Mohon tunggu...
H.M.Hamidi
H.M.Hamidi Mohon Tunggu... Lainnya - Berusaha Berdo'a Bersyukur Berpikir Positif

Pekerja Sosial, Pelaku Pemberdayaan, Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jumat Pertama yang Mengharukan dan Memupus Harapan

22 Mei 2020   22:49 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:47 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kesedihanpun kembali dirasakan saat khatib menyampaikan himbauan bupati  agar warga melaksanakan Sholat Idul Fitri di rumah masing masing, bukankah sholat idul fitri adalah sholat sunnah muakad yang bisa dilaksanakan sendiri sendiri dan berjamaah dirumah..?

Rasa kecewapun dari para jamaah sepulang jum'atan nampak jelas dari raut wajah mereka. Harapan untuk bisa melaksanakan Sholat Ied secara berjama'ah di Masjid setelah di perbolehkan sholat jumat menjadi hilang dan harus menunggu  satu tahun kemudian. 

Semoga saja umur kita samapai kesana sehingga kita bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadan yang akan datang. Merayakan Hari Raya Idul Fitri  dengan penuh ketenangan dan kegembiraan seperti sebelumnya serta kita dapat melaksanakan Ibadah secara normal sebagaimana biasa.

Menurut informasi dari berbagai sumber ternyata khutbah yang dibacakan oleh khotib,  merupakan khutbah pesanan yang telah di buat oleh pemerintah dan dibagikan ke 250 Masjid yang ada di Kabupaten Lombok Timur, sebagai strategi pemerintah untuk menyampaikan  himbauan kepada warga masyarakat agar  melaksanakan Sholat Ied di rumah masing masing. Memanfaatkan momen jumat di pengujung bulan ramadan ini adalah cara yang sangat efektif sehingga himbauan tersebut diketahui secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Lombok Timur.

Mudah mudahan diperbolehkannya sholat jumat hari ini dapat dilakukan seterusnya pada hari jum'at jum'at berikutnya, agar tidak meninggalkan kesan yang tidakk baik pada masyarakat bahwa pemerintah hanya memanfaatkan hari jumat terakhir di bulan Ramadan tahun ini  untuk memenuhi keinginannya semata untuk menghalangi umat islam beribadah di masjid.

Sementara para ahli kesehatan sudah sering menyuarakan agar setiap warga masyarakat berusaha untuk menghindari kerumunan sebagai cara yang efektif untuk mencegah penularan virus corona ini, tanpa membeda bedakan status, pangkat dan jabatan serta tempat tempat tertentu, apakah itu tempat ibadah, pasar, terminal, mall, bandara dan lain sebagainya harus diperlakukan sama sehingga tidak menimbulkan keresahaan di tengah tengah masyarakat. 

Jangan sampai ada kesan bahwa aparat hanya tegas terhadap orang yang mau ke Masjid atau ketempat pengajian, sedangkan orang yang berkerumun menyaksikan konser seolah olah tidak berpotensi terpapar virus corona sekalipun mereka berdesak desakan, demikian juga dengan tempat tempat lainnya yang memungkinkan terjadinya kerumunan, petugas sebaiknya bertindak adil, agar keinginan untuk mempercepat penanganan kasus Covid-19 dapat segera dituntaskan, sehingga kita betul betul bebas dari penularan Covid-19. 

Yang jelas Covid-19 tidak pernah membedakan orang  yang akan dipapar berdasarkan  status, pangkat, golongan dan jabatan apapun yang disandang oleh orang tersebut. 

Ketika siapa saja ikut berkumpul bersama orang yang terpapar baik dengan gelaja maupun tanpa gejala ditempat manapun, di Masjid, Gereja, Vihara, Pura, pasar, terminal, bandara, di konser dan lain sebagainya semua berpeluang untuk terpapar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun