Pendahuluan
Kehidupan kita di era digital ini sering kali penuh tekanan, baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Kadang kita ngerasa stuck, anxiety, overthinking, dan akhirnya kehilangan arah. Dua buku yang relatable banget untuk menghadapi situasi ini adalah "I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki" karya Baek Sehee dan "The Things You Can See Only When You Slow Down" karya Haemin Sunim. Keduanya menawarkan perspektif tentang pentingnya self-awareness, healing, dan mindfulness, tapi dengan vibes yang beda: satu tentang struggle di tengah depresi dan yang lain tentang hidup lebih santai. Let's dive into what we can learn from these two gems.
Pembahasan
Di "I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki", Baek Sehee benar-benar menggambarkan perasaan terjebak dalam spiral depresi tapi tetap mencari kenyamanan dalam hal-hal kecil---seperti makan tteokbokki. Buku ini ngajarin kita kalau depresi bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan cepat, tapi butuh proses panjang. Salah satu quotes yang relate banget adalah: "Mungkin aku tidak akan pernah benar-benar sembuh, tapi aku akan belajar untuk hidup dengan rasa sakit ini." Baek mengakui rasa sakitnya tapi nggak membiarkannya mendefinisikan hidupnya. Ada harapan kecil yang bisa kita ambil, meski dalam kondisi sulit.
Selain itu, buku ini memperlihatkan pentingnya ngobrol dengan seseorang, seperti psikolog. Sesi-sesi Baek dengan psikolognya seperti ngobrol sama bestie, ngebahas struggle-nya secara mendalam. Ini mengingatkan kita kalau it's okay untuk mencari bantuan saat kita merasa nggak sanggup. Yang paling menarik, Baek masih bisa menikmati makanan favoritnya meski dalam kondisi mental yang nggak stabil. "Kadang hanya dengan menikmati semangkuk tteokbokki, aku merasa dunia nggak terlalu buruk." Ini bener-bener relatable buat kita yang kadang mencari kenyamanan di hal-hal kecil saat hidup terasa berat.
Di sisi lain, "The Things You Can See Only When You Slow Down" mengajarkan pentingnya slowing down dan berhenti berusaha terlalu keras dalam kehidupan yang serba cepat. Haemin Sunim ngajak kita buat mindful dan nggak ngelihat hidup sebagai kompetisi. Quotes seperti "When you are too busy, you lose sight of the important things in life" mengingatkan kita buat menikmati momen-momen kecil yang sering terlewat saat kita sibuk ngejar goals.
Buku ini juga ngajarin bahwa self-care itu bukan egois, malah penting buat menjaga kesehatan mental kita. Haemin Sunim bilang, "Rest is not idleness, but the foundation of true productivity." Artinya, kadang istirahat justru bikin kita lebih siap buat menghadapi tantangan selanjutnya. Selain itu, ada pesan kuat soal menjaga hubungan dengan orang lain melalui kasih sayang dan perhatian. Kasih sayang itu kayak free Wi-Fi, bisa bikin hubungan kita lebih kuat tanpa effort besar.
Kedua buku ini punya pendekatan berbeda dalam melihat tantangan hidup, tapi sama-sama ngajarin pentingnya merawat diri, entah itu lewat ngobrol sama psikolog atau dengan slowing down untuk menikmati hidup lebih mindful.
Kesimpulan
Dari "I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki" dan "The Things You Can See Only When You Slow Down", kita bisa belajar kalau hidup nggak harus selalu diisi dengan kejar-kejaran, overthinking, atau selalu kuat setiap saat. Kita boleh ngerasa down, tapi juga bisa menikmati hal-hal kecil di sekitar kita. Entah itu lewat sesi curhat dengan profesional, menikmati makanan favorit, atau melambatkan langkah sejenak, keduanya ngajarin bahwa self-care dan healing itu proses, bukan tujuan akhir. Hidup mungkin berat, tapi kita nggak harus buru-buru. Slow down, take a breath, and maybe grab some tteokbokki while you're at it.
Ingat, mental health itu penting banget, nggak kalah sama fisik. Kadang hidup emang berat, tapi jangan lupa buat slow down, take a break, dan nikmatin hal-hal kecil yang bikin kamu bahagia---entah itu makan tteokbokki, dengerin playlist chill, atau sekadar ngobrol sama bestie kamu. Kamu nggak harus selalu kuat kok, kita semua manusia yang kadang ngerasa overwhelmed, and that's okay.