Mohon tunggu...
Heri TKM
Heri TKM Mohon Tunggu... Freelancer - Proyek Nulis Buku Bareng

MOTIVATOR MENULIS\r\nPelatih Internet Marketing Jawa Timur\r\n - Founder: PNBB [Proyek Nulis Buku Bareng] http://on.fb.me/1e87ABM - www.proyeknulisbukubareng.com\r\nwww.hmcahyo.com\r\nAktivis OpenIdea (opensource bloggig) - following this movement\r\nhttp://freeculture.org\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiba-tiba Rumah Ini Menjadi Terlalu Besar dan Begitu Sepi

31 Juli 2016   21:44 Diperbarui: 31 Juli 2016   22:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Heri Mulyo Cahyo - www.hmcahyo.com

Bulan ini, sudah genap setahun kami menempati rumah kami sendiri setelah 15 tahun menempati rumah keluarga.. (meski rumah kami sudah kami bangun 4 tahun yang lalu). 

Sebenarnya jarak antara "rumah lama" (rumah keluarga) dan "rumah baru (rumah sendiri) jaraknya cuma 1,5 km saja. Secara lokasi, lingkungan dan luasnya, jelas lebih enak di tempat lama. Wong di rumah lama, ada 6 atau 7 kamar tidur, 3 kamar mandi, ruangan keluarga cukup luas, 2 dapur juga luas, halaman depan dan belakang sangat luas (halaman belakang bisa dibangun 2 rumah seukuran rumah baru, dan halaman depan bisa dibangun 1 rumah). 

Sementara rumah baru cuma ukuran 6 x 8 meter, kamar tidur cuma 2, begitu pintu depan dibuka, langsung terlihat dapur hehehe.. kamar mandinya cuma sebiji, sehingga akhirnya kalau pagi menjelang keberangkatan ke kantor/sekolah menjadi *the most wanted room* , karena itu pula tidak jarang kalo ada yang berlama-lama di kamar mandi pasti yang lain histeris. Sehingga pagi hari rumah terasa ramai dan terasa "sesak."

Bagaimana tidak sesak, wong posisi kamar mandi tepat di depan tempat makanan, atau begitu belok kanan dua langkah dari kamar mandi sudah berada di ruang utama yang multifungsi, ya ruang tamu, ruang belajar jika malam, ruang ngaji buat anak-anak tetangga jika sore hari, tempat sholat jamaah kalau pas tidak jamaah di masjid dan sekaligus ruang tidur jika si sulung Nadia sedang libur dari pondok atau ada tamu yang menginap, benar-benar *full house* dalam arti sesungguhnya. Karena ruangan tersebut multifungsi itu maka kami putuskan untuk tidak membawa , sofa, 3 rak buku besar dan 2 lemari pakaian spring bed dan beberapa perabotan besar dari rumah lama.

Tidak hanya ruang utama, kamar tidur juga bisa multifungsi sesuai kondisi, kadang juga tempat menerima tamu dan bermain jika anak kami yang cowok kedatangan temannya, atau juga tempat belajar dan sholat jika ruang utama ada tamu. 

Nah yang agak ribet adalah jika ada tamu yang berkunjung durasinya cukup lama, misalnya lebih dari setengah jam, pasti penghuni rumah lainnya pada "gerah" karena tidak bisa beraktivitas dan mendekam cuma di kamar tidur. Maka pilihannya adalah ke halaman belakang rumah yang tidak begitu luas yang sudah dialih fungsikan sebagai dapur, tempat jemuran dan kolam kecil. Tapi tentu saja gak bisa berlama-lama di situ jika tamunya datang pas malam hari atau pas musim hujan, karena dipastikan akan kena "tampesan" air hujan dan udaranya yang dingin. 

Ya, begitulah kondisi rumah baru kami yang kecil dan serba sempit untuk menampung saya, istri dan ke empat anak kami. Maka dengan segala pertimbangan atas keterbatasan itu pada pertengahan Maret 2016 kemarin kami agak nekat untuk meneruskan membangun lantai dua, dengan asumsi, kamar tidur dan kamar mandi akan bertambah satu lagi sehingga tidak perlu berebutan jika pagi hari dan ada kamar untuk tamu yang menginap. Selain itu masih ada ruang yang lumayan luas untuk belajar, bermain jika ada teman anak-anak berkunjung, serta ada teras untuk bersantai serta ada tempat menjemur pakain dan gudang.

Begitulah, kurang lebih selama dua bulan selesailah sudah bangunan di lantai dua, meski dindingnya belum di-kuliti dan belum berkeramik lantainya, tetapi alhamdulillah semua ruangan dan kamar mandi sudah bisa difungsikan. Kini kami lebih leluasa melakukan aktivitas. Anak-anak lebih suka menghabiskan waktu bermain bersama temannya pada siang hari di lantai 2 dan sudah tidak bingung lagi jika ada tamu ke rumah.
Namun, begitu liburan semester 2 berakhir maka tiba-tiba kami merasa jika rumah baru kami sekarang terasa *terlalu besar* dan seperti *tidak membutuhkan rumah yang luas*. 

Mengapa?
Sejak tahun ajaran baru 2016/2017 ini, si sulung Nadia melanjutkan sekolah di SMA-nya di Madrasah Negeri Malang 1 dan tinggal di Mah'ad yang hanya diijinkan pulang sebulan sekali. Sementara yang nomor 3, si Habib begitu masuk MTSN Lawang, menggantikan mbaknya mondok di Pasantren Tahfidz Al Muqorrobin. Sehingga di rumah tinggal si Dayyan nomor 2 dan si bungsu Kya. 

Ya, rumah ini tiba-tiba begitu sepi, pagi haripun jadi tidak *terlalu meriah* karena yang antri kamar mandi cuma dua orang, dan itupun mereka punya pilihan untuk menggunakan kamar mandi di lantai 2. 

Rasa sepi itu juga dipicu karena sudah tidak ada lagi yang menjahili si kecil Kya lagi, tidak ada pertikaian rebutan laptop atau tablet atau mainan lainnya antara dua anak lelaki. 

Si Dayyan sekarang lebih banyak beraktivitas sendirian, baik saat main game, berlama-lama di kolam ikan atau mengerjakan proyek tugas mandiri dari sekolahnya. 

Sementara si Kya, siang hingga petang banyak menghabiskan waktu di rumah neneknya dan di TPA tempat dia ngaji, dan tiba di rumah selepas maghrib saat saya jemput ketika pulang dari kantor. 

Saat libur di akhir pekan, ketika kedua anak masih di sekolah atau di tempat ngajinya, hanya tinggal saya berdua bersama istri. 

Di saat-saat seperti itu kami jadi rindu dengan *keramaian dan kekacuan* saat anak-anak masih kecil dan berkumpul bersama.
Rindu saat mereka berebut kamar mandi di pagi hari, rindu saat mereka bertengkar hanya gegara yang satu tidak mau mengalah meminjamkan tablet, rindu saat mereka berebut *berkat* sepulang kondangan dari tetangga. Rindu saat mebangunkan mereka di pagi hari saat adzan subuh bergema sementara mereka sulit sekali bangun meski mukanya sudah di seka air dingin. Dan kerinduan-keriduan lainnya saat mereka berada di rumah yang sempit ini.

Saya jadi teringat pesan teman saya, saat beberapa tahun terakhir ketika sibuk mengurus lelang di kantor. Tak jarang saya dan tim harus pulang malam hari untuk melakukan evaluasi penawaran yang masuk. Di saat-saat sedang ful konsentrasi dengan pekerjaan, tak jarang ponsel berdering dan ternyata si Kya, atau kakaknya menelpon kapan saya pulang ke rumah padahal sudah menjelang isya. Dan diantara teman-teman - sayalah yang paling sering di telpon, kadang beberapa kali dalam rentang waktu 2 atau 3 jam. Tentu terkadang agak menganggu pekerjaan, tetapi seorang senior saya selalu bilang, *"gak papa dilayani aja* (telpon dari anak-anak) *mumpung mereka masih kecil, kalau memang perlu ajak saja mereka saat sampean ada kegiatan jika mereka mau, karena begitu mereka menginjak usia SMP, pasti mereka sudah punya agenda sendiri dan mungkin sampean susah untuk mengajak mereka bersama-sama lagi,"* 

Nasihat itu begitu terasa saat ini, dan kini justru saya yang kadang seperti linglung saat sekedar ingin bicara kepada kedua anak saya yang kini tidak tinggal di rumah. Mau telepon tidak setiap saat bisa karena di Mahad (asrama) ponsel hanya diijinkan digunakan saat akhir pekan saja, sementara di pondoknya si Habib, tidak boleh menggunakan ponsel sama sekali, jikalau perlu dengan orang tua cukup membayar pulsa untuk SMS ke orang tua.
Dan ternyata nasihat tersebut tak hanya saya dapatkan dari senior saya di kantor.

Setahun yang lalu saat saya *kopdar* dengan seorang sahabat di komunitas PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng) dari Jakarta yang berkunjung ke Malang, si bungsu Kya, merengek pengen ikut meski waktu kopdarnya malam hari selepas isya. Akhirnya terpaksa saya bawa, sesampai di sana sahabat saya - yang putra-putrinya sudah dewasa - juga berpesan hampir sama: *"gak papa mas, mumpung mereka masih kecil, nanti kalau mereka sudah besar, justru kita yang nyari mereka. Saya saja, kadang menemani anak tidur anak saya yang sudah pada kuliah, untuk sekedar ngobrol sama mereka,"* begitu pesan sahabat saya pemilik beberapa perusahaan yang tentunya cukup sibuk mengatur waktunya.

Sementara, sahabat saya lainnya, Pak Husnun, wartawan senior Malang Pos yang juga datang pada kopdar tersebut, juga menegaskan hal yang serupa, dan beliau yang kini hanya tinggal dengan putra bungsunya yang masih SMA, bercerita, bahwa untuk mengobati rasa kangennya kepada anak-anaknya yang lain dan tinggal di luar kota karena kuliah dan kerja, setiap malam secara bergantian beliau tidur di kamar-kamar anaknya yang saat ini di luar kota.

Yah begitulah, ternyata dimanapun orang tua itu selalu sama, mereka akan tetap merindukan anak-anaknya saat mereka sudah harus memulai kehidupan mereka yang baru.

Untuk itu bagi sahabat saya sekalian yang masih punya putra-putri yang masih kecil, jangan sia-siakan kebersamaan waktu anda dengan mereka, karena kebersamaan kita dengan mereka itu tak akan lama - meski kadang kebersamaan itu akan tetap diwarnai dengan hal-hal yang membuat hati kita marah, jengkel atau emosi negatif lainnya akibat *kenakalan* yang mereka perbuat, tetapi yakinlah bahwa semua itu akan anda rindukan suatu saat nanti.
***
Lawang, 31 Juli 2016 - 20:25 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun