Mohon tunggu...
HMDIE FEB UB
HMDIE FEB UB Mohon Tunggu... Lainnya - Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

#SATUJIWAIE #OSIOSIOSI #PROUDTOBEIE #AMERTAASA

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Manifesto Industrialisasi Kelapa Sawit di Indonesia: Bisnis Cuan atau Kerusakan Hutan?

15 Maret 2021   18:05 Diperbarui: 5 Mei 2021   07:44 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Adam Bagaskara Indarto mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya

Permasalahan minyak sawit Indonesia menjadi perbincangan dunia dari beberapa tahun terakhir. Karena memang menjadi salah satu isu yang paling menarik perhatian masyarakat dunia. 

Bagaimana tidak, tercatat minyak sawit di dunia didominasi oleh produksi dari Indonesia dan Malaysia. Dua negara ASEAN ini secara total dapat menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. 

Indonesia sendiri merupakan produsen dan eksportir terbesar untuk minyak sawit. Menarik perhatian masyarakat dunia juga dikarenakan perkembangannya yang sangat cepat, mengubah peta persaingan minyak nabati global, maupun adanya berbagai isu sosial, ekonomi dan lingkungan yang terkait dengan industri minyak sawit.

Pada Tahun 1965 minyak kedelai dengan pangsa sebesar 65 % masih menguasai pasar minyak nabati dunia. Kemudian minyak nabati Eropa yakni minyak bunga matahari menyusul minyak kedelai dalam menguasai pasar minyak nabati dunia. 

Namun mulai tahun 2006, terjadi perubahan pasar minyak nabati dunia, dimana minyak sawit Indonesia menggeser minyak kedelai dari klasemen. 

Tahun 2016, tercatat sebesar 40 % pangsa minyak sawit dalam minyak nabati dunia, meninggalkan minyak kedelai yang turun menjadi hanya 33 %.  Konsumsi minyak nabati dunia kini didominasi oleh minyak sawit, dan produsen terbesar di dunia untuk minyak sawit saat ini adalah Indonesia dengan pangsa 54%.

Gambar 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit dan Hasil Produksi dari Badan Pusat Statistik / repository.wima.ac.id
Gambar 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit dan Hasil Produksi dari Badan Pusat Statistik / repository.wima.ac.id

Tercatat dari Badan Pusat Statistik, luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 10,75 juta Hektar pada tahun 2014. Untuk tahun 2018 sendiri luas perkebunan sawit sudah mencapai pada angka 12,76 juta Hektar. 

Di satu sisi, tingkat produksi sawit pun terus mengalami kenaikan. Tahun 2014, tingkat produksi sawit berada pada angka 29,28. Kemudian mengalami kenaikan menjadi 36,59 pada tahun 2018. Dari data ini cukup mengagetkan, kenapa tidak, apakah luas sebesar ini adalah milik swasta? Dan apakah tidak mengganggu ekosistem di dalamnya? Mengingat lahan yang dibebaskan adalah areal hutan.

Dari sisi ekonomi, perbincangan mengenai kelapa sawit ini sangat menguntungkan. Bagaimana tidak, ada tiga tipe pohon kelapa sawit yang biasa ditanam di perkebunan, yaitu kelapa sawit jenis Dura, Pisifera, dan Tenera. Namun, untuk mencapai keuntungan besar maka cost yang dibutuhkan juga cukup besar. 

Harga lahan di Kalimantan sendiri berkisar antara 9-15 juta per Hektar. Satu hektar lahan perkebunan dapat ditanami hingga 136 bibit sawit. Karena jarak penanaman antar pohon sekitar 9 meter, harga satu bibit sawit dengan umur lebih dari kurang 18 bulan, sekitar 30 ribu rupiah. Jadi total untuk perkebunan sawit sekitar 14 juta sampai 20 juta per hektar, dilihat dari lahan dan bibit. 

Rata-rata berat tandan buah segar (tbs) dapat mencapai 50 kg. Jika suatu perusahaan memiliki 1 hektar kebun sawit dengan 136 pohon, lalu satu pohon menghasilkan satu tandan 50 kg per bulan, maka dalam 1 hektare dapat dihasilkan 6,8 ton per bulan, dengan rata-rata harga tbs sawit sekitar Rp.1.300 per kg, maka dihasilkan Rp. 8.840.000 per bulan atau dalam satu tahun didapat Rp. 106.080.000 per hektar. 

Belum lagi biaya penjualan ketika sawit ini di ekspor ke luar negeri, berapa keuntungan yang didapat. Dari sini dapat kita ketahui kalau sawit memang sangat menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.

Keuntungan ekonomi dari produksi sawit sendiri memang sudah sewajarnya merupakan fokusan Indonesia dalam meraup devisa bagi negara, tapi bukan berarti pemerintah harus mengesampingkan aspek lingkungan. Pembebasan lahan untuk perkebunan sawit ini sering menggunakan areal hutan yang merupakan habitat orang utan di Kalimantan. 

Dari data Departemen Kehutanan, angka deforestasi di Kalimantan pada tahun 2000-2005 sudah mencapai 1,23 Juta hektare. Artinya sekitar 673 hektar hutan di Kalimantan mengalami deforestasi setiap harinya pada periode tersebut. Luas hutan di seluruh provinsi yang ada di Kalimantan mencapai sekitar 40,8 juta hektare. 

Sementara itu menurut Greenpeace, hutan di Kalimantan hanya tersisa 25,5 juta di tahun 2010. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Orangutan merupakan satwa yang dilindungi dalam hukum nasional dan status orangutan menurut CITES adalah Appendix I yang artinya tidak boleh diperdagangkan. 

Dari penjelasan ini saja jelas bahwa Orangutan ini sangat dilindungi. Seharusnya pemerintah harus lebih konsisten dengan hal ini. Karena sudah termaktup dalam Undang-undang terkait perlindungan Satwa Orangutan. Apabila hutan yang merupakan habitat orangutan ini semakin menipis, mau kemana mereka tinggal nantinya.

Dari catatan LSM, sepanjang dua dekade terakhir, hutan alam Papua telah menyusut sekitar 663.443 hektare. Selain itu, sebanyak 72 surat keputusaan Pelepasan Kawasan Hutan di tanah Papua telah diterbitkan oleh Menteri Kehutanan pada rentang tahun 1992-2019, dengan luas sekitar 1.569.702 hektar. 

Tujuan utama pelepasan atau deforestasi ini adalah sektor pertanian terutama pembangunan perkebunan sawit. Pembangunan perkebunan sawit ini seluas 1.308.607 hektar atau sekitar 84% dari pelepasan hutan di Hutan Papua. 

Dari data ini seharusnya pemerintah harus lebih memperhatikan masalah ini karena Hutan di Papua juga masih sangat lebat. Bukan hanya keuntungan ekonomi yang seharusnya dicari pemerintah, tapi juga terkait pelestarian flora dan fauna di dua pulau besar ini. Mengingat generasi penerus juga harus tau bahwa kalimantan merupakan paru-paru dunia. Selain itu, agar generasi penerus juga dapat melihat flora dan fauna khas dari dua pulau tersebut.

Dari permasalahan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa keuntungan industri kelapa sawit merupakan sebuah bisnis yang sangat menguntungkan. Hal ini, didasari bahwa Indonesia sendiri adalah pengekspor dan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Dengan demikian, pemerintah juga harus lebih teliti terkait keuntungan ini. 

Di satu sisi, pemerintah jangan sampai lalai terkait pelestarian lingkungan di wilayah Kalimantan dan Papua pada khususnya. Mengingat dua pulau ini memiliki areal hutan yang cukup luas dan juga salah satu dari pulau ini merupakan paru-paru dunia. 

Beberapa saran dari saya adalah pemerintah harus lebih jelas dan tegas terkait dengan regulasi, kemudian pemerintah juga harus mulai memikirkan pemetaan wilayah kota agar areal hutan, areal perkebunan dan areal pemukiman dapat beriringan atau saling mutualisme, bukan hanya memberikan kerugian di satu sisi saja.

Daftar Pustaka
Indonesia Investment. 2017. Minyak Kelapa sawit. Diakses pada 10 maret 2021.

GAPKI. 2017. Perkembangan Mutakhir Industri Minyak Sawit Indonesia. Diakses pada 10 Maret 2021.

GAPKI. 2017. Sawit Indonesia Merevolusi Pasar Minyak Nabati dunia. diakses pada 10 Maret 2021.

Broning Kakisina, Ernes. 2021. KLHK tanggapi laporan 11 LSM soal deforestasi tanah Papua. Diakses pada 11 Maret 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun