Mohon tunggu...
HmiKomUshuluddin IAINTernate
HmiKomUshuluddin IAINTernate Mohon Tunggu... Mahasiswa - CATATAN PIKIRAN

Yakin dengan iman Usaha dengan ilmu pengetahuan Sampaikan dengan amal perbuatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wadah Budaya Berwajah Konga

21 November 2021   12:52 Diperbarui: 21 November 2021   13:40 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Identitas budaya adalah kualitas tersendiri bagi etnis, sehingga etnis memiliki visi hidup yang jelas.  Olehnya itu diversifikasi etnik dan kebudayaannya cukup memberi makna bagi kehidupan bangsa dan negara, sebab setiap visi dari etnis akan mengarahkan kebijaksanaannya untuk menciptakan peradaban. Tetapi pada saat yang sama ketika telah terjadi  integrasi nasional dalam negara yang memaksa multi etnik berpadu, maka terdapat beberapa kendala tertentu, dimana akan muncul entitas etnik berbasis formal group yang hanya pragmatis pada simbol untuk kepentingan kelompoknya, dan juga timbul entitas solidaritas mekanik yang dipelopori aktor jongos untuk legitimasi kekuasaan. Pada akhirnya para pemuka etnik yang sebenarnya yang menjaga nilai dari budaya etnik itu tereleminasi dari gelanggangnya. Itu sebabnya sebagai analitis, Kuntowijoyo dapat dikata relevan dengan persoalan ini, oleh karena penjelasannya tentang mitos simbol budaya yang dipelopori kelas bangsawan dengan tujuan mempertahankan status quo kekuasaan adalah bukti dari usaha mereka untuk mengalienasi kalangan kawula atau rakyat, sehingga budaya mereka  berhadapan secara langsung dengan budaya massa yang merindukan gerak sejarah melalui semangat oposisinya. Dilain pihak kontradiksi pemahaman budaya makin mengental yang menyebabkan massa mengambang ditengah disorientasi kehidupan, yang hal itu secara akurat ditunjukkan oleh priyayi dimasa  kolonial yang menjadi pemulung profit sedangkan wong cilik menjadi objek penjajahan bersama. Bukan berhenti disitu saja, perihal ini terus hadir dalam nation state dengan buktinya dapat terlihat dari  golongan birokrat yang bersanding kembali dengan apa yang disebut oleh Kuntowijoyo sebagai warga negara dengan budaya yang dibawanya.  Oleh Karena itu Kuntowijoyo mengafirmasi bahwa kekhawatiran yang akan dialami pada situasi seperti ini ialah bukan pada pergeseran budaya tetapi lebih dari itu yakni  ketika sebagian kelas pemegang kekuasaan akan menjadi jamur budaya untuk mengabsahkan birokrasi dan kekuasaannya, atau kata lain "budaya untuk politik", sementara budaya untuk proses kebijaksanaan meredup berikut pemiliknya. Hal ini diperparah lagi oleh kondisi selanjutnya, yang dilakukan oleh para pelayan kekuasaan seperti intelektual oportunistik yang dengan rela menghamba, kemudian memakai simbol budaya. Alih-alih berbicara tentang resistensi budaya tapi toh terjerembab dalam kubangan pengaruh adidaya yang sama-sama menggerogoti nilai budaya. 

Pararelisme sejarah memang benar adanya, bahwa sistem sosial dan fungsinya dimasa silam akan sinambung pada masa ini, maka fenomena wadah formal group beratasnamakan identitas budaya menjadi hiper-realitas di kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, sebagaimana pernah terjadi di masa komunal dan di zaman kolonial dahulu meskipun terdapat sedikit perbedaan. Bukti persolan ini didalam negara, dapat didikte dari politik pemilihan umum dan strategi defensif kekuasaan ditiap daerah, yang diperlihatkan oleh aktor jongos melalui identitas budaya etnik dalam membuat wadah kesukuan, bersama bentuk psikologi politik "Ngoni-Torang" yang tujuannya bukan politik untuk budaya namun "budaya untuk politik". Menjadikan budaya sebagai candu untuk kepentingan politik, dan ekonomi semata. Tanpa melihat kebijaksanaannya dalam membangun peradaban. Toh jika begini maka wadah budaya itu adalah berwajah konga, sebab mempersolek wadah dengan budaya tapi sesungguhnya hanyalah topeng yang menyembunyikan kepura-puraan dalam arti gerakan yang sebenarnya, yakni gerakan politik kekuasaan. dalam artinya yang lain adalah merusak nilai budaya sukunya dengan cara menipu para leluhurnya untuk kepentingan yang bukan pada aspirasi budaya suku untuk peradaban, namun Organisasi atau wadah budaya ini diciptakan untuk mendaptkan legitimasi kekuasaan. Anehnya dimasa deklarasi orgnisasi mereka sangat mengagungkan budaya tetapi praktiknya adalah gerakan politik demi dirinya sendiri tanpa melihat budaya untuk warga negara seutuhnya. 

Dampak dari wadah budaya berwajah konga ialah akan terjadi disharmoni sosial antar sesama etnis di sebuah daerah tertentu pada wilayah politik, dan semakin melebarnya sentimen kelompok, kemudian egosentris menjadikan kualitas iman ilmu dan amal adalah hal nisbi yang tidak diperhitungkan pada membangun peradaban bangsa dan negara. Oleh karena yang dilihat dalam konstelasi wadah serupa ini adalah patron-klient sehingga yang berlangsung dalam arena membangun negara hanyalah pada "Orang Dalam" atau jaringannya kesiapa dan kemana!.

Pada dasarnya wadah budaya berwajah konga politik yang ramai-ramai diaminkan sekarang merupakan regresif bagi etnis dan budaya maka jangan heran ketika kecenderungan para aktor dan pemegang kekuasaan berbasis budaya akan otoriter dan membuat sesuka hatinya karena mereka telah berhasil mencuri legitimasi kekuasaan dari pemuka suku dan golongan yang konon pemerhati kebudayaan. 

Sebagai penutup, budaya untuk politik dalam sistem pemerintahan negara yang memakai demokrasi akan mengalami skandal besar-besaran, yang hasilnya hanya menguntungkan sebagian orang, yakni penguasa, birokrat dan peranakannya serta para jongos lainnya. Olehnya itu reposisi wadah budaya adalah syarat bagi kelestarian kebudayaan dan multisuku yang bermartabat serta dapat menjadikan nilai budaya sebagai perjuangan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. 

Yakin Usaha Sampai 

*Ketua Umum HMI Kom. Ushuluddin IAIN Ternate Periode 2021-2022*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun