Mohon tunggu...
Historypedia
Historypedia Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Kompasiana Historypedia

Akun Kompasiana Historypedia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kronologi Lengkap Pertempuran Magelang (1945)

30 Mei 2023   23:15 Diperbarui: 2 Juni 2023   14:22 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peta Pertempuran Magelang.
Peta Pertempuran Magelang.

Seperti yang telah sebelumnya dijelaskan, pasukan Inggris-India di Magelang adalah dari Batalyon 3/10. Tersusun dalam tiga kompi ditambah unit markas mereka, kekuatan Batalyon 3/10 di Magelang adalah sekitar 300-an prajurit menurut Mullaly (1957), meski koran The Argus dalam artikel "RAF Helps Gurkhas in Java Battle" (1945) melaporkan 700-an prajurit Gurkha ikut bertempur. Sebaliknya, di pihak Indonesia, Harnoko (1985) menyebutkan bahwa lima batalyon dari Resimen Magelang terlibat, dan didukung laskar rakyat dan badan perjuangan seperti BPRI, Pesindo, Hisbullah, dan lainnya (Sedjarah Militer [1968]).

Pertempuran dimulai dengan dikepungnya Kompi A dari Batalyon 3/10 di Hotel Montagne oleh pejuang Indonesia pada jam 8 pagi (Mullaly [1957]), beberapa jam sebelum Pertempuran Magelang benar-benar meletus. Tull (1946) melaporkan bahwa unit-unit Batalyon 3/10 terisolasi karena dikepung para pejuang, sehingga tak mampu menolong satu sama lain.

Kekhawatiran pihak Inggris berfokus pada bekas interniran yang berada di beberapa rumah sakit di Magelang. Suplai ke para bekas interniran kian memburuk, dan Tull (1946) menulis bahwa tenaga kesehatan dan orang-orang sipil Belanda dan Eurasia diserang pihak Indonesia, seperti pekerja Palang Merah dan pendeta Katolik.

Hotel Montagne di Magelang; 1945 (Sumber: NIMH)
Hotel Montagne di Magelang; 1945 (Sumber: NIMH)
Berita berkobarnya pertempuran di Magelang pun sampai di Semarang. Baik Gubernur Wongsonegoro dan Brigadir Bethell sepakat untuk menghentikan pertempuran. Wongsonegoro, Bethell, beserta beberapa orang lainnya pun berangkat ke Magelang, termasuk di antaranya seorang perwira Inggris, A.J. Leland. Dalam surat-suratnya, Leland (1946) menuliskan bahwa rombongan Wongsonegoro dan Bethell dihentikan di area Ambarawa oleh pemuda, dan dilarang pergi ke Magelang. Ketika Wongsonegoro menanyakan atas wewenang siapa rombongannya dihentikan, para pemuda menjawab bahwa kini pihak militer yang kini berkuasa di daerah tersebut.

Keadaan di Magelang kian memanas. Menanggapi merebaknya pertempuran, kedua belah pihak mengirim bala bantuan ke Magelang. Setelah gagal mencapai Magelang, S.B. Connor dalam Mountbatten's Samurai (2015) mengungkapkan bahwa Brigadir Bethell lalu mengirim pasukan gabungan untuk menolong Batalyon 3/10. Pasukan ini terdiri dari sebuah unit Inggris-India bersenjatakan empat mortir (Leland [1946]) dan sebuah kompi Jepang. Kompi Jepang ini dipimpin Kapten Yamada, yang merupakan bagian dari pasukan Mayor Kido yang sebelumnya bertempur di Semarang; laporan Kido Butai (1946) mencatat kompi ini berkekuatan 100 orang.

Berangkat dari Semarang pada pagi hari, 1 November 1945, laporan Kido Butai (1946) menyatakan pasukan Inggris-Jepang ini ditembaki mortir para pejuang Indonesia saat mereka berada lima kilometer dari Magelang. Menanggapi serangan ini, pasukan gabungan tersebut menyerbu dan mematahkan pertahanan pihak Indonesia di utara, dengan bantuan tembakan mortir Inggris (Kido Butai [1946]; Leland [1946]).

Pada fase pertempuran ini pula, terjadilah tragedi Kampung Tulung. Amin & Kurniawan (2018) menjelaskan bahwa pasukan Jepang bergerak menuju Magelang melalui Kampung Tulung, yakni lokasi dapur umum para pejuang (Harnoko [1985]). Kampung itu lalu diserbu pasukan Jepang, yang menembaki pemuda dan pelajar di sana. Walau Amin & Kurniawan (2018) menuliskan tragedi Kampung Tulung terjadi pada 28 atau 31 Oktober, lebih memungkinkan bahwa tragedi tersebut terjadi pada 1 November 1945. Serangan Jepang pada Kampung Tulung menewaskan 16 pemuda dan 26 anggota TKR, sedangkan 12 orang lainnya mengalami luka-luka (Amin & Kurniawan [2018]).

Tak hanya Inggris, TKR dan pejuang di Magelang juga menerima bala bantuan. Menurut Harnoko (1985) dan Sedjarah Militer (1986), empat batalyon TKR datang dari Purwokerto dan Yogyakarta, beserta unit Polisi Istimewa-nya Oni Sastroatmodjo. Tidak hanya TKR dan polisi, laskar rakyat lainnya juga turut berperan, seperti Tentara Rakyat Mataram pimpinan Bung Tardjo. Kini, sebanyak 9 batalyon TKR terlibat dalam Pertempuran Magelang, serta para kelompok pemuda dan rakyat. Mullaly (1957) dan Kirby (1969) memperkirakan kekuatan pihak Indonesia berjumlah 5.000 orang.

Pesawat P-47 Thunderbolt yang digunakan Inggris; Bandara Kemayoran, Nov. 1945. (Sumber: IWM)
Pesawat P-47 Thunderbolt yang digunakan Inggris; Bandara Kemayoran, Nov. 1945. (Sumber: IWM)

Sayangnya, meski unggul dalam jumlah lima banding satu, para pejuang Indonesia belum mampu mengalahkan pasukan Inggris-India. Tull (1946) menulis pasukan Gurkha di Magelang, yang mulai kehabisan amunisi, mendapatkan pengiriman suplai lewat udara; koran The Sydney Morning Herald dalam artikel "New Flare Up in Java Feared" (1945) menyebutkan penyuplaian ini dilakukan pesawat C-47 Dakota. Selain penyuplaian udara, enam pesawat P-47 Thunderbolt Inggris juga dikirim. Artikel "British in Heavy Java Action" (1945) menerangkan bahwa pesawat-pesawat Thunderbolt tersebut diperintahkan berpatroli di angkasa di atas area Magelang, untuk membantu pergerakan pasukan Inggris-India dan Jepang serta menghambat pergerakan TKR dan pejuang Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun