Mohon tunggu...
H.M.Hamidi
H.M.Hamidi Mohon Tunggu... Lainnya - Berusaha Berdo'a Bersyukur Berpikir Positif

Pekerja Sosial, Pelaku Pemberdayaan, Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jumat Pertama yang Mengharukan dan Memupus Harapan

22 Mei 2020   22:49 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:47 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki hari ke-29 berpuasa di Bulan Ramadan 1441 H yang betepatan dengan Hari Jum'at 22 Mei 2020, merupakan hari yang sangat istimewa bagi umat Islam khusus bagi kami warga masyarakat Desa Mamben Lauk dan umumnya warga masyarakat Kabupaten Lombok Timur.

Betapa tidak, setelah enam pekan kami tidak bisa melaksanakan sholat Jum'at di Masjid akibat Pandemi Covid-19 yang melanda Negara kita termasuk kami yang ada di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.

Selama kami tidak bisa sholat jum'at, kami merasakan seolah olah ada yang hilang dalam diri kami sekalipun sudah dijamin oleh pemerintah bahwa sholat jum'at bisa diganti dengan sholat dhuhur di rumah karena wabah virus corona.

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melalui Bupati selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19 wilayah Lombok Timur secara tegas menghimbau agar warga masyarakatnya melaksanakan sholat dhuhur bersama keluarga di rumah untuk mengganti sholat Jum'at yang ditinggalkannya demi menjaga keselamatan bersama.

Akan tetapi sejak kamis sore kemarin ketika semua kepala wilayah dimasing masing dusun mengumumkan kepada warga bahwa pemerintah telah membolehkan untuk sholat Jum'at di Masjid mulai besok tanggal 22 Mei 2020 dengan tetap mengikuti ketentuan protokol yaitu memakai masker dan mencuci tangan menggunakan handsanitazier yang disiapkan oleh petugas langsung di pintu gerbang masuk Masjid sekaligus dilakukan pengecekan kesehatan menggunakan rapid test terhadap jamaah yang akan melaksanakan sholat Jum'at.

Antusiasme warga  di masing masing dusun diperlihat dengan luapan kegembiraan sambil berkata " horee  besok kita boleh jumatan". Selain itu, salah seorang  ustadz  mengingatkan warga  tentang ungkapan yang disampaikan oleh Imam Ibnu Majah Rahimahullah dalam kitab "Lathaa- If Al -- Ma'arif menukil ucapan Ibnu Hubairah yang mengatakan bahwa" Apabila malam jum'at bertepatan dengan malam ganjil dari Al 'Asyr Al Awaakhir), maka peluangnya lebih besar terjadinya lailatul Qadr daripada yang lain". 

Demikian juga dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan "Apabila malam jum'at berbarengan dengan salah satu malam ganjil pada 10 terakhir di bulan Ramadan, maka malam itu berpeluang terjadinya Lailatul Qadr dengan izin Allah" Semoga saja malam Jum'at kemarin merupakan malam Lailatul Qadr yang didalamnya lebih baik dari seribu bulan. Serta amal ibadah yang kita lakukan diterima dan diridhoi serta wabah Covid-19 ini di angkat oleh Allah SWT. Aamiin.

Pagi menjelang siang sekitar pukul 11.00 Wita, seperti biasa Marbot memutar kaset pengajian lewat pengeras suara untuk mengingatkan warga bahwa hari ini adalah hari Jum'at agar semua warga  segera menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadah Jum'at. 

Suasana Masjid pada Jum'at  kali ini sangat berbeda, semua kepala wilayah dan petugas kesehatan sudah stand by mulai pagi. menyiapkan masker untuk dibagikan kepada warga, memakai alat pelindung diri layaknya dirumah sakit, hand santitzer juga disiapkan untuk cuci tangan sebelum masuk masjid.  

Jumat hari ini adalah jumat pertama dan terakhir bagi kami selama bulan puasa  karena berada pada penghujung bulan ramadan tahun ini.  para petugas kesehatan dan semua kepala wilayah dengan sigap  menunggu di depan gerbang Masjid, membagikan masker kepada jamaah yang tidak memakai, menuangkan hand sanitazier ke tangan warga serta melakukan pengecekan kesehatan dengan rapid test sebelum warga memasuki Masjid hingga memasuki waktu jumat.

Rasa haru dari seluruh jamaah  tidak bisa disembunyikan ketika khatib menyampaikan kalau peristiwa seperti ini baru kali ini terjadi sejak berdirinya Masjid selama ratusan tahun lebih, kita berdo'a kepada Allah semoga kita semua dilindungi dari semua marabahaya, wabah ini segera di angkat agar kita bisa kembali beribadah secara normal, bencana diturunkan oleh Allah untuk menguji hambanya yang beriman seperti umat umat Nabi sebelumnya, upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Lombok Timur semata semata untuk memutus mata rantai Covid-19 agar kita semua terselamatkan dari penularan, demikian yang disampaikan khatib pada awal khutbahnya.

Namun kesedihanpun kembali dirasakan saat khatib menyampaikan himbauan bupati  agar warga melaksanakan Sholat Idul Fitri di rumah masing masing, bukankah sholat idul fitri adalah sholat sunnah muakad yang bisa dilaksanakan sendiri sendiri dan berjamaah dirumah..?

Rasa kecewapun dari para jamaah sepulang jum'atan nampak jelas dari raut wajah mereka. Harapan untuk bisa melaksanakan Sholat Ied secara berjama'ah di Masjid setelah di perbolehkan sholat jumat menjadi hilang dan harus menunggu  satu tahun kemudian. 

Semoga saja umur kita samapai kesana sehingga kita bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadan yang akan datang. Merayakan Hari Raya Idul Fitri  dengan penuh ketenangan dan kegembiraan seperti sebelumnya serta kita dapat melaksanakan Ibadah secara normal sebagaimana biasa.

Menurut informasi dari berbagai sumber ternyata khutbah yang dibacakan oleh khotib,  merupakan khutbah pesanan yang telah di buat oleh pemerintah dan dibagikan ke 250 Masjid yang ada di Kabupaten Lombok Timur, sebagai strategi pemerintah untuk menyampaikan  himbauan kepada warga masyarakat agar  melaksanakan Sholat Ied di rumah masing masing. Memanfaatkan momen jumat di pengujung bulan ramadan ini adalah cara yang sangat efektif sehingga himbauan tersebut diketahui secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Lombok Timur.

Mudah mudahan diperbolehkannya sholat jumat hari ini dapat dilakukan seterusnya pada hari jum'at jum'at berikutnya, agar tidak meninggalkan kesan yang tidakk baik pada masyarakat bahwa pemerintah hanya memanfaatkan hari jumat terakhir di bulan Ramadan tahun ini  untuk memenuhi keinginannya semata untuk menghalangi umat islam beribadah di masjid.

Sementara para ahli kesehatan sudah sering menyuarakan agar setiap warga masyarakat berusaha untuk menghindari kerumunan sebagai cara yang efektif untuk mencegah penularan virus corona ini, tanpa membeda bedakan status, pangkat dan jabatan serta tempat tempat tertentu, apakah itu tempat ibadah, pasar, terminal, mall, bandara dan lain sebagainya harus diperlakukan sama sehingga tidak menimbulkan keresahaan di tengah tengah masyarakat. 

Jangan sampai ada kesan bahwa aparat hanya tegas terhadap orang yang mau ke Masjid atau ketempat pengajian, sedangkan orang yang berkerumun menyaksikan konser seolah olah tidak berpotensi terpapar virus corona sekalipun mereka berdesak desakan, demikian juga dengan tempat tempat lainnya yang memungkinkan terjadinya kerumunan, petugas sebaiknya bertindak adil, agar keinginan untuk mempercepat penanganan kasus Covid-19 dapat segera dituntaskan, sehingga kita betul betul bebas dari penularan Covid-19. 

Yang jelas Covid-19 tidak pernah membedakan orang  yang akan dipapar berdasarkan  status, pangkat, golongan dan jabatan apapun yang disandang oleh orang tersebut. 

Ketika siapa saja ikut berkumpul bersama orang yang terpapar baik dengan gelaja maupun tanpa gejala ditempat manapun, di Masjid, Gereja, Vihara, Pura, pasar, terminal, bandara, di konser dan lain sebagainya semua berpeluang untuk terpapar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun