Setiap pertengahan bulan, kami selalu berpacu dengan deru sepeda motor melaju ke bandara.
“Itu ma.. itu ma.. itu pesawat nya!” teriak Cathrine sambil menunjuk pesawat yang persis melaju diatas kepala kami.
Makin kencang gas motor kutarik, mau sekencang apapun kutarik tetap saja di kecepatan 50 km/jam, maklum saja ketika Cathrine ada di boncengan sepeda motor entah kenapa sepeda motor ini tak bisa melaju lebih dari 50 km/jam.
Tibalah kami di Bandara, seperti biasa Cathrine selalu sigap menekan tombol Tiket parkir! Sesungguhnya dia belum bisa membaca, dia hanya mengenali dari warna hijau pada tombolnya.
“Perhatian..perhatian.. Pesawat udara Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 266 dari Kualanamu telah mendarat” suara dari pengeras suara Bandara
“Itu pesawat Papa,Nak! Sudah landing rupanya” ujarku sambil bergegas memarkirkan sepeda motor.
“Cepat ma.. cepat.. !! Oh iya, aku jalan dibelakang mama supaya nanti bisa surprise ma!” teriak Cathrine sambil memperagakan berjalan ala gerbong kereta.
Ya, Cathrine suka sekali memberikan surprise. Bagi dia itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri menjadi kejutan bagi orang lain, yang dia tahu pasti kalau orang itu sangat merindukannya. Jadilah kami berdua berjalan seperti rentetan gerbong kereta api, saya menjadi lokomotif dan Cathrine memegang pinggang saya persis seperti sambungan gerbong kereta.
Saya sejujurnya tidak suka berjalan seperti rangkaian gerbong kereta, bukan apa, saya takut ketika kaki Cathrine menginjak kaki saya dan BUMB! Aduh..duh..duh.. membayangkannya saja saya sudah lemas. Berjalan seperti cara ini tidak saya rekomendasikan untuk siapapun yang tidak punya spion apalagi yang berbadan besar seperti saya.. huehehe..
Tak lama kemudian datanglah seorang Pria bertubuh tinggi besar, berkulit sawo matang, lengkap dengan satu kantung plastik bolu meranti dan ransel hitam yang sudah mulai usang, entah kenapa setiap bertemu dengan pria ini rambutnya selalu dipangkas botak. Gara-gara style rambut yang selalu botak, Pria ini sering dikira aparat keamanan hahahaaa… ya lumayanlah jadi ga ada yang berani nanyain surat-menyurat kendaraan ama doi.. boro-boro ngasih surat tilang hihihi..
“Lho mana Cathrine, tidak diajak?” pria itu bergegas menghampiri saya sambil membopong ranselnya yang tampaknya cukup berat.
Nampaknya tubuh saya memang makin nyata membesar, ini terbukti dari si Pria itu tidak bisa melihat Cathrine yang bersembunyi di balik tubuh saya. Saya memberikan kode kepada si Pria dengan menunjuk arah belakang saya. Cathrine yang sedang sembunyi tersenyum-senyum geli menahan tawanya. Dia
senang sekali karena rencananya berjalan mulus, si Pria tidak tahu kalau ada seorang gadis kecil dibalik badan saya.
“Tarrrraaaaaaaa…. Ada Cathrine disini” teriaknya sambil bergegas berlari ke arah Pria itu.
Semenit kemudian yang ada hanya pemandangan Bapak dan anak yang melepas rindu. Cathrine menghujani Papanya dengan banyak ciuman dan pelukan. Mereka berlarian kearah pagar pembatas Bandara untuk melihat pesawat-pesawat yang sedang parkir, sesekali sambil menunjuk kearah pesawat sepertinya si Pria sudah lupa dengan beban berat di ranselnya.
**
Setelah penantian beberapa bulan akhirnya Pria yang disebut Cathrine “Papa” datang ke Palembang. Entahlah aku tak tahu menyebutnya dengan tepat antara datang atau pulang. Palembang, Kota tempat dimana Saya dan Cathrine bermukim. Hehe.. iya, benar sekali. Kami saat ini memilih untuk ‘terpisah ranjang’. Kurang lebih sudah hampir 6 tahun saya dan suami menjalani Long Distance Relationship, tepatnya sejak kami pacaran.
“Papa, Cuma dapat cuti 2 hari loh kita harus maksimalkan!” tegasnya sambil memacu sepeda motor.
Tentu saja saya sudah membuat itinerary lengkap kegiatan kami 2 hari kedepan. Dimulai dari membuka mata sampai kembali ke peraduan.
“Siang nanti kita ke kantor bentar, pas mama di kantor kalian ke Mall aja. Kelar kerjaan mama, kita lanjut ke Supermarket bentar. Besok Papa antar Cathrine sekolah, trus hari Sabtu kita antar Cathrine Lomba mewarnai, trus ke Skin care.. oh iya kita makan siang diluar aja. Next, ke sekolah musik Cathrine trus… bla..bla… “ ujarku tanpa henti.
“Oke ma.. mama atur aja ya. Pokoknya papa mau-nya sama Cathrine” ucapnya sambil memegang tangan Cathrine yang melingkar dipinggangnya.
Cathrine tersenyum puas. Pak Suami hanya bisa mengiyakan semua yang saya katakan, nampaknya dia sudah terlalu lelah untuk menawar permintaan saya, wajar saja untuk mengejar penerbangan pagi pak suami pasti kurang tidur semalam.
“Belok kanan depan pa.. ” ujarku mengingatkannya supaya tidak salah jalan.
Tiba di rumah, Cathrine langsung melompat dari sepeda motor berlari dengan girang ke dalam rumah, dengan tidak sabar dia memberitahu opungnya kalau papanya sudah tiba.
“Opuunnnngg, papaku yang ganteng sudah sampai, sinilah opunggg! Lihatlah dulu! “ teriaknya dengan kencang.
Saya dan Pak Suami tertawa melihat pola tingkahnya, bahagia luar biasa terpancar di wajahnya. Mungkin kalau dia punya toa pengeras suara, dia akan umumkan kepada semua orang kalau Papanya pulang.
Ini bukan hanya terjadi hari ini saja, ini terjadi berulang-ulang. Setiap Papanya pulang, dia akan kembali mengulangi selebrasinya seakan tak pernah bosan. Dia akan mengenalkan Papanya kepada setiap orang yang ditemuinya, ntah itu temannya, gurunya bahkan ibu-ibu tukang sayur yang nongkrong di belakang rumah.
**
‘Terpisah Ranjang’
Kami sudah menjalani Long Distance Relationship kurang lebih 6 tahun. Kami sadar betul ini konsekuensi yang harus kami jalani karena kami sama-sama memilih untuk tetap bekerja. Bukan tanpa alasan, kami memilih tetap bekerja tentunya dengan mempertimbangkan banyak hal.
Ada banyak pendapat diluar sana; ada yang bilang kami terlalu mementingkan diri sendiri, egois, tidak memikirkan anak, ada juga yang setuju dengan pilihan yang kami jalani, ada pula yang menyarankan supaya saya resign saja atau minta pindah atau apalah..apalah…
Sejujurnya kami tidak terlalu ambil pusing dengan segala pendapat orang diluar sana. Bukan kami tidak berusaha untuk berkumpul di satu rumah ya logika aja siapa mau menjalani rumah tangga yang satu di Utara Sumatera, yang satunya lagi di Selatan Sumatera. Kami sudah berusaha maksimal tapi mungkin sekarang belum waktunya. Toh, kami yang menjalani. Kami yakin semasa kami saling mempercayai dan saling mendoakan, hubungan ini akan tetap terus direstui Tuhan.
Satu tahun belakangan ini, Pak Suami saat ini hanya bisa pulang dipertengahan bulan saja,tidak se-fleksibel tahun-tahun sebelumnya. Setiap awal dan akhir bulan doi harus melakukan proses billing rekening. Belum lagi pekerjaan rutin harian yang harus dijalaninya. Prinsipnya, tugas yang diamanahkan harus dijalankan sebaik mungkin, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ga jarang juga kami dinomor duakan, tidak apa-apa asal jangan diduakan ajaaa… *tsahhhh*
Lalu bagaimana dengan saya? Saya juga telah memilih menjadi Working Mom, memulai aktivitas diluar rumah sejak pukul 07.00 wib dan kembali lagi ke rumah pukul 17.00 Wib.
Kami memilih untuk tetap menjalani ini karena lewat pekerjaan inilah kami dapat melayani dan berkarya. Menyaksikan senyum lebar setiap mata yang mendamba cahaya itu membahagiakan lho! Bonusnya kita juga jadi terus berkembang dan dapet penghasilan yang lumayan buat bekal hidup*kekep buku tabungan*.
Bicara tentang kerja nyata, Pak Suami yang saat ini dibagian Transaksi Energi lebih terasa ‘kerja nyata’ – nya oleh pelanggan dibanding saya. Yang tadinya rumahnya gelap, pas didatangi pak Suami eh terang benderang lagi.. Ini nih yang dikenal pelanggan dengan istilah ‘Tukang Listrik’ :D
Nah kalau pekerjaan saya yang notabene non teknik ga berdampak langsung pada setiap cahaya yang ada disetiap rumah e…tapi pekerjaan sehari – hari yang saya lakukan memastikan bahwa Bapak-Ibu-Mbak-Mas-Abang-Adek dapat terlayani dengan baik sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Terasa kan kalo PLN sekarang udah mulai berkurang pungli-pungli ataupun layanan yang tidak sesuai, eitss.. jangan dibayangin kalo saya yang menerbitkan aturan.. wkwkwkwk.. Masih Jauh! Saya membantu menyokong perusahaan dalam kapasitas saya sebagai pegawai, ya…. kalo didoain jadi Dirut saya juga ga nolak *ampun Pak Sofyan, saya blom niat jadi Balon Dirut kok* #eh
Sadaaar banget, saat ini Perusahaan tempat periuk nasi kami ini masih sering dikomplain layanannya tapi kami insan PLN optimis perusahaan ini akan semakin membaik ke depan. Banyak jiwa muda yang penuh dengan optimisme berada disini, ini hanya perkara waktu dan kesempatan.
So, Bapak-Ibu-Mbak-Mas-Abang-Adek bersabarlah dan doakanlah kami untuk mampu memenuhi harapan kalian. Ingatlah akan daku yg udah LDR 6 tahun demi melistriki setiap rumah, demi sesuap nasi serta biaya sekolah anak. *mendadak melankolis*
Bantu dan dukunglah kami! Tidak sulit, sekecil apapun sumbangsih pasti akan berdampak yuk kita mulai dengan tidak memberikan tips dan menebang pohon di lingkungan Anda yang sudah mendekati jaringan lsitrik *iklan dikit*
Kalo pelanggan senang, dikit yang komplain, Pak Suami bisa lebih sering pulang :D
**
Tidak terasa, 2 Hari berjalan cepat sekali.
Kembali kami melaju ke arah Bandara, kali ini tidak ditemani sepeda motor, terpaksa kami gunakan si roda empat karena cuaca sudah mendung. Nampaknya Langit pun mengerti apa yg kami rasakan hari ini.
Mendung.
Langit seakan turut bersimpati karena harus menyaksikan perpisahan Bapak dan Anak, Istri dan Suami.
“Papa, kerjanya jangan lama-lama. Cepat pulang lagi ya biar kita ke Palembang Bird Park” ucap Cathrine
“Iya nak, jangan bandel ya. Baik-baik sama mama. Belajar yang rajin ya ” balasnya
Cathrine mencium tangan Papanya yang bergegas akan memasuki Check in Counter, namun ketika papanya akan mencium keningnya, Cathrine berlari menjauh seakan tak ingin terlihat oleh papanya bahwa dia sedang menyeka air matanya.
Pak Suami memberikan kode supaya saya mendekati Cathrine. Saya melangkah mendekati Cathrine, Cathrine buru-buru menaikkan kembali bibirnya membentuk senyum sumringah seolah tak ingin ada orang yang tahu bahwa rintik hujan sudah lebih dulu turun di wajahnya.
“Hati-hati Papaaaaa… Good Bye! See you…! Janji pulang lagi bulan depan yaaaaa…. ” teriaknya sambil melambaikan tangan mengiringi langkah Pak Suami memasuki Check in Counter.
Semenit kemudian dia sudah menarik-narik baju saya, sudah saya tebak dia pasti mau Bakso Oasis. Baiklah, hujan begini memang enaknya makan yang hangat-hangat. Masing-masing semangkuk bakso lezat sudah menanti untuk disantap.
Waktu kembali bergerak, hari berganti, dan saya kembali memandangi kalender menanti tanggal yang pas untuk beli tiket pulangnya Pak Suami. :D

Iska Feranita Marpaung
PT PLN (Persero) Wilayah S2JB
Akun Fb : Iska Marpaung
Twitter : @iskamarpaung

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI