Tiada gunung terlalu tinggi tiada laut terlalu dalam. Yess... Itulah cuplikan lagu yang membuat motivasi saya bekerja di PT.PLN (Persero) ini. Nama saya Landung Cahyono, PLN Angakatan 44 yang kini bertugas sebagai Junior Operator Gardu Induk di Muarateweh, Kalimantan Tengah sejak beberapa bulan lalu. Sebelumnya, setelah selesai magang di kota Palembang saya ditempatkan di AP2B kota Banjarbaru selama kurang lebih setahun. Selama setahun itu juga saya bertugas di berbagai kota seperti Semarang, Padang, Bangkanai. Amuntai, Batulicin, Sampit dan lainnya.
Sebenarnya sudah sangat wajar bagi para pegawai PLN berpindah-pindah tempat tugas. Karena PLN adalah Perusahaan Listrik Negara yang bertugas bekerja nyata terangi seluruh negeri ini. Menjaga pasokan listrik ke seluruh penjuru Indonesia termasuk daerah yang terpencil, terbelakang atau tetingal. Banyak orang yang beranggapan seperti “ Wow... Enak ya jalan-jalan keliling Indonesia dan dibayar lagi”. Namun, tugas kami tidaklah sesimple itu. Ada suka dan duka yang kami rasakan setiap menjalankannya. Biar di ending ceritanya tetap semangat dan bahagia, saya mulai dari sisi dukanya dulu ya bro... sis..
Duka pasti pahit, gak enak, dan gak mau ngerasain sebenarnya. Tapi yang namanya kita manusia punya hati, pikiran dan rasa sehebat-hebatnya sekuat-kuatnya kita mengatur ya terasa juga. Saya jelaskan satu persatu ya bro dan sis dari tingkatannya.
Pertama, duka pasti pahit, saya rasakan dari sisi keluarga yang tinggal jauh diseberang pulau yang paling padat penduduknya. Keluarga saya (Ayah, Ibu, Adik, Kakek, Nenek) berada di Surakarta, Solo yang terkenal dengan surga kuliner dan batiknya serta kental dan khas oleh budaya jawanya. Rutinitas yang saya lakukan untuk tetap keep in touch with them adalah dengan via telephone seminggu sekali. Sesekali video call, jika signal sedang bersahabat dengan baik. Harap maklum, jaraknya antar pulau dari Banjarbaru di Kalimantan Selatan ke Solo di Jawa Tengah. Tapi itu beberapa bulan lalu, sekarang saya posisi di Muarateweh di Kalimantan Tengah yang harus menempuh perjalanan darat hampir 10 jam dari Banjarbaru dan membuat aktivitas videocall yang hanya sesekali itu jadi tidak pernah karena signal yang semakin tidak bersahabat dan jual mahal.
Beda hal kalau ke Surabaya dimana jaraknya yang lebih dekat dari Solo. Jangan ditanya dari Banjarbaru ke Surabaya, semuanya (chat, phone, videocall) lancar tanpa hambatan sama seperti rasa dag dig dug debar jantungku ke jantung hatiku yand ada di kota pahalwan itu. Tetapi, sekarang sudah agak berbeda ceritanya.
Di Muarateweh, telephone bisa membuat pertengkaran bisa membuat fitnah. Ditelephone kadang gak aktif kadang sedang sibuk, yang telfon dari sana jadi berprasangka yang aneh-aneh jadinya padahal handphone nya stand by terus. Videocall yang biasanya lancar dan jernih dengan si dia sekarang mirip videocall dengan buronan yang suaranya dikasih efek sama wajah yang diblur, hehehe... Tapi, masih tetap harus bersyukur bisa contact dengan di dia meskipun jauh di mata namun dekat di hati, ciee...
Kedua, duka pasti gak enak. Saya yang bekerja jauh dari keluarga pastinya ketinggalan moment-moment tertentu dari keluarga. Saya hanya bisa mendengarkan cerita dari mereka lewat telephone. Moment bahagia yang diceritakan saya hanya bisa ikut tersenyum dan membayangkan saya berada disana. Tetapi, jika moment sedih yang saya dengar saya hanya terdiam dan merasa menyesal karena saya tidak dapat melakukan sesuatu tindakan langsung.
Ketiga, duka itu gak mau ngerasain sebenarnya tapi tetap terasa di kehidupan. Kalau rasa kangen dan rindu dengan mereka sudah memuncak di ubun-ubun. Saya harus merogok kocek lebih untuk beli tiket pulang menemui mereka disana untuk melepaskan kangen dan rindu. Pulang ke Solo mungkin sekitar 3 bulan sekali. Nah... ke Surabaya ini yang agak lumayan mondar-mandir, mungkin sekitar 1-2 bulan sekali dan lama-kelamaan terasa juga ongkosnya. Tapi, dari pada semakin parah rasa kangen dan rindunya saya berangkat saja temui si dia.
Tetapi dibalik semua duka yang pahit-pahit itu pasti ada terselip rasa manis-manisnya juga kok. Namanya juga hidup, selalu ada pembelajaran yang baru untuk membuat hidup kita jadi lebih baik. Diberi duka agar dapat mensyukuri dan merasakan rasa suka, begitu juga sebaliknya. Kalau rasa suka menjadi pegawai PLN manis-manis banget rasanya.
Menjadi pegawai PLN memiliki kebanggan tersendiri. Bukan hanya kita yang merasakan bangganya melainkan keluarga kita yang jauh disana. Membuat bangga orang tua dan keluarga adalah salah satu cita-cita sejak kecil. Dalam hal materi, saya dapat membantu keluarga saya. Berupaya membahagiakan dan meringankan beban mereka disana.
Pegawai PLN mendapat fasilitas yang lengkap dan berkualitas. Mendapatkan jaminan kesehatan bahkan setelah berkeluarga. Anggota keluarga yaitu istri dan anak-anak dapat ikut merasakan fasilitas tersebut.
Pegawai PLN yang berpindah-pindah tempat tugas membuat kita lebih memiliki berbagai macam pengalaman hidup. Belajar bersosialisasi dan beradaptasi dari berbagai macam lingkungan dan budaya sekitar. Menjadikan kita memiliki banyak relasi dan kolega dari berbagai macam daerah tersebut. Lebih mandiri dan dapat menempatkan diri dalam berbagai situasi.
Dari duka dan suka yang saya rasakan ini membuat saya lebih tau arti hidup dan semakin bersemangat. Menjalani rutinitas menjadi pegawai PLN dengan bahagia, bondo nekat disingkat dan lebih dikenal dengan bonek bagi masyarakat Surabaya, siap sedia dan membuktikan bahwa tiada gunung terlalu tinggi tiada laut terlalu dalam untuk kerja nyata ternagi negeri ini.
FB :Landung Cahyono
Twttr :@intankonie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H