Mohon tunggu...
Hmikomisariatuntagsemarang
Hmikomisariatuntagsemarang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bacalah agar engkau mengenal dunia dan menulislah agar dunia mengenalmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

The Power of "Mengapa"

17 Desember 2023   22:55 Diperbarui: 17 Desember 2023   22:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis : Umar  Al -- faruq 

MENGAPA adalah diksi yang biasanya sering digunakan untuk memulai sesuatu, untuk mempertanyakan hal yang bersifat eksistensial, dan ihwal yg sifatnya fundamental. "Mengapa kita diciptakan?" "Mengapa dunia ini ada?" Dan mengapa-mengapa lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini menyiratkan bahwa MENGAPA adalah pertanyaan paling mendasar dalam kehidupan manusia. Pertanyaan MENGAPA mampu memantik seseorang untuk berfikir mengenai sebuah eksistensi, sehingga orang bisa termotivasi untuk bergerak melakukan sesuatu, ataupun sebaliknya, membuat seseorang berhenti/tidak melakukan sesuatu. 

Sebagai contoh, ibu adalah sosok manusia yang begitu kita hormati dan cintai, kita rela melakukan apapun demi ibu, jika ada seseorang berani mengganggu ibu kita atau bahkan mengancamnya, kita bisa secara nekat melakukan apapun tanpa berfikir panjang, bahkan meskipun nyawa taruhannya. Sikap seperti itu tidak lahir tanpa alasan, itu semua adalah konsekuensi logis dari MENGAPA. 

"Mengapa saya harus melindungi apa yang saya cintai?" Dalam konteks ini "Mengapa saya harus berkorban demi ibu?". Karena ibu adalah sosok yang mulia, yang rela berkorban nyawa demi saya, sosok yang altruistik kepada saya, dan sebagainya. Jawaban atas pertanyaan ini bisa beragam, tapi esensinya saya yakin akan sama.

Diatas, saya sudah contohkan bahwa MENGAPA bisa menggerakkan seseorang, sekarang sebaliknya, saya akan membuktikan MENGAPA juga bisa membuat seseorang menghentikan atau bahkan tidak melakukan sesuatu sama sekali. Brakkk!!! Suara keras terdengar dari sudut jalan, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, terlihat satu pria tergeletak di jalan, terjadi kecelakaan tunggal. Sebagian orang enggan untuk menolong pria malang tersebut, alasan yang dipaparkan adalah karena mereka yakin bahwa penyebab pria itu terjatuh adalah karena dia mabuk. Nah, disini pertanyaan MENGAPA lahir, "Mengapa saya harus peduli dengan pria itu?" Orang yang enggan menolong, menjawab pertanyaan tersebut dengan "Mengapa saya harus menolong pria itu, dia pendosa kok," "Dia saja tidak peduli dengan dirinya sendiri," "Biarkan saja, itu menjadi pelajaran bagi dia". Tidak semua orang bersikap demikian, saya yakin ada juga orang yang dengan sudi dan ikhlas menolong pria itu. Kenapa sebagian orang tergerak untuk menolong, dan sebagian lagi tidak? Ya, tepat! Karena ada perbedaan jawaban atas pertanyaan MENGAPA. Orang yang rela menolong akan menjawab pertanyaan "Mengapa saya harus peduli dengan pria malang itu?" Dengan jawaban "Biar bagaimana pria itu tetaplah manusia, sekalipun dia pendosa, dia tetap harus di tolong". Jawabannya bisa variatif, tapi esensinya akan sama, yang jelas perbedaan cara menjawab MENGAPA pada akhirnya akan melahirkan perbedaan sikap.

Semua yang saya jelaskan diatas bukanlah retorika penuh omong kosong belaka. Saya akan membuktikannya secara biologis, melalui anatomi tubuh manusia. Otak manusia memiliki bagian-bagian, dan salah satu bagiannya disebut limbik. Limbik adalah bagian otak yang melibatkan emosi mendalam, karena itu ia memiliki kemampuan mendorong manusia untuk melakukan suatu hal. 

Seperti yang sudah di jelaskan dimuka, MENGAPA adalah pertanyaan yang bersifat mendalam, eksistensial, fundamental, bahkan disebut sebagai pertanyaan yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Karena itu, maka limbik adalah bagian otak yang sangat erat kaitannya dengan pertanyaan MENGAPA. Karena limbik mampu memotivasi orang untuk bergerak, maka akhirnya pertanyaan MENGAPA juga mampu mendorong/menghentikan orang melakukan suatu hal.

MENGAPA mampu menggerakkan seseorang, maka MENGAPA juga mampu menentukan penghayatan seseorang dalam melaksanakan suatu perkejaan. Orang yang tidak mengadalami MENGAPA-nya akan sulit melakukan penghayatan terhadap suatu pekerjaan. Saya melihat tidak sedikit masyarakat beragama yang menjalankan praktik-praktik keagamaan tanpa di sertai dengan MENGAPA yang jelas. Misalnya, diterangkan bahwa sholat menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar, tapi tidak sedikit orang yang setelah sholat justru korupsi, mabuk, menindas orang lain, dan hal-hal dzolim lainnya. 

Padahal didalam sholat ada setumpuk bacaan yang harus kita lantunkan, yang mana jika di hayati bacaan tersebut harusnya mampu menjadikan diri kita asing dengan praktik kejahatan. Ambilah bacaan inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin' (Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam), bacaan ini mengisyaratkan kita agar menuangkan segala proses kehidupan untuk ditujukan kepada Allah, melalui bacaan ini juga harusnya kita bisa mengalami suatu peristiwa transenden yang bisa berwujud sikap menolak semua kekuasaan yg hendak memerankan diri sebagai tuhan. 

Maka akhirnya selepas sholat harusnya niscaya bagi kita untuk melakukan konfrontasi terhadap dominasi. Tapi jika setelah sholat kita malah berdiam diri saat melihat penindasan dan tidak peduli pada nasib orang banyak, artinya semua bacaan yang sudah kita di lantunkan hanyalah bunyi tanpa makna. Kenapa bisa demikian? Seperti yang sudah di jelaskan diatas, bahwa MENGAPA mampu memotivasi orang untuk bertindak dan menentukan cara bertindaknya. 

Dalam hal ini artinya seseorang berpeluang mengalami kehampaan menjalankan praktik-praktik keagamaan jika tidak melibatkan MENGAPA didalamnya. Faktor MENGAPA mampu menentukan tingkat penghayatan seseorang menjalankan perintah agama. Bisa menjerumuskan seseorang dalam kehampaan, bisa juga membawa orang pada kedalaman penghayatan, tergantung sejauh mana kita mempu menjawab pertanyaan "Mengapa harus beragama, dan menjalankan perintah-perintahnya?" Dan mengapa-mengapa yang serupa tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun