Mohon tunggu...
Hizriansyah Al Hijr
Hizriansyah Al Hijr Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Bima

Public Health || Occupational Health and Safety || Health management information system || Environmental Health || Part of Nusantara Sehat, Papua || FB Id : Hizriansyah Al Hijr || IG id : hizriansyah_alhijr || Dena, Bima-NTB

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bertaya dalam Keterbatasan?! (#SKM dikebiri)

9 Mei 2016   20:30 Diperbarui: 9 Mei 2016   20:55 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarjana Kesehatan Masyarakat?! Iya, sebuah profesi yang selalu kita dengar dengan singkatan ‘SKM’!

Secara substansial profesi ini menyandang nama masyarakat, maka sewajarnya pola kerja profesi ini adalah untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat terutama dalam hal kesehatan. Profesi ini hadir bukan semata-mata hanya melihat seorang menjadi sehat (karena itu akan kembali pada pola hidup setiap individu) namun juga yang akan menganalisis, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan baik persoalan sarana prasaran dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah bahkan profesi ini pula hadir sebagai desain perencanaan bidang kesehatan. Profesi ini membawa semangat bahwa kesehatan tidak hanya tentang tenaga kesehatan, dinas kesehatan ataupun puskesmas namun semua lini harus terlibat didalamnya dan tidak terlepas poin pentingnya masyarakat itu sendiri.

Disini mereka hadir diamanahkan untuk menyuarakan dan mengedapankan pola promotif dan preventif dalam memperjuangkan perubahan perilaku seseorang agar mau dan mampu merubah perilaku lebih baik, dengan prinsip bahwa ‘mencegah itu lebih baik dari pada mengobati’. Sebuah kata ‘paradigma sehat’ yang menjadi gagasan dalam perjuangan yang selalu akan didoktrin kepada berbagai pihak mulai dari personal individu, tingkat rumah tangga hingga pada seluruh masyarakat dinegeri ini untuk mewujudkan Indonesia sehat. Maka tak perlu heran jika beberapa hari yang lalu ratusan mahasiswa kesehatan masyarakat (Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia) turun kejalan melakukan aksi unjuk rasa penolakan pameran World Tobacco Proccess and Machinery (WTPM) di ibu kota.

Sadar atau tidak sadar, perlu diketahui bahwa membangun kesehatan tidak akan pernah mampu terselesaikan jika hanya berkutat pada persoalan pengobatan di layanan kesehatan dan juga hanya dikerjakan oleh orang-orang kesehatan namun untuk mewujudkan masyarakat yang sehat perlu membangun paradigma sehat dengan mengedepankan proses pencegahan dan juga keterlibatan berbagai pihak. Tidak mudah memang tetapi para SKM hadir untuk memperjuangkan itu. Setiap indivudu mempunyai cara pandang, tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang berbeda-beda, terlepas dari itu semua para SKM hadir dengan moral dan integritasnya tanpa mendiskrimasidiantara para subjek untuk mendoktrin, melibatkan, membangun dan berinvestasi bersama-sama dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera.

Seyogyanya, profesi ini hadir untuk dimanfaatkan tenaganya agar mampu melakukan pemberdayaan, mengajak dan membangun keterlibatan masyarakat agar mau dan mampu bersaama-sama memperjuangkan dan membangun kehidupan yang sehat demi mewujudkan masyarakat yang sehat pula. Dalam dunia akademik tentu diajarkan betapa pentingnya sebuah data dalam penunjang segala kegiatan dan dari itu pula tentu mampu menggambarkan kebutuhan dan harapan yang ada pada masyarakat itu sendiri. Data adalah alat yang sangat penting dalam pembangunan termasuk dalam membangun kesehatan. Dan tentu, para SKM juga mempunyai tanggungjawab moral dalam hal ini sebagai acuannya.

Lalu bagaimana dengan SKM yang dibatasi ruangnya?

Dimana pandangan seorang pimpinan hanya melihat bahwa loyalitas seorang SKM terlihat apabila dia hanya mengabdikan dirinya dalam wilayah kerja puskesmas, tanpa melihat potensi dan kesempatan yang diberikan pada pribadi SKM itu sendiri diluar itu. SKM yang dengan kapasitasnya hanya sebagai tenaga sukarela yang tentu bekerja dibawah aturan yang berlaku namun tidak diberikan kesempantan dalam pengembangan dirinya?! Dituntut bekerja dengan loyalitas tinggi namun tidak digaji? Mendapatkan kesempatan untuk terilbat dalam melakukan riset kesehatan dalam skala kabupaten namun demikian dianggap tidak loyal?!

Iya benar! Bekerja bukan sekedar persolan gaji, tetapi bukankah seseorang juga membutuhkan yang demikian untuk tetap mampu bertahan hidup?! Mereka hadir sebagai sarjana muda yang memiliki kompetensi dibidangnya dan bukan mahasiswa magang! Bukankah pemerintah mempunyai kewajiban dalam memberikan pekerjaan yang layak untuk masyarakatnya?! (kita abaikan persoalan ini, karena bukan persoalan ini yang ingin saya tulis!)

Pada dewasa ini, kita paham bahwa ada berbagai macam tenaga yang ada di instansi-instansi mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dulu disebut PNS, Pegawai dengan kontrak pusat, pegawai dengan kontrak daerah maupun kontrak dari dinas terkait itu sendiri, namun beberapa tahun terakhir hadir pula Tenaga sukarela. Iya tenaga Sukarela!

Bagaimana aturan mengikat para tenaga sukarela ini?!

Bagaimana persoalan kata ‘Loyal’ untuk mereka?!

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang saya baca, loyal itu patuh, setia, taat dan tunak. Dalam hal ini tentu setiap karyawannya perlu bersama-sama membangun komitmen, pengorbanan dalam mewujudkan Value, visi dan Misidan masing-masing karyawannya pun dituntuk untuk mengikuti petuahpemimpinnya. Dalam pandangan saya, tentu mereka yang digaji setiap bulan oleh pemerintah dengan uang Negara (ASN, PTT Pusat, PTT Daerah) maka mereka-mereka dengan profesi tersebut oleh para legislatif dan eksekutif dimasing-masing daerah bahkan ditingkat pusat negeri ini telah mendesain sedemikian rupa terkait tugas, fungsi, kemanfaatan dan perannya dalam membangun kesejahteraan masyarakat dinegeri ini. Dalam tugasnya, jelas rutinitasnya tak boleh terlepas dari sebuah aturan yang berlaku.

Lalu bagaimana dengan kehadiran tenaga sukarela?!

Sekali lagi, Bagaimana aturan untuk mereka berfungsi?!

Bagaimana aturan tersebut mengikatnya?!

Bagaimana arti loyalitas untuk mereka?!

Apakah para sarjana muda ini pandang sama dengan mahasiswa magang?!

Keadaan ini mengingatkan saya pada sepenggal kalimat yang dituliskan saudara Arif Rahma di kompasiana.com“Pegawai atau sekedar penggangguran Berseragam?”. Ini cukup sedikit menjawab pertanyaan saya dalam keterbatasan ini.

Sebagai SKM mereka diamanahkan untuk mampu memperjuangkan hak kesehatan pada setiap masyarakat dan sewajarnya pula mereka bekerja melibatkan diri dan bersatu dengan masyarakat. Bagi saya, saya cukup terinspirasi akan sebuah semboyan profesi ini “Public Health Warriors”. Iya…! Menjadi Prajurit Kesehatan Masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka untuk hidup sehat.

Lalu bagaimana dengan SKM dalam kapaistasnya sebagai tenaga sukarela yang tenaganya tidak dilibatkan secara masif dalam pemberdayaan masyarakat namun oleh pimpinan tidak berikan ruang untuk melibatkan diri dengan masyarakat?!

Tentu kita paham bahwa terdapat kekurangan sumber daya yang ada dipuskesmas baik itu program maupun pembiayaannya. Dengan keadaan ini, saya selalu mencoba untuk ikut berkompetisi dalam setiap peluang yang saya dapatkan informasinya, jangan bertanya sudah berapa banyak kegagalan-kegagalan yang saya lewati dalam hal ini (Sedikit curhatan tentang saya yang beberapa hari lalu di pecat karena mengikuti riset kesehatan!)

Alhamdulillah Pada kesempatan kali ini saya dihantarkan sampai pada bergabungnya dengan tim Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia untuk menjadi Enumerator dalam Survey Penggunaan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang dengan penempatannya di daerah saya tinggal (Pemantauan dan evaluasi). Saya pikir ini adalah salah satu jalan saya untuk mewujudkan ekpektasi saya sebagai SKMersyang dalam mengaplikasikan ilmunya sangat erat kaitannya dengan dua hal; yaitu ‘kesehatan’ dan ‘masyarakat’.

Dalam hal ini sudah jelas, bahwa kesehatan masyarakat adalah suatu hal yang penting dan harus diperjuangkan. Namun, ketika berhadapan dengan institusi, terlebih jika yang bersangkutan adalah tenaga sukarela, maka seolah-olah ada perlakuan yang tidak adil, seolah-olah tenaga sukarela yang berbasis sarjana kesehatan masyarakat ini dikebiri kemampuannya. Tidak diindahkan keinginannya untuk mengembangkan diri lebih baik lagi demi terciptanya warga masyarakat yang semakin sehat dan sejahtera. Padahal dua kegiatan ini (pengabdian dan survey) adalah dua hal yang seharusnya, menurut saya, bisa saling melengkapi satu sama lain.

Apapun konsekuensinya, ketika kesempatan yang menghantarkan saya kesini tidak diindahkan bahkan “diancam” untuk dikeluarkan dari instansi ini, saya tetap melakukan pada prinsipnya kenapa profesi kami “SKM” hadir dinegeri ini. “Kesempatan” adalah rezeki yang tak disadari, dan dalam kesempatan ini saya mempunyai tanggungjawab moral dalam menghadirkan kualitas data yang ada dimasyarakat sebagai penunjang dan referensi dalam pengambilan kebijakan. Tentu ini bagi saya sangat penting dalam membangun kesehatan dan menemukan potensi serta akar permasalahan yang ada sehingga dari pemerintahpun (pengambil kebijakan) mampu mengahdirkan program-program yang membangun dan sesuai permasalahan dan dibutuhkan masyarakat setempat.

‘Kesempatan’ adalah ‘rezeki yang tak disadari’. Saya percaya bahwa ini adalah jawaban setiap doa-doa itu. Iya setiap doa-doa itu! Di setiap bentangan sajjadah, setiap sujud, setiap salam ditahiyatul akhir, setiap para muadzin masjid megumandangkan lagu-lagunya dan setiap nyanyian sepi yang selalu dinyayikan oleh jangkrik-jangkrik rumah saya. “Kesempatan” adalah sosok doa yang selalu saya lontarkan disetiap doa-doa itu.

Dan saya termotivasi oleh passionsenior SKM saya pak Agung Dwi Laksono “ini tugas berat, tentu saja! Karena itu kita ada”. Disini kami hadir untuk membangun health for all dan jika kesempatan untuk melibatkan diri dengan masyarakat itu salah, maka hilanglah hikmah dan amanah yang melekat dalam nama ini. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun