Piala Dunia 2022 telah usai hampir tiga bulan yang lalu, Timnas Argentina berhasil keluar sebagai juara setelah mengalahkan Prancis di final melalui adu penalti. Piala dunia tersebut menjadi spesial karena Qatar sebagai tuan rumah di edisi piala dunia tersebut menjadikan piala dunia untuk pertama kalinya diselenggarakan di timur tengah.
Selain itu, gelaran piala dunia yang biasanya diselenggarakan pertengahan tahun (Juni – Juli) harus digeser pada akhir tahun (November – Desember) karena pertimbangan cuaca musim panas yang tinggi di Timur Tengah jika diselenggarakan pada pertengahan tahun.
Momen-momen selama berlangsungnya Piala Dunia 2022 belum bisa langsung dilupakan begitu saja. Banyak isu-isu kontroversial yang mencuat selama perhelatan ajang 4 tahunan tersebut.
Mulai dari Isu larangan dukungan LGBT yang diprotes oleh para pemain Timnas Jerman, larangan penjualan bir di stadion, isu pelanggaran HAM pekerja migran selama masa pembangunan infrastruktur Piala Dunia, hingga isu penonton bayaran untuk meramaikan event tersebut.
Piala Dunia 2022 yang menjadi piala dunia terakhir yang diikuti 32 tim ini akhirnya ditutup secara spesial oleh Lionel Messi yang berhasil membawa Tim Tango keluar sebagai juara dan sepertinya menjadi jawaban atas pertanyaan besar publik terkait siapakah pemain terbaik dunia antara Messi atau Crsitiano Ronaldo yang mana capaian dan prestasi kedua pemain tersebut selalu mendominasi persepakbolaan dunia hampir dua dekade belakangan ini.
Terlepas dari isu-isu kontroversi yang telah disebutkan di atas, terdapat hal teknis di dalam lapangan yang menjadi sorotan juga. Hal tersebut ialah terkait waktu tambahan atau yang biasa disebut injury time yang mana pada edisi piala dunia 2022 tersebut terasa lebih lama dari pertandingan-pertandingan sepak bola lain sebelumnya.
Berdasarkan catatan Opta, perusahaan asal Inggris penyedia analisis data pertandingan-pertandingan 30 jenis olahraga di 70 negara, mencatat bahwa 3 pertandingan putaran pertama babak penyisihan grup memecahkan rekor waktu tambahan terlama (sejak 1966) yang mana semuanya terjadi pada hari pertandingan yang sama, yaitu:
- Grup B: Inggris vs Iran (babak pertama) selama 14 menit 8 detik
- Grup B: Inggris vs Iran (babak kedua) selama 13 menit 8 detik
- Grup B: Amerika Serikat vs Wales (babak kedua) selama 10 menit 34 detik
- Grup A: Senegal vs Belanda (babak kedua) selama 10 menit 3 detik
Secara harfiah, injury time dapat diartikan sebagai "waktu cedera". Menurut Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB), pengertian injury time adalah waktu tambahan yang diberikan wasit karena adanya gangguan yang menyebabkan permainan sepak bola terhenti sebentar, salah satunya adalah karena ada pemain yang mengalami injury atau cedera. Nama lain dari injury time adalah additional time atau stoppage time
Dalam “Laws of The Game IFAB”, ada beberapa kejadian yang bisa menjadi pertimbangan bagi wasit untuk menentukan durasi atau lama injury time. Aturan soal injury time tertuang dalam pembahasan “The Duration of the Match IFAB”. IFAB menyebut injury time sebagai kompensasi yang diberikan oleh wasit pada setiap babak untuk semua waktu yang hilang pada babak tersebut. Hilangnya waktu tersebut bisa terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
- Pergantian pemain
- Penilaian (pemain cedera) termasuk mobilisasi pemain yang mengalami cedera
- Adanya pemain yang membuang-buang waktu
- Pemberian sanksi disipliner kepada pemain, misal kartu kuning atau kartu merah
- Penghentian pertandingan untuk minum (yang tidak boleh lebih dari satu menit) atau atas dasar pengobatan yang telah diizinkan oleh aturan kompetisi
- Penundaan terkait dengan pemeriksaan dan tinjauan Video Assistant Referee (VAR), yang mana sudah diterapkan sejak Piala Dunia 2018
- Penyebab lainnya yang bisa menyebabkan penundaan waktu secara signifikan, misalnya selebrasi gol
Untuk memberikan tanda durasi injury time pada setiap babak, wasit keempat akan menunjukkan waktu tambahan yang ditentukan oleh wasit pada menit akhir setiap babak. Dalam penerapannya, wasit dimungkinkan untuk meningkatkan atau menambah durasi injury time, tetapi tidak bisa mengurangi.
Kembali ke Qatar 2022, sosok dibalik lamanya waktu injury time pada pertandingan piala dunia 2022 tersebut ialah Pierluigi Collina. Legenda wasit Liga Italia era 90an yang dikenal sangat tegas tersebut memprakarsai aturan perhitungan injury time yang baru tersebut. Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Komite Wasit FIFA sejak 2017 ini menjabarkan alasannya.
Collina cukup kesal bila terdapat pemain dalam tim yang sedang unggul gemar buang-buang waktu ketika dalam pertandingan, seperti berpura-pura terkapar cedera, pemain keluar berjalan santai menuju bench ketika pergantian pemain, melakukan ancang-ancang lemparan ke dalam atau tendangan gawang terlalu lama, dan hal-hal lain yang menjurus kepada buang-buang waktu. Belum lagi perayaan gol yang bisa memakan waktu satu sampai setengah menit hingga dimulainya kembali proses kick-off.
Hal tersebut disinyalir dapat merugikan tim lawan yang ingin mencetak gol dan mengejar ketertinggalan bahkan dapat merugikan penonton yang telah membayar tiket demi menonton sepakbola yang diharapkan dapat benar-benar dimainkan selama 90 menit bukan untuk menonton hal-hal yang lain di lapangan.
Bahkan Collina menyatakan bahwa aturan injury time yang lebih akurat tersebut sudah mulai diterapkan sejak Piala Dunia 2018 yang lalu sejalan juga dengan penerapan VAR. Itulah mengapa pada di beberapa pertandingan yang diselenggarakan di Russia tersebut terdapat waktu tambahan selama enam, tujuh, bahkan delapan menit meskipun tidak semasif pada Piala Dunia 2022.
Melihat diterapkannya perhitungan yang lebih akurat yang berarti bahwa waktu tambahan yang diberikan menjadi lebih lama membuat momen-momen krusial yang biasa terjadi ketika masa injury time tersebut menjadi semakin besar kemungkinannya terjadi.
Dalam masa injury time, yang mana biasanya tensi dalam pertandingan menjadi tinggi, acap kali terjadi gol-gol yang mengejutkan karena biasanya terdapat tim yang hilang fokus dan tim lawan yang benar-benar memanfaatkan waktu tersisa secara efektif. Kesiapan mental para pemain benar-benar diuji dalam masa injury time.
Drama gol mengejutkan yang terjadi pada masa injury time tak jarang menjadi penentu hasil akhir pertandingan entah itu menjadi gol penyeimbang kedudukan (untuk kemudian terpaksa dilanjutkan hingga babak tambahan jika terjadi di fase gugur), serta menjadi gol kemenangan.
Masih ingat dengan pertandingan babak 16 besar Piala Dunia 2018 antara Belgia dengan Jepang? Pertandingan tersebut patut dikenang karena gol yang dicetak punggawa Belgia, Nacer Chadli pada masa injury time di menit 90+4’ menjadi gol penentu kemenangan Belgia secara comeback atas Jepang dengan skor 3-2 yang mana Belgia sempat tertinggal 2 gol terlebih dahulu.
Pada tulisan ini, Penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap pengaruh bertambah lamanya injury time yang diterapkan pada Piala Dunia 2018 dan 2022 terhadap peningkatan terjadinya gol pada masa injury time yang kemudian dibandingkan dengan tiga edisi piala dunia sebelumnya (2006, 2010, dan 2014) yang belum menerapkan aturan baru tersebut.
Dilihat dari Gambar 1, pada edisi Piala Dunia (PD) 2006, PD 2010, dan PD 2014 memiliki persentase jumlah gol yang terjadi pada masa injury time terhadap dengan total jumlah seluruh gol sepanjang turnamen masing-masing edisi berturut-turut adalah sebesar 8,2% (2006), 4,8% (2010), dan 9,4% (2014), yang mana untuk ketiga edisi tersebut persentasenya di bawah 10%.
Hal tersebut berbeda sejak aturan injury time Collina yang diterapkan pada Piala Dunia 2018 dan 2022 yang mana persentase terjadinya gol pada masa injury time meningkat menjadi lebih dari 10%, yakni sebesar 12,4% pada 2018 dan 12,2% pada 2022.
Dari gambaran grafik pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa terdapat pengaruh aturan baru Pierluigi Collina yang membuat bertambah lamanya masa injury time terhadap peningkatan terjadinya gol pada masa injury time yang awalnya berkisar 4,8% - 9,4% menjadi sebesar 12,2% - 12,4%.
Jika melihat sebaran gol injury time untuk masing-masing babak (babak 1, babak 2, extra time (ET) 1, dan ET 2), pada Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa dari 5 edisi piala dunia terakhir, gol-gol pada masa injury time sebagian besar (lebih dari 50%) terjadi pada penghujung babak kedua atau di menit ke-90 lebih.
Hal tersebut wajar karena pada penguhujung babak kedua biasanya menjadi masa krusial penentuan kemenangan suatu pertandingan pada waktu normal (2 x 45 menit), sehingga meningkatkan agresivitas pemain untuk mencetak gol bila dibandingan dengan injury time masa babak pertama yang mana hampir semua pemain sudah berfokus untuk menyambut jeda turun minum dan masih memiliki kesempatan bermain 45 menit lagi di babak kedua.
Terjadinya gol pada masa injury time di babak tambahan (extra time) minim terjadi karena tidak semua pertandingan berlangsung hingga babak tambahan (terjadi hanya untuk pertandingan fase gugur yang berakhir imbang di waktu normal).
Faktor kelelahan pemain setelah bermain 90 menit juga dapat memengaruhi tingkat agresivitas mencetak gol di babak tambahan dan lebih memilih untuk mempertahankan kedudukan hingga babak adu penalti.
Berbicara terkait gol-gol yang terjadi pada masa injury time terutama yang terjadi pada menit ke-90 lebih yang menjadi gol penutup pertandingan di waktu normal, terdapat gol-gol yang menjadi penentu hasil pertandingan, seperti gol Chadli yang menjadi penentu kemenangan Belgia atas Jepang di Babak 16 besar Piala Dunia 2018 yang lalu, atau bahkan gol rekrutan baru Manchester United, Wout Weghorst, yang dicetak pada menit 90+11’ yang berhasil membantu Belanda menyamakan kedudukan dan memaksa Argentina bermain hingga babak tambahan pada pertandingan perempat final Piala Dunia 2022.
Berikut pada Gambar 3 disajikan persentase gol-gol yang terjadi pada masa injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan yang mana semuanya terjadi pada penghujung babak kedua (90+...’) yang berarti menjadi penentu pertandingan di waktu normal (2 x 45 menit).
Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa persentase jumlah gol injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan tertinggi terjadi pada edisi Piala Dunia 2018 dengan persentase sebesar 52,4%, yang mana 11 gol penentu hasil akhir dari 21 gol injury time tersebut 7 gol menjadi gol penentu kemenangan dan 4 gol lainnya sebagai gol penyeimbang kedudukan.
Sejak diterapkannya peraturan baru mengenai lama waktu injury time pada PD 2018, persentase gol injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan memang meningkat menjadi 52,4% sejak 3 edisi sebelumnya hanya sebesar 25% (2006), 28,6% (2010), dan 37,5% (2014).
Namun pada edisi PD 2022 yang juga sudah menerapkan aturan injury time yang baru bahkan waktunya lebih lama lagi, persentase gol injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan justru menurun menjadi sebesar 19% saja (menjadi yang terendah).
Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa aturan tambahan waktu yang baru tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap persentase jumlah gol injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan.
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa sejak diterapkannya aturan tambahan waktu Pierluigi Collina pada Piala Dunia 2018 dan 2022 memberikan pengaruh terhadap peningkatan terjadinya gol pada masa injury time bila dibandingkan dengan tiga edisi piala dunia sebelumnya (2006, 2010, dan 2014).
Namun menyoal terkait gol penentu hasil akhir pertandingan, aturan Collina tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap persentase jumlah gol injury time yang menjadi penentu hasil akhir pertandingan.
Sebagai catatan akhir, tulisan ini hanya terbatas pada aturan baru mengenai tambahan waktu yang baru diterapkan di dua edisi piala dunia terakhir (2018 dan 2022) yang kemudian hanya dibandingkan dengan 3 edisi piala dunia sebelumnya (2006, 2010, dan 2014) sehingga kesimpulan yang disampaikan bersifat terbatas.
Patut ditunggu bagaimana gol-gol injury time terjadi pada piala dunia edisi-edisi yang akan datang sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H