Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketersediaan pangan merupakan kondisi tersedianya pangan baik dari hasil produksi dalam negeri maupun hasil impor dari luar negara. Tersedianya pangan yang cukup tercermin dari baiknya jumlah dan mutu pangan, aman, bergizi, merata, dan terjangkau.Â
Selain itu, pangan yang tersedia tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Terpenuhinya ketersediaan pangan yang cukup merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk ketahanan pangan yang baik bagi suatu rumah tangga.
Masalah ketahanan pangan menjadi masalah yang sangat penting dan sangat rentan terjadi pada situasi bencana, termasuk bencana wabah penyakit seperti pandemi COVID-19. Terlebih ketika pemerintah menanggapi wabah tersebut dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengatasi penyebaran dari COVID-19.Â
Penerapan kebijakan PSBB tersebut telah memperlambat aktivitas bisnis dan ekonomi di berbagai sektor, kemudian daya beli masyarakat menurun dan sisi permintaan terguncang.
Penurunan daya beli masyarakat ketika masa PSBB ini disebabkan oleh perubahan pendapatan masyarakat, sebagian besar karena PHK ataupun pemotongan upah baik dari pekerja formal maupun informal.
Kondisi ini tercermin dari turunnya tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2020 di level 2,84%, atau turun sebesar 2,18 poin dibandingkan triwulan IV 2019 yang mencapai 5,02%. Penurunan daya beli dalam jangka panjang juga berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi yang terdampak terefleksi melalui grafik  pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2020 yang hanya mencapai 2,97%. Dengan perbandingan nilai pertumbuhan pada triwulan I pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,1 poin (BPS, 2020).Â
Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan imbas dari kebijakan PSBB. Sementara itu, berdasarkan sektor lapangan usaha, pertumbuhan PDB nasional masih ditopang oleh sektor konstruksi sebesar 2,90% (YoY), sedangkan sektor pertanian hanya berkontribusi sekitar 0,02%.
 Dengan kata lain kontribusi sektor pertanian merupakan yang terendah dibandingkan sektor lainnya. Faktor penyebab sektor pertanian rendah disebabkan oleh kebijakan pembatasan aktivitas baik sosial maupun ekonomi akan mengganggu sistem pangan yang berjalan di Indonesia, terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat serta permintaan pasar yang dapat berimbas pada sektor pertanian yang semakin tertekan.
 Di tengah fokus perhatian pada wabah COVID-19,  masalah kekeringan perlu menjadi perhatian pemerintah Indonesia, karena dampaknya terhadap pemenuhan ketersediaan dan kebutuhan pangan masyarakat.Â