PENDAHULUAN
Teknologi informasi yang berkembang pesat telah menghasilkan perubahan aktivitas kehidupan manusia dalam segala aspek. Kehadirannya membuat kita untuk selalu bertindak dengan cepat dan efisien, terutama dalam melakukan proses transaksi. Kebutuhan akan proses transaksi ini direspon oleh perusahaan dan penyedia jasa dengan memberikan pelayanan kemudahan akses informasi juga menjembatani penyedia barang dan jasa dengan konsumennya melalui penerapan aplikasi teknologi informasi yang bersifat modern, seperti teknologi perdagangan elektronik.
Perdagangan elektronik atau yang kerap kita kenal dengan istilah e-commerce, saat ini  telah bertransformasi seiring dengan berjalannya waktu. Mulanya, perdagangan elektronik digunakan sebagai transaksi yang melibatkan barang atau jasa dalam pembayaran (komersial), contohnya seperti yang telah kita ketahui dalam penggunaan Electronic Data Interchange (EDI) untuk mengirim invoice secara elektronik. Nyatanya, dalam transformasinya, perdagangan elektronik telah menjadi aktivitas yang dikenal sebagai perdagangan web, seperti pembelian barang dan jasa di World Wide Web melalui server yang dilindungi (HTTPS) dan protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk menyimpan informasi penting pelanggan dan menjaga privasi. Ketika Internet menjadi populer di kalangan masyarakat umum pada tahun 1994, banyak wartawan meramalkan bahwa e-commerce akan menjadi sektor ekonomi baru. Namun karena HTTPS belum matang, banyak perusahaan komersial/jasa di Amerika Serikat dan Eropa yang mengembangkan website komersial ini antara tahun 1998 dan 2000.
 Perkembangan perdagangan elektronik di Indonesia sendiri sudah ada sejak tahun 1996 dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau DNet (www.dnet.net.id) sebagai pelopor transaksi online. Wahana transaksi berupa pusat belanja online yang disebut DMall (diakses melalui DNet) telah menampung sekitar 33 toko/distributor online. Produk yang dijual beragam, mulai dari makanan, aksesoris, pakaian, perlengkapan kantor hingga furnitur. Namun, pada saat itu, sistem e-commerce kurang populer karena banyak pengguna internet yang masih meragukan keamanan sistem ini dan kurang mengetahui apa sebenarnya e-commerce itu.
 Hadirnya perdagangan elektronik sebagai sarana transaksi baru tentunya menguntungkan banyak pihak, baik konsumen maupun produsen dan penjual (pengecer). Dengan menggunakan Internet, proses bisnis dapat dilakukan dengan cara menghemat waktu dan uang. Dengan berkembangnya teknologi informasi, perkembangan perdagangan elektronik juga berkembang pesat. Namun demikian, masih terdapat beberapa kelemahan dan permasalahan dalam pelaksanaannya, seperti kerentanan terhadap penipuan dan belum adanya undang-undang khusus yang mengatur baik secara nasional atau internasional. Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang akan menjadi landasan semangat membangun bangsa dan kepedulian dari seluruh pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha serta DPR-RI.
ISI
Undang-undang yang diusulkan untuk dipertimbangkan tentang Persetujuan ASEAN mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) ialah Rancangan Undang-Undang ASEAN Agreement on Electronic Commerce (RUU AAEC) yang mana diharapkan dari undang-undang dapat meningkatkan daya saing Indonesia di wilayah ASEAN. Â Undang-undang ini telah disahkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce (AAEC) di Ruang Rapat Paripurna, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 07 September 2021. Urgensi pengesahan persetujuan ini menjadi sangat penting, terlebih lagi pada pandemi Covid-19, karena secara tidak langsung akan mempercepat upaya perubahan perdagangan secara digital lewat transformasi perilaku di tengah pembatasan kegiatan dan mobilitas masyarakat. AAEC adalah persetujuan dagang pertama yang mengatur perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia dengan negara-negara di ASEAN. Pada awal tahun 2017, perundingan mengenai AAEC dimulai yang kemudian para Menteri Ekonomi ASEAN menandatangani-nya pada 22 Januari 2019 di Hanoi, Vietnam.
Dibentuknya rancangan undang-undang ini memiliki tujuan untuk memperluas PMSE Indonesia dengan harapan kedepannya dapat berkembang lebih pesat. Hal ini juga memiliki potensi untuk mendorong kinerja perekonomian Indonesia, sehingga proses transformasi Indonesia dapat terbantu menjadi ekonomi digital yang lebih maju. Bahkan, pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 dapat didorong melalui pemanfaatan teknologi digital ini, khususnya melalui PMSE. Bahkan, nilai perdagangan barang dan jasa juga daya saing pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM dapat ditingkatkan. Hal ini dapat menjadi solusi bagi partisipasi UMKM nasional dalam rantai nilai global, memfasilitasi transaksi perdagangan antar wilayah ASEAN, mendorong penciptaan lingkungan yang kondusif, serta meningkatkan kerja sama antarnegara anggota ASEAN.
Menurut Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Muhammad Lutfi, beliau berharap agar kelak kerja sama antara negara anggota ASEAN dapat ditingkatkan melalui persetujuan ini, juga pemanfaatan niaga elektronik dapat berkembang sehingga menciptakan pertumbuhan yang inklusif, kemudian transaksi perdagangan antar wilayah dapat difasilitasi, serta mengurangi kesenjangan pembangunan di ASEAN. Diharapkan juga dari manfaat-manfaat tersebut dapat mendorong proses transformasi Indonesia menjadi ekonomi digital yang maju dan pada akhirnya mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Undang-Undang Dasar.