menyatakan bahwa pada periode April - Juni 2020 PDB Amerika Serikat anjlok menjadi -32,9 % dan pada kuartal I 2020 PDB Amerika Serikat juga telah terkontaminasi. Sekarwati (2022) menjelaskan bahwa saat ini Amerika Serikat mengalami inflasi yang cukup tinggi kisaran 9 %.  

Rosana & Pradana (2022) menjelaskan bahwa pemicu invasi Rusia ke Ukraina disebabkan oleh Ukraina ingin menjalin hubungan erat dengan NATO, yang mana hal tersebut berseberangan dengan Rusia. Perang saat ini masih berlangsung meskipun Rusia telah menarik beberapa pasukannya di beberapa titik pertempuran. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan implikasi yang dirasakan oleh uni eropa maupun global. 

Rosana & Pradana (2022) menyatakan bahwa terdapat tantangan dan implikasi yang dihadapi akibat terjadinya invasi yaitu krisis kemanusiaan, kebijakan energi, keamanan dan ketahanan pangan, dan sistem keuangan. Perang rusia ukraina dan kebijakan lockdown telah membuat kondisi perekonomian dunia telah mengalami guncangan. Guncangan tersebut telah membuat pemulihan perekonomian akan mengalami gangguan yang membuat terjadinya inflasi, termasuk membuat kebijakan moneter kontraktif maupun kebijakan lainnya. . 

Kebijakan peningkatan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve System, ditujukkan dapat menarik minat masyarakat Amerika Serikat untuk menanamkan dana mereka dalam bentuk tabungan atau deposito. Penanaman dana dalam bentuk tabungan atau investasi, akan membuat peredaraan uang di masyarakat menjadi berkurang, sehingga nilai tukar mata uang dapat mengalami kenaikan. Namun kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada lesunya pasar tenaga kerja yang menimbulkan peningkatan jumlah pengangguran, sedikitnya lowongan pekerjaan, dan meningkatnya jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan begitu The FED harus menjaga nilai inflasi yang rendah agar tingkat pengangguran lebih terkendali.

Keberadaaan The FED sebagai bank sentral Amerika Serikat menjadi arah pasar global dan kebijakan bank sentral berbagai negara. Beberapa kebijakan The FED menjadi tantangan bagi pasar obligasi, saham, maupun cryptocurrency. Sebagai acuan pasar global, kenaikan tingkat suku bunga acuan yang dilakukan The FED ini memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. 

Salah satu dampak yang kita rasakan akibat kenaikan suku bunga The FED ini adalah melemahnya nilai tukar rupiah sebesar 0,31% sehingga menjadi Rp 14.745,- per dollar AS pada 15 Juni 2022. Dengan begitu, melemahnya nilai tukar rupiah ini diakibatkan oleh tingginya permintaan USD di Amerika Serikat.

Berbeda dengan The FED, saat ini Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan yang telah berjalan selama 1,5 tahun di angka 3,5%. Dalam menjaga nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan intervensi di pasar obligasi. Selisih Federal Funds Rate dengan suku bunga BI semakin dipersempit akibat kenaikan suku bunga yang dilakukan The FED. Menyempitnya selisih ini akan membuat investasi khususnya di pasar obligasi Indonesia menjadi kurang menarik.

Purwanti (2022) menyampaikan hasil data disajikan oleh Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pada bulan Mei 2022 pasar obligasi Indonesia telah mengalami outflow sebesar Rp 32,12 triliun sedangkan pada bulan Juni 2022 jumlah outflow mengalami penurunan sebesar  Rp 15,51 triliun. Sedangkan pada akhir Juli 2022, outflow di pasar obligasi Indonesia mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 29,15 triliun. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa kenaikan suku bunga The FED telah membuat para investor asing melepaskan saham di Indonesia. 

Menurunnya jumlah investor asing di Indonesia akan membuat pasar modal di Indonesia menjadi lemah. Peristiwa ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Murtadho (2016), yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga acuan The FED akan membuat investor menarik dana yang ada di indonesia atau capital out flow dan akan memindahkan dananya ke Amerika dalam bentuk tabungan atau deposito.

Tidak Hanya itu, harga bahan pokok dan energi di Indonesia juga turut mengalami kenaikan akibat kebijakan The FED menaikkan suku bunga acuannya. Kenaikan harga bahan pokok dan energi akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Kegiatan bisnis akan mengalami sedikit terhambat akibat penurunan daya beli masyarakat ini. Dalam menghadapi penurunan daya beli masyarakat, pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan subsidi, seperti subsidi bahan bakar mineral, bantuan sosial, maupun subsidi lainnya.

Salah satu dampak yang dirasakan Indonesia akibat kebijakan The FED dalam menaikkan suku bunga acuannya adalah kenaikan harga bahan pokok. Hamdhi (2022) menyebutkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami kenaikan harga gandum. Selain itu Natalia (2022), menyatakan bahwa Kenaikan harga gandum ini juga berdampak pada kenaikan harga mie instan karena gandum merupakan bahan pokok pembuatan mie instan. Penyebab kenaikan harga gandum di Indonesia karena Indonesia tidak mendapatkan pasokan gandum dari Ukraina akibat konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina. 

Saat ini, Indonesia hanya bisa mengandalkan impor gandum yang berasal dari Amerika Serikat. Berdasarkan data yang disajikan oleh Hamdhi (2022) mengatakan bahwa peningkatan harga impor gandum dari Amerika Serikat per akhir juni 2022 secara tahunan sebesar 49 persen, dari US$ 284 per ton menjadi US$ 422 per ton. Harga gandum di Indonesia akan sulit mengalami penurunan akibat nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar AS. 

Pelemahan nilai tukar rupiah ini disebabkan oleh semakin tingginya arus modal asing yang keluar (capital out flow) dari Indonesia akibat kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh The FED. Dalam mengatasi peningkatan harga gandum, pemerintah Indonesia berencana untuk menyiapkan lahan yang akan digunakan untuk pengembangan sorgum, sebagai alternatif pengganti gandum.

Kebijakan The FED dalam menghadapi inflasi ini memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Mulai dari nilai tukar rupiah terhadap dollar AS semakin melemah, pasar obligasi Indonesia terlihat kurang menarik sehingga memicu terjadinya peningkatan capital out flow. Pasar modal Indonesia akan melemah seiring dengan peningkatan capital out flow. Kenaikan suku bunga acuan The FED, juga akan meningkatkan harga bahan pokok dan energi di Indonesia. Dengan begitu, otoritas kebijakan moneter di Indonesia juga harus memperhatikan kebijakan The FED ini agar dapat menjaga kestabilan tingkat inflasi dan perekonomian di indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun