Mohon tunggu...
Syarbani UNUkase
Syarbani UNUkase Mohon Tunggu... Administrasi - Memajukan Gerak Langkah ke-Umat-an

Universitas NU Kalsel, kampus sedang berkembang di Banjarmasin. Punya 10 Prodi : Farmasi, Sipil, Arsitektur, TI, Planologi, Agribisnis, Akuntansi, Bahasa Inggris, Matematika dan PGSD

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam Era Jokowi dan Soeharto

25 Mei 2019   05:07 Diperbarui: 25 Mei 2019   08:41 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan ummat Islam, makin semarak. Tak ada larangan

Melihat keadaan tersebut, NU harus nyusun strategi. NU ngambil jalan tengah. Melalui Muktamarnya ke-27 di Situbondo (aJqtim) tahun 1984, NU menerima Pancasila sebagai Asas Tunggal. Ini semata untuk melanggengkan kelangsungan hidupnya, sehingga NU "takluk" dengan Soeharto.

Belakangan, mengikuti jejak NU, organisasi seperti MUI, Muhammadiyah dan ormas-ormas Islam pun juga ikut serta menerima Asas Tunggal. 

Selain itu, organisasi non-muslim pun, seperti Dewan Gereja Indonesia (DGI) juga ikut serta, meski harus merubah namanya menjadi PGI, Persatuan Gereja Indonesia. Sejak itu berlakulah Asas Tunggal. 

Mereka yang menolak, terpaksa menjadi organisasi "bawah tanah".  Mereka tak berani muncul ke permukaan, seperti main petak umpat. Gerakan dakwah dan sepak terjangnya cenderung sembunyi-sembunyi.

Beruntung kala itu ada media Islam, seperti Mingguan Panji Masyarakat (milik Buya Hamka), Bulanan Suara Mesjid (milik Ikatan Mesjid Indonesia), Serial Media Dakwah (milik Dewan Dakwah Indonesia), Harian Pelita (media PPP), dll nya. Itu pun beberapa kali ijin mereka dicabut. Bahkan disaat Sidang Umum MPR RI tahun 1978 itu tak kurang dari 7 media nasional terkemuka (termasuk Majalah Tempo dan Harian Kompas) tak diijinkan terbit. Tahun-tahun 1970-an, 1980-an dan 1990-an itu, merupakan tahun-tahun memprihatinkan bagi banyak pihak, termasuk juru dakwah. Mereka yang berani mengkritik pemerintah, siap-siap dicekal, seperti AH Nasution (alm). Bahkan ada juga yang masuk jeruji besi, seperti alm AM. Fatwa (untuk menyebut contoh).

Era Orde Baru itu tak ada ruang bagi PNS perempuan bisa berjilbab ke kantor. Apalagi Polwan, seperti sekarang. Tak ada Sholat Jumat di perkantoran. Apalagi ada Perda-perda keagamaan seperti hari ini. Mesjid-mesjid harus steril dari materi politik, walau para pendukung Orde Baru bisa (boleh) melakukannya.

Bandingkan hari ini. Dakwah Islam seperti kebablasan. Malah bebas sebebas-bebasnya. Sejak reformasi hingga sekarang, tak ada lagi kewajiban SID. Hizbuth Thahrir yang sejak tahun 1980-an menjadi organisasi bawah tanah pun bisa leluasa berdakwah, walau pun karena menyalahi kesepakatan berbangsa wadah ini sudah dibubarkan.

Dalam berdakwah, para juru dakwah pun kadang mencaci maki negara, termasuk aparatnya. Mereka tak hanya menyalahkan, bahkan mengkafirkan sesama muslim. Kegiatan dakwah menutup jalan raya pun biasa, bahkan dibantu pengamanan aparat negara.  

Bandingkan misalnya jika kita tinggal di Saudi Arabia. Tak akan ada kegiatan dakwah sambil menutup jalan raya. Tak akan ada juru dakwah yang berani mencaci Raja Salman, atau Putera Mahkota Pangeran Muhammad. Akhir tahun 2017 lalu (bulan September Oktober, kebetulan kami sedang di sana),  ada ribuan Imam Mesjid dan Penceramahnya diberhentikan negara, hanya karena dalam ceramah-ceramah mereka terindikasi faham radikal.

Beda dengan kita di nusantara ini. Khutbah para Khatib Jumat di kota-kota besar seperti Jakarta, materinya mencaci maki negara dan aparatnya. Itu sebabnya hasil penelitian terhadap khatib-khatib di Jakarta umumnya mereka dikategorikan telah terpapar faham radikalisme.

Ceramah agama di luar Mimbar Jumat pun setali tiga uang. Termasuk di TV dan media-media sosial, seperti di Youtube. Ceramah-ceramah mereka begitu bebasnya, tak ada larangan. Tak ada hambatan. Jadi, siapa yang bilang ummat Islam dipersulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun