Mohon tunggu...
Hizbul Aulia Indriansyah
Hizbul Aulia Indriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Strata 1 UINSI Samarinda

Menyukai Literasi Diskusi dan aksi paket lengkap dengan aktif di organisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Patriarki dan Perlawanan Perempuan

15 Oktober 2024   09:06 Diperbarui: 15 Oktober 2024   09:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Siapa sangka, meski kita udah di era digital, patriarki tuh masih eksis banget dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam dua buku karya Nawal El Saadawi, "Perempuan di Titik Nol" dan "Perempuan dalam Budaya Patriarki", lo bakal diajak buat merenung tentang bagaimana sistem ini bikin hidup cewek (dan cowok juga!) jadi kacau banget. Tapi jangan salah, ini bukan cuma tentang keluhan doang, ini soal perlawanan gila-gilaan dari Firdaus dan insight tajam soal gimana patriarki bikin kita semua terjebak.

Pembahasan

1. Perlawanan Terhadap Sistem yang Gila!"

Dalam "Perempuan di Titik Nol", Nawal ngasih kita tokoh Firdaus, seorang cewek yang literally dijatuhin oleh sistem patriarki berkali-kali. Dari kecil sampai dewasa, Firdaus mengalami kekerasan fisik, emosional, dan seksual, semuanya karena kontrol laki-laki dan masyarakat. Lo bakal ngerasain gimana Firdaus bilang, "Enough!" dan mulai melawan balik dengan cara yang bener-bener ekstrim. Dari seorang korban, dia berubah jadi badass yang ngambil kendali atas hidupnya.

Yang bikin mind-blowing, Firdaus memilih prostitusi bukan karena dia gak punya pilihan, tapi justru karena dia pengen ngontrol tubuhnya sendiri. Ya, you heard it right! Buat Firdaus, prostitusi bukan kekalahan, tapi perlawanan terhadap semua orang yang selama ini ngatur dia. Ini kayak cara dia bilang, "Gue ambil alih hidup gue, bukan kalian."

2. "Patriarki Itu Jahat, dan Kita Semua Kena Dampaknya"

Di "Perempuan dalam Budaya Patriarki", Nawal El Saadawi dengan brilian menjelaskan gimana sistem patriarki ini gak cuma bikin perempuan suffer, tapi juga laki-laki. Ya, lo nggak salah baca. Cowok juga jadi korban! Cewek dituntut buat nurut dan cowok dipaksa buat jadi kuat, gak boleh nangis, dan dominan terus-terusan. Kalian pasti relate, karena budaya toxic masculinity tuh kerasa banget di sekitar kita, mulai dari ekspektasi cowok harus tough sampai "boys don't cry" nonsense. Kalo kalian gak percaya silahkan perhatikan orang tua kalian bahkan teman terdekat kalian. Benarkah mereka Semua terpengaruh oleh patriaki atau bahkan diri kalian termasuk didalamnya?

3. "Tubuh Perempuan Bukan Komoditas, Bro!"

Kita hidup di dunia di mana tubuh perempuan selalu dikomentarin, diatur, dan bahkan dieksploitasi. Di kedua buku ini, Nawal ngasih tahu kita gimana perempuan sering banget dianggap sebagai objek. Standar kecantikan dan norma-norma yang mengikat perempuan bikin mereka selalu di bawah tekanan, dari soal pakaian sampai kapan mereka boleh nikah. Yang lebih gila, kemunafikan masyarakat itu nyata banget! Orang-orang yang suka ngatur cewek, seringkali mereka yang paling exploitative di belakang. Kitapun hidup di dunia dimana perempuan seperti gula yang akan selalu di ikuti oleh semut, Segala macam iklan produk pun lebih Sering perempuan sebagai brand nya. Perempuan hari inipun didikte dengan berbagai label kecantikan Dan fashion mengatasnamakan kecantikan. Padahal apakah memang kecantikan perempuan itu harus dengan make up? Atau hal itu hanya doktrin Masyarakat? Bukankah setiap perempuan ingin dicintai setulusnya dan apa Adanya?

4. "Prostitusi dan Pendidikan: Dua Sisi Perlawanan"

Di "Perempuan di Titik Nol", prostitusi jadi simbol perlawanan Firdaus, tapi di "Perempuan dalam Budaya Patriarki", Nawal menunjukkan bahwa pendidikan adalah kunci buat menghancurkan patriarki. Lo bakal sadar kalau pendidikan, dalam bentuk apapun, bisa bikin lo paham tentang hak lo dan cara buat ngelawan ketidakadilan. Firdaus mungkin ngambil jalur yang lebih ekstrem, tapi di sisi lain, Nawal juga ngasih solusi dengan pendidikan buat jebol tembok patriarki yang udah mendarah daging di masyarakat.

5. "Kebebasan Itu Lebih dari Sekadar Fisik, Bro!"

Dari "Perempuan di Titik Nol", lo bakal ngeliat kalau kebebasan itu lebih dari sekadar lo bisa jalan-jalan bebas atau keluar masuk rumah tanpa batasan. Firdaus, di penjara sekalipun, merasa lebih bebas daripada di luar, di mana dia terus dikontrol oleh laki-laki dan masyarakat. Kebebasan, di buku ini, didefinisiin sebagai kebebasan batin dan mental. Lo bisa relate kan, kayak kadang kita ngerasa bebas di luar, tapi tetep dikekang sama ekspektasi dan standar sosial?

"Lo Bukan Cuma Apa yang Dunia Labelin ke Lo!"

Patriarki tuh suka ngelabelin perempuan dengan berbagai macam sebutan yang merendahkan: "perawan", "pelacur", "wanita baik-baik", dsb. Nawal El Saadawi dalam dua bukunya bikin lo sadar banget kalau label-label itu cuma cara buat mengontrol lo. Firdaus, misalnya, dari kecil udah dapet label sebagai korban, sebagai 'wanita murah'. Tapi dia gak peduli lagi sama label itu ketika dia akhirnya bilang, "Gue pilih jalan gue sendiri."

Kita sebagai Gen Z sering banget dicekokin label dari orang lain, mulai dari cara berpakaian, gaya hidup, bahkan apa yang kita share di medsos. Tapi Nawal ngajarin kita buat gak terjebak di label-label itu, dan buat ngambil kendali atas identitas kita sendiri.

6. Cowok Juga Korban, dan Mereka Gak Nyadar."

Yang bikin "Perempuan dalam Budaya Patriarki" beda adalah, Nawal juga nyorot bahwa patriarki tuh gak cuma menghancurkan cewek, tapi juga cowok. Mind-blowing banget waktu lo sadar kalau cowok pun dijebak dalam ekspektasi yang bikin mereka gak bisa jadi diri sendiri. Mereka ditekan buat selalu tampil kuat, gak boleh nangis, harus dominan, dan itu bikin cowok juga suffer. Ini bikin lo sadar bahwa patriarki tuh masalah buat semua orang, bukan cuma cewek. Jadi, kalau kita mau ngancurin patriarki, kita semua harus bareng-bareng melawan. Keseteraan gender bukan ada untuk "mengadu domba" laki laki dan perempuan tapi lebih ke bagaimana "cowo maupun cewe" bekerjasama untuk menjaga kehormatan dan mengembangkan value masing masing sesuai potensinya.

7. "Gender Itu Rekayasa Sosial."

Nawal dalam "Perempuan dalam Budaya Patriarki" mengungkapkan hal yang bikin lo mikir ulang tentang segala hal yang selama ini lo anggap 'normal'. Misalnya, peran gender. Cewek harus lembut, cowok harus kuat? Itu semua bukan karena nature, tapi karena budaya. Peran gender dibentuk dari kecil lewat pendidikan, norma-norma, dan tradisi yang bikin lo merasa lo harus sesuai sama ekspektasi itu. Game changer banget, apalagi buat kita yang dari kecil udah dicekokin peran gender tertentu. Saat lo paham ini, lo bisa mulai questioning peran-peran yang selama ini lo jalanin dan mulai menciptakan jalan lo sendiri. Lo akan mulai mengerti apa yang sebenarnya lo inginkan dalam menjalani hidup.

8. "Cewek Bukan Korban Abadi, Tapi Pejuang yang Berhak Punya Pilihan"

Salah satu insight paling kuat dari kedua buku ini adalah pesan bahwa cewek nggak harus jadi korban abadi. Firdaus ngebuktiin kalau perempuan bisa mengambil keputusan ekstrim buat ngambil alih hidup mereka. Dan di "Perempuan dalam Budaya Patriarki", Nawal bilang kalau pendidikan adalah kunci buat cewek-cewek bangkit. Begitu lo sadar hak-hak lo dan gimana lo selama ini dikontrol, lo bisa mulai lawan balik. Firdaus mungkin mengambil langkah ekstrem, tapi pilihan lo gak harus sama. Pendidikan dan kesadaran adalah senjata yang lebih kuat dari apapun.

Bagi setiap perempuan yang membaca tulisan ini dan sedang melanjutkan Pendidikannya tolong kuatkan komitmen kalian Karena Pendidikanlah hal terkuat untuk merubah dunia senjata terkuat perempuan. Jangan takut speak up bagi para korban kalian gak sendirian masih banyak orang orang yang peduli dan bakal ngedengerin curhatanmu.

Kesimpulan: Berani Ngambil Kendali atas Hidup Lo Sendiri

Setelah baca dua buku ini, satu hal yang paling jelas adalah bahwa kita harus berani ngambil kendali atas hidup kita sendiri. Firdaus ngajarin kita bahwa meskipun kita hidup di dunia yang suka ngatur, kita selalu punya pilihan. Dan "Perempuan dalam Budaya Patriarki" ngasih kita perspektif soal gimana peran gender itu cuma konstruksi sosial yang bisa kita lawan. Jadi, pertanyaannya sekarang adalah: Lo mau terus dijadiin korban atau lo mau jadi pejuang yang ngambil alih hidup lo sendiri?

"Education is key, bro!"

Buat lo, Gen Z yang selalu haus akan kebebasan dan nggak mau dibatasi, karya Nawal El Saadawi ini wajib banget dibaca. Ini bukan cuma soal cewek yang ditindas, tapi soal kita semua yang hidup di bawah sistem patriarki yang udah nggak relevan. Yuk, saatnya kita reclaim hidup kita! Semoga menginspirasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun