Mohon tunggu...
Reiza Patters
Reiza Patters Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just an ordinary guy..Who loves his family... :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontradiksi "Pepesan Kosong" Presiden SBY

9 Maret 2012   19:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:17 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13313198171130422738

Masih segar di ingatan kita tentang ungkapan kekecewaan Presiden SBY dengan kritiknya terhadap program pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Kejadian ini dimungkinkan terjadi karena banyak program yang disinyalir tidak disiapkan dengan baik, dari sisi perencanaan ataupun regulasi. Ungkapan kekecewaan Presiden SBY ini diucapkan pada tahun 2011 lalu saat memimpin Rapat Kerja Pemerintah dan Gubernur di Istana Bogor.

Secara spesifik, saat itu, Presiden SBY menjadikan pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta sebagai contoh, yang menurutnya hingga kini masih macet. Presiden SBY mengatakan bahwa dia “kenyang” dengan komitmen, namun semuanya “pepesan kosong”. Seperti solusi untuk permasalahan transportasi yang tidak berjalan. Hal ini seharusnya menjadi hantaman keras untuk Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI, karena komitmen program pembangunan di DKI Jakarta selama ini dianggap pepesan kosong. Namun anehnya, Fauzi Bowo mengatakan bahwa sindiran keras itu bukan untuknya karena Presiden SBY tidak mengatakan Pemda DKI, tapi Jakarta. Gaya “ngeles” Foke ini terasa sangat lucu, karena berusaha mengelak dari sindiran atau bisa dikatakan teguran keras, karena dikatakan oleh Presiden SBY dalam sebuah forum resmi terbuka, dan berkilah dengan perbedaan kata-kata seperti itu. Hal tersebut menjadikan kondisi yang kontradiktif dengan momen Pilgub DKI saat ini, dimana isu yang berkembang bahwa Presiden SBY masih mendukung Fauzi Bowo untuk maju menjadi calon Gubernur dari Partai Demokrat dan seolah-olah menjilat perkataannya dan lebih memilih untuk mendukung sumber “pepesan kosong” yang juga dia katakan sendiri. Apalagi jika kita bandingkan dengan kondisi Jakarta, dari saat Presiden SBY mengatakan bahwa program pembangunan di DKI Jakarta itu pepesan kosong, dengan kondisi saat ini, tidak terlihat proses percepatan pembangunan dan implementasi program yang memberikan solusi bagi permasalahan Jakarta. Seperti misalnya keputusan moratorium mal di Jakarta, yang pada dasarnya tidak mengatasi permasalahan dan hanya kosmetik politik belaka. Melihat fakta survey yang mengatakan bahwa elektabilitas Partai Demokrat semakin merosot tajam, seperti hasil survey yang dilansir oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI) yang menggelar survey pada tanggal 21 Januari – 22 Februari 2012 lalu. Yang dianggap sebagai penyebab utama dari melorotnya elektabilitas Partai Demokrat ini adalah banyaknya kasus korupsi yang menimpa petinggi Partai ini, seperti Muhammad Nazarudin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng dan Mirwan Amir. Bahwa masyarakat percaya jika ada politisi Demokrat yang terlibat dalam kasus wisma atlet selain Nazarudin seharusnya membuat Partai Demokrat berhati-hati dalam menentukan langkahnya. apalagi dalam pemilihan kader yang akan dimajukan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Saat ini perhatian publik dan media nasional sedang menyoroti perkembangan kegiatan pilkada DKI Jakarta, dimana Pilkada DKI ini dianggap sebagai barometer bagi partai-partai politik untuk menghadapi Pemilu 2014 yang akan datang. Apalagi, di sela-sela itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, menulis sebuah buku yang berisikan data-data mengenai indikasi korupsi yang dilakukan oleh Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI dan sudah dilaporkan kepada KPK. Sementara KPK berjanji akan mempelajari dan menyelidiki laporan tersebut. Jadi, jika Partai Demokrat tetap ngotot mengusung Fauzi Bowo sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai ini, maka bisa semakin mencoreng citra Partai Demokrat dan semakin mengukuhkan asumsi publik bahwa Partai Demokrat, setelah menjadi partai besar dan pemenang pemilu, menjadi tempat bersarang pejabat-pejabat korup dan ini sangat berbahaya bagi perjalanan politik partai tersebut dalam menghadapi Pemilu 2014. Momentum pilkada DKI Jakarta ini sebetulnya bisa dimanfaatkan oleh Partai Demokrat jika ingin berusaha memenangkan hati pemilihnya kembali, apalagi Pilgub DKI saat ini menjadi sorotan media nasional, dengan misalnya mendorong calon atau kader lain dari Partai Demokrat untuk maju menjadi kandidat calon Gubernur DKI Jakarta yang tidak terindikasi korupsi atau berkaitan dengan Pemerintahan DKI saat ini, yang dikatakan sebagai “Pepesan Kosong” oleh Dewan Pembina sebagai patron dari Partai tersebut. Dan mungkin saja, dengan mendukung kader atau calon lain tersebut, Partai Demokrat bisa perlahan-lahan mengambil hati kelas menengah Jakarta, yang memang sudah sangat antipati dengan pemimpin pemerintahan DKI Jakarta saat ini yang dianggap telah gagal menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh DKI Jakarta dan tidak berpihak kepada warganya. Terkait dengan kenyataan saat ini bahwa partai-partai politik sudah mulai mengumumkan calon-calon Gubernur yang didukung secara resmi oleh mereka, seperti Partai Golkar yang berkoalisi dengan PPP dan PDS telah menyatakan mendukung duet Alex Noerdin dan Nono Sampono. Kemudian PDIP yang memberikan indikasi jelas akan mendukung Walikota Solo, Joko Widodo, untuk maju dalam Pilgub DKI ini. Kemudian PKS, yang mendorong Tri Wisaksana sebagai tokoh yang akan di dukung dalam Pilgub DKI ini, walaupun belum jelas sebagai calon Gubernur atau calon Wakil Gubernur. Malah mulai muncul nama Hidayat Nur Wahid, yang akan didorong sebagai Calon Gubernur DKI dari PKS. Hal ini semakin menjadi indikasi bahwa banyak partai-partai politik yang seperti menghindar untuk dianggap sebagai bagian dari rezim pemerintahan DKI Jakarta saat ini. Jadi ada kemungkinan Fauzi Bowo tidak bisa maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta saat ini dari jalur dukungan partai politik, jika memang partai-partai politik tidak memberikan dukungan formal kepada Fauzi Bowo sebagai Calon Gubernur 2012-2017. Apalagi untuk maju melalui jalur perseorangan lebih tidak memungkinkan lagi karena proses penyerahan dukungan bagi calon Gubernur yang maju melalui jalur perseorangan sudah berlalu dan selesai, sehingga jalur ini menjadi tertutup dan kemungkinan untuk kepemimpinan baru bagi Jakarta menjadi terbuka dan harapan untuk perubahan Jakarta menjadi kota yang lebih baik semakin nyata dan bisa membangun optimisme warga Jakarta untuk perbaikan kotanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun