Mohon tunggu...
HMustamin Batong
HMustamin Batong Mohon Tunggu... -

Belajar mengasah diri untuk membangun kepekaan nurani dan aqli. Sementara masih berselindung di balik rimbunnya mahligai ilmi.Semoga terberkati adanya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menimbang Kebijaksanaan Habibie & Zainuddin Maidin

17 Desember 2012   04:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Agar fobia dan prasangka nafsu yang buruk tidak berlarutan, harus dicegah dengan mengajarkan keyakinan (percaya diri) dan kebaikan. Keyakinan hanya dapat diraih dengan ilmu dan kebenaran. Untuk mendapatkan ilmu harus melalui proses pengenalan dan pengetahuan yang berterusan, agar dapat membuahkan keyakinan dalam memahami segala sesuatu secara nyata dan benar. Tidak boleh mengenal secara sekilas saja lantas membuat penilaian dan prasangka, karena bisa mengakibatkan ketidakadilan, yaitu tidak dapat menempatkan sesuatu pada tempat yang sewajarnya.

Begitupun, tidak mungkin dapat mengenal kebaikan dan keburukan seseorang secara baik dan benar tanpa keintiman mendalam dalam persahabatan. Ketika memberi penilaian terhadap apa yang dianggap benar tidak bisa hanya sekedar tahu berdasarkan informasi luaran semata tanpa ilmu pengetahuan yang mendalam.

Ilmu yang ada dalam diri sangat menentukan kecenderungan seseorang mengolah informasi dari luar. Apakah berdasarkan pengenalan secara intim melalui ungkapan rasa batin, atau hanya sekedar berdasarkan tahu secara empirik berdasarkan pengamatan lahiriah. Di sinilah bedanya antara orang yang mengenal dengan sekedar tahu.

Makanya, persepsi dan penilaian positif dan negatif seorang individu terhadap orang lain apalagi mereka yang memiliki pengaruh, akan sangat besar implikasinya baik dalam lingkup individu dan sosial. Baik buruknya menyikapi atau merespon keadaan sangat bergantung tahap kebijaksanaannya.

Ketika seseorang mengklaim diri berbicara atas nama kebenaran meskipun akan menuai keresahan, tidak bisa lantas mengatakan ini pandangan pribadi saya seakan-akan tidak menghiraukan orang lain. Hal ini karena pendapat yang keluar dari ranah individu melalui media atau lisan secara otomatis memiliki dampak sosial dan politik. Makanya individu dan masyarakat tidak bisa dipisahkan. Masyarakat lahir dari adanya individu dan kelompok keluarga. Kedua-duanya harus dipadukan, tidak boleh ada dualisme dan dikotomi antara subjek dan objek, pemerhati dan yang dijadikan objek perhatian.

Tan Sri Zama sepertinya tidak menyadari bahwa apa yang ditulisnya akan menjadi konsumsi publik. Pandangannya akan berimplikasi terhadap hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia, dan persaudaraan dua negara serumpun yang akrab berdasarkan sudut asas budaya dan juga agama yang sama.

Mungkin jika di Barat, orang mengeluarkan kata-kata cercaan dan hinaan merupakan fenomena biasa karena mereka mengamalkan kebebasan berpendapat.Tapi tidak bagi kita di Timur. Kebebasan bukan berarti tiada batasnya, tapi kebebasan berpendapat bermakna membebaskan diri daripada persoalan-persoalan yang mengarah kepada ketidakharmonisan hubungan masyarakat dan negara. Bukan kebebasan yang menganjurkan keburukan yang memprovokasi keadaan. Kebebasan adalah mengembalikan diri kepada kebaikan, yaitu saling nasehat menasehati perihal kebaikan dan kesabaran.

Sebenarnya, kesantunan bahasa mencerminkan integritas dan keutuhan internal pribadi seorang individu. Benar kata Habibie, jika orang menghina kita, anggap saja sebagai pujian karena mereka berjam-jam memikirkan kita, sedangkan kita tidak pernah sedetikpun memikirkannya. Kebesaran dan keharuman nama Habibie di Indonesia dan persada internasional jelas tidak terekam secara benar dalam diri Zainuddin Maidin. Meskipun kelihatannya dia telah mulai “berjinak-jinak” mencari tahu tentang Habibie, namun spekulasinya terlalu tinggi dan memberi kesimpulan yang kurang bijak dan salah.

Seyogianya, tulisan Maidin yang ditujukan kepada Habibie tidak perlu dibahasakannya secara kasar yang tidak mencerminkan reputasi sesungguhnya sebagai seorang mantan Menteri. Kitapun juga tidak perlu meresponnya dengan amarah yang luar biasa. Karena pada dasarnya, apa yang diungkapkannya itu juga membuktikan dia termakan oleh hasutan fobianya sendiri yang mengasumsikan martabat dirinya tidak jauh-jauh dari apa yang ditulisnya. Dalam hal ini, kita bisa sama-sama menimbang antara mana yang benar-benar negarawan dengan negarawan karbitan dan tiruan.

Wallahu A’lam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun