Mohon tunggu...
Hans Z. Kaiwai
Hans Z. Kaiwai Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih

Selanjutnya

Tutup

Money

Memilih Kepala Daerah: Suatu Pendekatan Ekonomi Perilaku

19 Maret 2017   04:07 Diperbarui: 19 Maret 2017   04:09 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemungutan suara pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak gelombang kedua, telah digelar pada tanggal 15 Februari 2017. Pada saat itu, masyarakat pemilih, yang menurut undang-undang berhak memilih, menggunakan hak pilihnya untuk menentukan siapa kepala daerah pada periode berikutnya.

Saat ini ada sejumlah daerah yang oleh KUPDnya telah memutuskan siapa pemenangnya. Namun ada juga daerah yang masih mempersengketakan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara untuk DKI Jakarta bakal memasuki putaran kedua pada 19 April 2017. untuk menentukan siapa pemenang diantara dua calon pasangan yang akan berkompetisi. Berkaitan dengan hal-hal tersebut untuk menentukan dan memilih kepala daerah, maka kita ingin mengetahui bagaimana pendekatan teoritis untuk menjelaskan perilaku orang dalam memilih, khususnya pendekatan ekonomi yang mendeskripsikan perilaku masyarakat untuk menentukan pilihannya.

Menentukan pilihan dalam PILKADA adalah suatu tindakan perilaku politik yang dapat dijelaskan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan sosiologi, misalnya, melihat pemilih sebagai kesatuan kelompok. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosial berupa kelompok rujukan, keluarga dan peran serta status sosial. Ada juga pendekatan komunikasi, yang fokus pada keterkaitan pemilih dengan media dan bagaimana mereka dipengaruhi.

Disamping itu, ada pendekatan psikologi sosial yang menekankan pada kelompok politik, khususnya partai politik, sebagai faktor penarik suara pemilih. Memilih dapat juga dijelaskan dengan pendekatan isu. Artinya, para pemilih menentukan pilihannya oleh karena mereka berpandangan bahwa salah satu kandidat lebih memiliki kapasitas untuk menjawab satu isu dibandingkan kandidat lainnya.

Sementara itu, pendekatan ekonomi dibandingkan pendekatan lainya tersebut lebih fokus pada satu isu, yaitu isu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ada hubungan antara keputusan politik (memilih) dan hasilnya berupa tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh masyarakat. Masyarakat akan menggunakan pertimbangan pribadi dan/atau keputusan sosial (pilihan bersama) tentang keputusan dan pilihan politik yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya dalam hal tingkat kesejahteraan masyarakat yang telah dirasakan.

Pilihan bersama

Selama ini pendekatan ekonomi menjelaskan bagaimana keputusan dibuat dengan mengamati perilaku individu dalam mengambil keputusan. Namun dalam perkembangannya teori ekonomi menyadari bahwa amatan perlu juga dilakukan terhadap perilaku sosial (atau bagaimana konteks sosial dalam keputusan individu). Jadi, tidak cukup hanya berbicara tentang keputusan individu yang biasanya diasumsikan rasional dalam bertindak untuk mencapai kepuasan yang maksimum, tanpa memperhatikan jaringan sosial (konteks sosial).

Dengan kesadaran ini, kini terbangun pemikiran dalam ekonomi perilaku (behavioral economics) yang mengamati perilaku masyarakat (perilaku individu dalam konteks sosial untuk mengambil keputusan), termasuk perilaku dalam memilih atau menggunakan hak politiknya. Dengan begitu, maka patut dipahami bahwa keputusan individu yang diambil oleh seseorang dalam PILKADA untuk menentukan arah pembangunan selanjutnya, tidak terlepas dari konteks sosial dimana seorang individu itu hidup dan merasakan hasil pembangunan yang ada.

Herbert Simon (1982), peletak dasar ekonomi perilaku (behavioral economics), mengatakan “pikiran kita harus dipahami ada hubungannya dengan lingkungan dimana kita terlibat. Keputusan tidak selalu optimal. Terdapat keterbatasan proses informasi pada manusia, karena keterbatasan pengetahuan (atau informasi) dan kapasitas untuk memperhitungkannya.” Artinya, manusia, dalam mengambil keputusan termasuk keputusan politik dalam memilih kepala daerah, memiliki keterbatasan dalam mengelolah informasi sehingga kadang-kadang keputusannya tidak optimal.

Disamping itu, ada sumbangan pemikiran ahli lainnya tentang bagaimana konteks sosial dan politik memengaruhi partisipasi politik masyarakat dan bagaimana jaringan sosial  berdampak pada suatu keputusan politik itu diambil. Meredith Rolfe (1971) menyarankan pentingnya mempertimbangkan konteks sosial dalam mengamati keputusan individu baik dalam partisipasi politik masyarakat maupun dalam hal memilih.

Dari kedua pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa pengambilan keputusan sosial (pilihan bersama) tidak hanya cukup berbicara tentang pengambilan keputusan individu. Yang dalam pendekatan teori ekonomi konvensional melihat individu adalah suatu entitas tersendiri sebagai satu individu, yang berorientasi pada kepuasan individu dan berperilaku berdasarkan informasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui sinyal dari pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun