Mohon tunggu...
Hizbul Aulia Indriansyah
Hizbul Aulia Indriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Strata 1 UINSI Samarinda

Menyukai Literasi Diskusi dan aksi paket lengkap dengan aktif di organisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hidup Bebas di Tengah Distraksi: Panduan Santai ala Gen-Z

13 Oktober 2024   08:08 Diperbarui: 13 Oktober 2024   08:23 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ini juga yang bikin kita sering ngerasa cemas dan burnout. Ekspektasi produktivitas yang terus-menerus dari masyarakat modern, apalagi di era digital, membuat kita selalu merasa "belum cukup produktif" atau "belum cukup sukses." Padahal, Hari menekankan bahwa kemampuan untuk fokus harus dipertahankan kalau kita mau punya hidup yang lebih bermakna dan terarah. Ini poin yang sangat relevan untuk Gen-Z yang tumbuh di era serba cepat dan sering terjebak dalam ekspektasi karier dan pencapaian yang nggak realistis.

Solusi yang ditawarkan Hari adalah mempraktikkan slow thinking, atau melambatkan cara kita berpikir. Ini bisa dimulai dari mengurangi multitasking dan memberi waktu pada diri sendiri untuk fokus hanya pada satu hal dalam satu waktu. Sebagai Gen-Z yang sering bangga bisa multitasking, mungkin ini agak sulit diterima, tapi penelitian menunjukkan bahwa multitasking justru menurunkan produktivitas dan kualitas pekerjaan kita.

Mindful living, hidup dengan lebih sadar dan penuh perhatian, bisa membantu kita menjaga fokus dan ketenangan batin. Ini berarti kita perlu lebih mindful terhadap aktivitas sehari-hari, mengurangi konsumsi berita negatif yang berlebihan, dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk berpikir secara mendalam tanpa distraksi. Maka, penting banget buat sadar kalau lingkungan kita sekarang penuh 'pencuri fokus.' Mulai dari sini, kita bisa pelan-pelan ambil langkah buat lebih mindful dalam memilih apa yang mau kita konsumsi secara digital, dan nggak lagi sekadar 'pasrah' sama sistem.

3. Tanggung Jawab Pribadi vs. Sistem yang Menggerogoti Fokus

Dua buku ini sama-sama menekankan pentingnya tanggung jawab pribadi dalam mengelola kehidupan. Manson bilang, kita bertanggung jawab atas bagaimana merespons masalah-masalah yang datang dalam hidup. Sementara Hari mengingatkan kita kalau kehilangan fokus nggak sepenuhnya salah kita. Ada sistem sosial dan ekonomi yang bekerja di balik layar untuk menciptakan distraksi, yang pada akhirnya mengikis kemampuan kita untuk berpikir kritis dan kreatif.

Di era digital ini, kita dibombardir oleh informasi setiap saat, sehingga kemampuan buat memilah mana yang penting dan mana yang cuma noise makin tergerus. Hari mengingatkan kita buat sadar akan "pencurian fokus" ini dan mulai berusaha mengambil alih kendali kembali, salah satunya dengan melambatkan tempo hidup dan memberi waktu pada diri sendiri untuk berpikir mendalam.

Wajib BANGET Baca Buku Ini

Gen-Z wajib banget baca The Art of Not Giving a F*ck dan Stolen Focus karena dua buku ini bakal nyelametin hidup lo dari overload informasi dan ekspektasi sosial yang nggak penting. Mark Manson ngajarin lo buat selektif milih apa yang layak dipeduliin biar nggak kejebak FOMO dan overthinking, sementara Johann Hari buka mata lo soal gimana teknologi nyolong fokus dan bikin kita susah mikir jernih. Keduanya juga nge-remind lo buat jaga kesehatan mental di tengah tuntutan produktivitas yang bikin burnout. Intinya, dua buku ini bakal bantu lo balik ngontrol hidup, lebih mindful, dan nggak gampang keganggu sama hal-hal yang nggak penting. Kalau nggak baca, rugi banget deh!

Kesimpulan

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari The Art of Not Giving a Fu*k dan Stolen Focus? Pertama, kita harus lebih selektif dalam memilih apa yang layak dipedulikan. Terlalu banyak memberi perhatian pada hal-hal yang nggak penting cuma bikin kita capek mental. Kedua, kita perlu sadar bahwa fokus kita telah "dicuri" oleh teknologi dan sistem sosial yang mengeruk perhatian kita. Dengan memahami ini, kita bisa mulai membuat perubahan kecil, seperti mengurangi distraksi digital, menolak multitasking, dan memberi ruang untuk deep thinking.

Pada akhirnya, kunci dari keduanya adalah kesadaran. Kesadaran untuk memilih masalah yang layak diperjuangkan, kesadaran untuk melindungi fokus kita dari gangguan modern, dan kesadaran bahwa nggak semua hal harus kita pedulikan. Sesekali, penting juga untuk "not give a f*ck" tentang hal-hal yang nggak membawa kita ke arah yang lebih baik. Karena, seperti kata Mark Manson, "Who you are is defined by what you're willing to struggle for."Identitas kita nggak ditentukan oleh pencapaian atau pengakuan orang lain, melainkan oleh masalah-masalah yang kita pilih untuk dihadapi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun