Mohon tunggu...
Hizkia Roland Prawyra Sitorus
Hizkia Roland Prawyra Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, Saya Hizkia Roland Prawyra Sitorus. saya seorang mahasiswa di Universitas Negeri Medan dengan Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Menulis adalah cara saya mengekspresikan kekhawatiran dari dalam diri saya. Tulisan-tulisan ini saya buatkan dengan data-data serta realita yang sebenarnya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mahasiswa Wajib Membaca Buku, Apakah Dosen Wajib Menjual Buku?

1 November 2024   08:00 Diperbarui: 1 November 2024   08:12 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Library Date | Pinterest

Binjai, 31 Oktober 2024. 

Membaca buku adalah kunci untuk membuka jendela dunia, tetapi apakah mahasiswa hanya cukup menjadi pembaca setia, ataukah mereka juga harus menjadi konsumen aktif dari karya-karya yang dihasilkan oleh dosen mereka? 

Dalam artikel ini, kita akan membahas pertanyaan menarik: "Mahasiswa Wajib Membaca Buku, Apakah Dosen Wajib Menjualnya?

Berdasarkan data UNESCO, penduduk Indonesia hanya 0,001% dari populasi Indonesia yang memiliki minat membaca dengan artian hanya ada 1.000 orang hanya ada 1 orang yang aktif membaca. Sementara, Badan Pusat Statistik mengatakan bahwa hanya ada sekitar 10% penduduk Indonesia yang rutin membaca buku. 

Selanjutnya, peringkat literasi global Indonesia hanya mampu menduduki peringkat 62 dari 72 negara dalam hal literasi berdasarkan survei PISA yang dilakukan pada tahun 2019 yang lalu. Yang menjadi pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi? 

Kemendikbudristek, 2022 melaporkan setidaknya ada 9,32 juta orang yang menduduki bangku perkuliahan ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 4,02% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,96 juta orang. 

Seberan Mahasiswa tersebut mencakup pada 4,49 juta orang berada pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS), 3,38 juta orang berada pada Perguruan Tinggi Negeri, 1,25 juta orang berada pada Perguruan Tinggi Keagamaan (PTA), dan 198.268 berada pada Perguruan Tinggi Kedinasaan. 

Serta tersebar pada beberapa jenjang pendidikan diantaranya, Sarjana (S1) sebanyak 7,83 juta orang,  Diploma 3 (D3) sebanyak 607.288 orang, dan Magister (S2) sebanyak 351.892 orang. 

Source : California's Radical Indoctrination 
Source : California's Radical Indoctrination 

Mahasiswa adalah individu yang sedang menempuh pendidikan di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, sekolah tinggi, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. 

Secara umum, mahasiswa memiliki status yang diberikan kepada mereka yang terdaftar dan mengikuti proses pembelajaran di institusi pendidikan tinggi. 

Mahasiswa memang diwajibkan untuk membaca buku, hal yang mendasari pernyataan tersebut ialah untuk meningkatkan dan memperluas wawasan mahasiswa di bidang akademiknya dan melatih naluri berpikir mahasiswa untuk dapat berpikir kritis. 

Selain itu, mahasiswa juga dibentuk untuk menjadi  seorang yang memiliki banyak refrensi guna menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di bidang akademiknya maupun saat proses penulisan karya-karya ilmiah yang dibuatnya. 

Sehingga dengan membaca mahasiswa dapat percaya diri dan mampu memberikan argumentasi yang rasional dan valid ketika sedang berdiskusi maupun berdebat dalam kajian akademik.

Akan tetapi, dengan dasar mahasiswa wajib membaca buku. Belakangan ini banyak ditemukan kasus-kasus di dunia perkuliahan mengenai malapraktik penjualan buku yang dilakukan oleh beberapa oknum-oknum dosen kampus. 

Oknum dosen memperjual-belikan bukunya kepada mahasiswa dan mahasiswa diwajibkan membeli bukunya tersebut, apabila ditemukan oleh oknum dosen tersebut bahwa adanya mahasiswa yang tidak membeli bukunya, maka mahasiswa itu akan mendapat sanksi berupa nilai E dari oknum dosen dan harus mengulang mata kuliah di semester depan. 

Faktor penyebab terjadinya malapraktik penjualan buku yang dilakukan oleh para oknum dosen tersebut adalah karena kurangnya kesadaran hukum. 

Padahal, jelas tertulis pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.2 Tahun 2008 Tentang Buku. Dijelaskan pada pasal 11 bahwa pendidik dilarang menjual buku, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Namun dengan adanya Undang-Undang yang tertulis tersebut, tetap saja oknum dosen melakukan tindakannya demi meraup penghasilan tambahan dan menguntungkan dirinya. 

Mahasiswa yang mendapati tekanan dari oknum dosen tersebut tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya menuruti keinginan daripada oknum dosen tersebut dengan alasan "takut mendapat nilai buruk dan malu mengulang mata kuliah." Jika dilihat dari latar belakang mahasiswa, sebagian dari mahasiswa tersebut adalah anak rantau.

 Mereka rela jauh-jauh menempuh pendidikan tinggi meninggalkan orangtua mereka di kampung halaman hanya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan balik dari rantauan sebagai seorang yang memiliki gelar. Belum lagi dari sebagian mahasiswa tersebut berasal dari latar belakang ekonomi yang tidak mampu. 

Lantas, apa tindakan yang tepat untuk mahasiswa dapat terlepas dari tekanan ini?

Banyak cara dapat dilakukan akan tetapi jika cara itu di implementasikan, mahasiswa juga mempertimbangkan dirinya dan perkuliahannya ke depan. 

Seperti, jika mahasiswa melakukan tindakan dengan cara mencari sumber alternatif lain seperti meminjam buku di perpusataan yang sejalan pada mata kuliah si oknum dosen yang menjual bukunya ini tadi, si oknum dosennya akan berkata bahwa refrensi pada buku tersebut tidak cukup relevan dan tidak sesuai dengan perkuliahan pada mata kuliah yang dia ajarkan. 

Selanjutnya, jika mahasiswa membentuk aliansi organisasi kampus di setiap fakultasnya untuk melakukan gerakan atau aksi penolakan penjualan buku yang dilakukan oleh oknum kampus, maka ada kemungkinan terjadi intervensi dari antara sesama oknum untuk bersatu juga dan melobby beberapa pihak petinggi kampus untuk menolak mahasiswa ini melakukan aksi tersebut dan mencari pimpinan yang menggerakkan aksi tersebut lalu memberikan sanksi yang berat padanya.

 Kemudian, jika mahasiswa menyuarakan kegelisahannya lewat sosial media, artikel, ataupun media lain. Tetap juga ada perlawanan dan aksi pembelaan yang dilakukan oleh oknum dosen tersebut dan menyatakan seolah-olah bukan dirinya  yang salah tetapi mahasiswanya yang salah.

Banyak carapun dilakukan mahasiswa tetap saja salah. Oleh karena itu tetaplah bersuara, tetaplah berdiri tegak, mahasiswa adalah pilar negara. Ingatlah selalu apa yang dikatakan oleh Bung Karno. "Bersatulah, hai seluruh pelajar Indonesia, Bersatulah!"

Mari Bersatu untuk menyuarakan hak-hak kita sebagai mahasiswa.

Hidup Mahasiswa....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun