Semasa duduk dibangku kelas I SMA dulu, kalau ada orang menanyakan cita – cita saya, menjadi pegawai PLN bukan cita-cita saya. Saya lebih memilih profesi lain. Hal ini dikarenakan saya takut listrik. Kalo bahasa Sibolga, Tapanuli Tengah bilang “ bekko takontak kok bamain listrik ”. Yang artinya awas korslet kalo bermain listrik. Karena masyarakat di tempat saya pada umumnya hanya kenal pegawai PLN yakni mereka yang suka manjat tiang listrik atau sering disingkat dengan BUPATI ( Buruh Panjat Tiang ). Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, saat – saat masa sekolah akhir, yakni kelas III, tiba – tiba PLN membuka lowongan pekerjaan bagi siswa berprestasi. Kebetulan sekolah saya mendapat kiriman surat tersebut. Saya berniat mengikuti lamaran itu karena saya penasaran dengan surat itu, ingin membuat orang tua saya bangga dan saya belum memutuskan untuk melanjutkan kuliah pada saat itu dikarenakan sesuatu hal. Saya mengumpulkan teman – teman saya yang berprestasi lainnya lalu kami mengikuti ujian lamaran tersebut
Berkat kerja keras dan doa kami, saya dan tiga orang teman saya dari sekolah lulus. Kami pun disekolahkan di Udiklat Padang selama setahun termasuk OJT ( On Job Training ). Tepat 1 Oktober 2009, saya menerima SK dan memiliki status yang sah sebagai pegawai PLN dan pengalaman menerangi negeri pun dimulai.
Saya ditempatkan di PLTA Sipansihaporas. Sebuah pembangkit listrik yang berada di Pembangkitan Sumatera Utara ( KITSBU ), Sektor Pembangkitan Pandan. Saya bertugas sebagai operator pada control room PLTA Sipansihaporas selama 5 tahun. 01 Sepetember 2014, saya menerima SK mutasi jabatan, menjadi JE ( Junior Engineering ) Pemeliharaan Listrik sampai saat ini pada PLTA yang sama.
Apapun yang kita lakukan, dimana pun itu, akan ada hal – hal yang tidak bisa kita lupakan. Beberapa hal yang sudah saya alami selama bekerja, listrik ternyata sangat penting. Listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik. Seperti di Indonesia, salah satunya adalah PLTA Sipansihaporas. PLTA Sipansihaporas berdaya 50 MW ( 50.000.000 watt ) dan prioritas pada peak load. PLTA ini bertipe cascade dan run of river yang memanfaatkan tiga air sungai utama. Curah hujan sangat mempengaruhi pola operasi PLTA Sipansihaporas ini. PLTA dapat beroperasi bukan Cuma pada peak load tapi juga base load apabila kondisi hujan dan volume air tetap mencukupi elevasi bendungan. PLTA sangat menginginkan volume air di bendungan selalu mencukupi agar unit selalu beroperasi.
Makanya pegawai PLN tidak pernah menginginkan adanya pemadaman listrik. Sebab kalau listrik padam, sia – sia jualah air yang digunakan untuk mengoperasikan pembangkit tersebut. Coba bayangkan, PLTA beroperasi, tapi listrik yang dikeluarkan tidak dipakai? Bagi pegawai PLN, khususnya PLTA, jangankan setetes air, setetes embun pun sangat berharga. Maka untuk itu, sebagai operator, saya wajib mengoperasikan unit dengan aman dan handal, sehingga tetap beroperasi dan mengasilkan listrik untuk siap dialirkan ke jaringan transmisi lalu ke konsumen oleh distribusi. Sebab PLTA terdiri atas peralatan utama dan peralatan bantu. Selama unit operasi kinerja dari masing – masing peralatan harus tetap dijaga agar operasi unit tidak terganggu. Sama halnya dengan sepeda motor yang sedang kita gunakan, agar tetap berjalan dengan mulus, si pengendara harus memperhatikan kondisi bensinnya, oli, baterai, lampu, dll.
Untuk menjaga kehandalan unit, serta memanfaatkan air dengan maksimal, saya dan teman – teman operator lainnya juga melakukan monitoring unit. Monitoring ini dilakukan dengan membawa logsheet dan turun ke PH ( Power House ). Power house merupakan bangunan tempat unit trubin – generator beroperasi. PH PLTA SIpansihaporas bergabung dengan control room, bertipe semi undergorund. Tiga lantai undergorund, dan Tiga lantai lagi upperground. Turun ke PH melakukan :
- Inspeksi visual
- Input data logshhet
Selama unit beroperasi, itu tetap dilakukan tiap jamnya. Saat melakukan monitoring unit di atas, dibutuhkan konsentrasi yang penuh. Kondisi PH boleh dikatakan menantang, sebab undergorund dan itu sangat terasa apabila kami monitoring pada malam hari. Kalau tidak konsentrasi dan hati – hati kami bisa merasakan suara kejutan pompa dan kompresor yang bekerja secara otomatis. Efeknya lumayan membuat terkejut dan kontraksi jantung meningkat, keringat pun bermunculan satu per satu. Walaupun kami sudah mengetahui hal – hal tersebut, akan tetapi konsentrasi itu tetap dijaga demi keamanan kami.
Lain halnya kalau standby di control room, kami tetap menjaga komunikasi yang baik. Komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal merupakan komunikasi sesama pegawai PLTA dan karywan lain, seperti satpam, antara Unit 1 dan Unit 2, control room dan tim har. Komunikasi eksternal yaitu komunikasi antar unit dengan pihak luar, seperti UPB, GI, dan pembangkit lain, seperti PLTU Labuhan Angin.
Keaktifan dan kesigapan seorang operator memang sangat dibutuhkan apabila saat terjadinya torubleshooting pada unit itu sendiri atau jaringan. Tak terbayangkan jika saat terjadi gangguan, komunikasi yang baik tetap dijaga, panggilan radio tak henti – hentinya berbunyi, disertai PLC dan HP. Hal ini terjadi karena semua pihak PLN, tidak menginginkan adanya troubleshooting. Bahkan, kalaupun hal itu tidak terhindar lagi, misalnya seperti gangguan alam, maka diusahakan trubleshooting itu cepat teratasi dan unit harus tetap beroperasi. Oleh karena hal inilah makanya operator harus aktif dan tetap menjaga komunikasi yang baik, jelas ketika diminta data unit. Belum lagi melakukan patrol check terhadap peralatan utama dan peralatan bantu yang harus dilakukan juga dengan konsentrasi full.
Sebab apabila salah melakukan keputusan yang berakibat fatal dengan salah menekan tombol atau salah mengopoperasikan peralatan, akibatnya akan fatal. Saat –saat seperti inilah terkadang waktu makan harus cepat, saat makan juga mata harus jeli melihat monitor, dan selalu siap mendengar panggilan. Bahkan telponan dengan sang kekasih juga harus off. Memang kondisi ini tidak selamanya terjadi. Akan tetapi, hal ini yang paling tidak diinginkan, khusunya semua pegawai PLN di negeri ini. Dengan beroperasinya unit secara terus – menerus, target kinerja, seperti CF ( Capacity Factor ) akan tercapai. Inilah yang harus dipertahankan seorang operator pembangkit listrik.
Sama halnya sebagai JE Pemeliharan Listrik pada PLTA Sipansihaporas atau sering disapa dengan Harlis ( Pemeliharaan Listrik ), saya tetap menerapkan konsentrasi, semangat dan keaktifan yang saya lakukan selama menjadi operator. Tak terasa saya sudah 2 tahun berpindah dari operator. Sedih???? Sudah pasti, karena operator merupakan tenaga kerja berharga pembangkit listrik dan saya bangga akan hal itu. Namun saya kembali beraktifitas dengan semangat, sebab menerangi negeri ini bukan hanya dengan satu cara, melainkan banyak cara atau hal – hal baru yang harus kita ketahui.