Maleman adalah tradisi malam ganjil pada sepuluh akhir di bulan Ramadan yang selalu dilakukan oleh masyarakat di desa tempat tinggal saya. Â
Kegiatan Maleman ini di isi dengan berbagai kegiatan mulai dari orang tua hingga anak anak.Â
Bagi setiap orang tua, pemuda dan remaja yang sudah bisa membaca Al-Qur'an dengan baik, Pada malam ganjil di bulan Ramadan mulai dari malam ke 21 mengadakan hataman Al -Qur'an mulai pagi hari hingga menjelang berbuka puasa di masjid atau di mushalla tempat tinggal masing masing. Sedangkan Ibu ibu di rumah menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa bersama yang dilaksanakan oleh seluruh jamaah Masjid atau Mushalla tempat mengkhatam Al-Qur'an.
Anak anak yang berasal dari dusun lainnya mengintip untuk diambil ketika sang pemilik pindah untuk memasang ketempat lain disekitar pekarangan rumah, dan anak anak yang melihatnya berteriaak dengan mengatakan maleeeng..... maleeeng.....
Konon, menurut cerita orang tua dan tokoh masyarakat, permainan ini telah dilakukan secara secara turun temurun dan sudah menjadi tradisi pada setiap bulan Ramadan.Â
Tata cara pembagian jadwal dari masing masing dusun yang ada didesa tersebut disesuaikan dengan jumlah dusun dari desa tersebut dan pembagiannya disesuaikan dengan jumlah malam yang ada pada setiap malam ganjil di bulan Ramadan.Â
Karena jumlah malam ganjil pada minggu terakhir bulan Ramadan hanya 5 malam maka jika jumlah dusun yang ada di desa tersebut jumlahnya 10 dusun maka tiap malam ganjilnya masing masing 2 dusun mengadakan Tradisi Maleman kemudian dilakukan secara bergantian di setiap dusun.
Dari penuturan orang tua, kegiatan ini dilakukan untuk menandakan dan mengingatkan kepada seluruh warga bahwa pada malam malam tersebut merupakan malam diturunkannya Al-Qur'an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat Islam agar selamat di dunia maupun di akhirat.Â
Untuk itu setiap warga masyarakat yang sudah bisa membaca Al-Qur'an di adakan khataman Al-Qur'an supaya mendapatkan ganjaran yang kebaikan yang lebih baik daripada seribu bulan sebagai salah satu keistimewaan dari malam malam ganjil tersebut.
Tradisi permainan menyalakan api yang dilakukan oleh anak anak merupakan sebagai untuk menjaga rumah dari berbagai kejahatan dengan memberikan penerangan pada setiap sudut rumah dan sekitar pekarangan.Â
Untuk dapat menjaga rumah dengan baik maka membutuh cahaya agar orang yang mempunyai niat jahat mengurung niatnya untuk berbuat jahat karena cahaya yang terpencar dari tiap obor yang ditancapkan di sudut rumah.
Selaian itu, nyala api merupakan symbol untuk membiasakan anak agar selalu memberikan cahaya kebaikan kepada setiap orang. Cayaha yang berasal dari nyala api sebagai motivasi agar anak anak sejak dini mempunyai semangat yang berkobar untuk berbuat kebaikan, seperti kemuliayaan pada malam Lailatul Qadr yang terjadi pada setiap malam malam ganjil di bulan Ramadan, demikian penuturan dari para orang tua dan tokoh agama yang ada di desa saya.Â
Semoga Bermanfaat....
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
Semoga Puasa Kita Diterima Oleh Allah SWT
Sehat & Semangat Selalu..........
Agar Covid 19 Segera Berlalu.......
Aamiin Ya Rabbal'alamiin
H.M. Hamidi (Belajarbersama#OmB4P#)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H