Oleh Adam Bagaskara Indarto mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya
Permasalahan minyak sawit Indonesia menjadi perbincangan dunia dari beberapa tahun terakhir. Karena memang menjadi salah satu isu yang paling menarik perhatian masyarakat dunia.Â
Bagaimana tidak, tercatat minyak sawit di dunia didominasi oleh produksi dari Indonesia dan Malaysia. Dua negara ASEAN ini secara total dapat menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia.Â
Indonesia sendiri merupakan produsen dan eksportir terbesar untuk minyak sawit. Menarik perhatian masyarakat dunia juga dikarenakan perkembangannya yang sangat cepat, mengubah peta persaingan minyak nabati global, maupun adanya berbagai isu sosial, ekonomi dan lingkungan yang terkait dengan industri minyak sawit.
Pada Tahun 1965 minyak kedelai dengan pangsa sebesar 65 % masih menguasai pasar minyak nabati dunia. Kemudian minyak nabati Eropa yakni minyak bunga matahari menyusul minyak kedelai dalam menguasai pasar minyak nabati dunia.Â
Namun mulai tahun 2006, terjadi perubahan pasar minyak nabati dunia, dimana minyak sawit Indonesia menggeser minyak kedelai dari klasemen.Â
Tahun 2016, tercatat sebesar 40 % pangsa minyak sawit dalam minyak nabati dunia, meninggalkan minyak kedelai yang turun menjadi hanya 33 %. Â Konsumsi minyak nabati dunia kini didominasi oleh minyak sawit, dan produsen terbesar di dunia untuk minyak sawit saat ini adalah Indonesia dengan pangsa 54%.
Tercatat dari Badan Pusat Statistik, luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 10,75 juta Hektar pada tahun 2014. Untuk tahun 2018 sendiri luas perkebunan sawit sudah mencapai pada angka 12,76 juta Hektar.Â
Di satu sisi, tingkat produksi sawit pun terus mengalami kenaikan. Tahun 2014, tingkat produksi sawit berada pada angka 29,28. Kemudian mengalami kenaikan menjadi 36,59 pada tahun 2018. Dari data ini cukup mengagetkan, kenapa tidak, apakah luas sebesar ini adalah milik swasta? Dan apakah tidak mengganggu ekosistem di dalamnya? Mengingat lahan yang dibebaskan adalah areal hutan.