Mohon tunggu...
Historypedia
Historypedia Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Kompasiana Historypedia

Akun Kompasiana Historypedia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kronologi Lengkap Pertempuran Magelang (1945)

30 Mei 2023   23:15 Diperbarui: 2 Juni 2023   14:22 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brigadir R.B.W. Bethell; Jawa, akhir 1945. (Sumber: Connor [2015])

Dibekali senjata-senjata hasil rampasan ini, satuan-satuan tempur di Jawa Tengah tersusun, baik yang tergabung dalam berbagai badan perjuangan dan kelaskaran rakyat, atau yang mengatasnamakan pemerintah, seperti BKR — yang pada 5 Oktober diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Menuju Magelang

Di Magelang sendiri, pemerintahan lokal telah, sejak cukup lama, memegang kendali. Dalam bukunya yang berjudul Magelang pada Masa Revolusi Phisik Periode 1945–1949 (1985), D. Harnoko mencatat bahwa kabar proklamasi kemerdekaan sampai di Magelang pada 25 Agustus 1945. Ada dua satuan militer Jepang di Magelang: markas Mayjen Nakamura dan unit Kempeitai (polisi militer) setempat, dan hubungan antara pihak Indonesia dan Jepang di Magelang tergolong damai hingga akhir September 1945. Namun, terjadi dua insiden di penghujung September: pertama, beberapa orang Jepang merobek bendera merah-putih pada 24 September; dan kedua, prajurit Kempeitai menembaki massa yang sedang berupacara bendera pada 25 September, yang menewaskan empat orang.

Tak lama sehabis kedua insiden ini terjadi, Nakamura dan markasnya dipaksa para pejuang untuk menyerahkan sejumlah senjata, dan pada 7 Oktober, sejumlah pasukan Jepang — kemungkinan Kempeitai — pun mundur ke Ambarawa. Tak sampai seminggu kemudian, Mayjen Nakamura ditangkap pihak Indonesia pada tanggal 13 Oktober 1945, dan dua hari setelahnya, pasukan Jepang di Ambarawa juga menyerah. Di sekitar waktu yang sama, satuan BKR di Magelang telah diorganisasikan menjadi Resimen Magelang, yang dipimpin Letnan Kolonel Sarbini.

Pada titik ini, Tull mulai khawatir. Selaku perwira RAPWI yang bertugas mengurus belasan ribu bekas interniran di Magelang dan Ambarawa, melalui laporannya, Tull (1946) menjelaskan kekhawatirannya: karena pasukan Jepang di kedua daerah tersebut telah dilucuti senjatanya, mereka tidak mampu menjaga keamanan para bekas interniran lagi. Tull menaruh perhatian khusus pada Magelang, sebab ia telah memindahkan bekas interniran yang sedang sakit dari Ambarawa ke Magelang, yang memiliki fasilitas kesehatan yang lebih baik.

Di saat yang bersamaan di Semarang, Batalyon 3/10 baru tiba pada 19 Oktober. Batalyon tersebut meredam Pertempuran Lima Hari Semarang dengan membantu mendamaikan pihak Jepang yang dipimpin Mayor Kido, dengan pihak Indonesia yang dipimpin Gubernur Jawa Tengah, Wongsonegoro. Tull (1946) mencatat jika pimpinan batalyon tersebut, Letnan Kolonel H.G. Edwardes, mengirimkan satu peleton yang dipimpin oleh Letnan Hardcastle ke Ambarawa. Peletonnya Letnan Hardcastle tiba di Ambarawa pada 21 Oktober 1945, sebelum disusul salah satu kompi Batalyon 3/10 pada 24 Oktober. Lantas, Hardcastle dan peletonnya berangkat ke Magelang hari itu juga.

Brigadir R.B.W. Bethell; Jawa, akhir 1945. (Sumber: Connor [2015])
Brigadir R.B.W. Bethell; Jawa, akhir 1945. (Sumber: Connor [2015])

Tak lama setelahnya, Brigade Commander Royal Artillery (Brigade C.R.A.) mendarat di Semarang (Kirby. Kedatangan brigade yang dipimpin Brigadir R.B.W. Bethell (Siong [1996]) itu berarti Batalyon 3/10 kini berada di bawah komando Brigadir Bethell. Sang brigadir lalu menyuruh Batalyon 3/10 untuk bergerak, pertama ke Ambarawa dan nantinya ke Magelang. Harnoko (1985) mencatat bahwa Batalyon 3/10 tiba di Magelang pada 26 Oktober, namun Kirby (1969) menuliskan perpindahan ini terjadi secara bertahap; Mullaly (1957) menyebutkan salah satu kompi milik Batalyon 3/10 tetap berada di Ambarawa.

Awalnya tidak ada percekcokan besar antara Batalyon 3/10-nya Letnan Kolonel Edwardes dengan pihak Indonesia di Magelang, tetapi berbagai faktor akhirnya mendorong baik pemuda maupun TKR untuk menyerbu batalyon Gurkha tersebut.

  • Tull (1946) menduga bahwa kejadian di Surabaya pada akhir Oktober berdampak besar pada Magelang: Pertempuran Tiga Hari Surabaya (28–30 Oktober 1945) antara para pejuang Indonesia melawan brigadenya A.W.S. Mallaby turut memicu pecahnya Pertempuran Magelang. Koran The Daily Telegraph meliput, dalam artikel "British in Heavy Java Action" (1945), bahwa mobil-mobil dengan pengeras suara mengitari Magelang dan menyiarkan, "We have defeated the British at Sourabaya[sic]. Now is the time to rise." Insiden mobil siar ini dibenarkan oleh Tull (1946) dan Mullaly (1957).
  • McMillan (2005) membeberkan kalau pertemuan antara Letkol Edwardes dengan pimpinan Indonesia di Magelang tidak berjalan lancar akibat kecurigaan: pihak Indonesia menuduh Inggris disusupi NICA (Netherlands Indies Civil Administration), namun tidak bisa membuktikan hal ini kepada Inggris. Selain itu, beberapa mobil tim RAPWI juga dirampas oleh pemuda.
  • Laporan unit Kido Butai (1946), yang berjudul "Defence of Semarang", menyebutkan jika pihak Indonesia dengan sengaja memusatkan kekuatan di Magelang terlebih dahulu sebelum menyerang Inggris.
  • Beberapa aktivitas Inggris di Magelang dianggap melanggar kedaulatan Indonesia, seperti membebaskan bekas tahanan perang Sekutu dan Belanda, menduduki berbagai bangunan penting di Magelang, serta menambah jumlah pasukan mereka di Magelang (Harnoko [1985]). Walau benar terjadi, perlu diingat salah satu tujuan Inggris ialah untuk mengamankan bekas interniran di sana. Harnoko (1985) bahkan menyebutkan pasukan Gurkha melakukan penembakan dan perampokan terhadap rakyat, walau hal ini tidak disebutkan dalam sumber-sumber lain.
  • S. Amin dan G.F. Kurniawan, dalam artikel "Percikan Api Revolusi di Kampung Tulung Magelang 1945" (2018), menyatakan kalau orang-orang bekas tahanan yang berkebangsaan Belanda malah dipersenjatai pasukan Inggris. Ini kemungkinan besar tidak pernah terjadi, sebab seorang komandan kemah interniran di Ambarawa yang bernama A. Nooteboom — dalam berkas-berkas laporannya (1946) — malah terus-menerus mengeluh sebab dirinya dan interniran lainnya tidak kunjung diberikan senjata. Lagipula, sebagian besar bekas interniran di Magelang adalah orang-orang sakit (Tull [1946]).
  • Sedjarah Militer (1968) dan Harnoko (1985) menuduh ada unsur NICA yang ikut memasuki Magelang bersama Batalyon 3/10. Namun, menyadur dari British Military Administration in the Far East 1943–46 (1956) karya F.S.V. Donnison, terungkap bahwa personel NICA umumnya baru tiba di suatu tempat sekitar dua minggu setelah pasukan Inggris-India datang ke sana. Dengan kata lain, tidak masuk akal ada anggota NICA di Magelang sebelum terjadinya Pertempuran Magelang. Bahkan, tuduhan ini mungkin saja akibat salah sangka: McMillan (2005) dan Tull (1946) membenarkan ada segelintir perwira Belanda di Magelang, tetapi B.R.O. Anderson dalam Java in a Time of Revolution (1972) menjelaskan mereka adalah anggota tim RAPWI, bukan NICA.

Dalam bukunya, Harnoko pun menyimpulkan bahwa, "Kota Magelang akhirnya menjadi kota NICA." Pernyataan ini agaknya berlebihan sebab tidak ada sumber yang menyebutkan bahwa Inggris mencoba mengambil alih pemerintahan atas Magelang ataupun melemahkan kendali pemerintahan daerah Indonesia di sana. Walau begitu, dapat disimpulkan bahwa Pertempuran Magelang pecah akibat perpaduan dari insiden-insiden tersebut: kecurigaan kaum nasionalis setempat terhadap pasukan Gurkha mempersulit Inggris, yang sebaliknya juga mencurigai pihak Indonesia. Pola ini terjadi terus-menerus hingga akhirnya, terdorong pertempuran di Surabaya, berkobarlah pertempuran terbuka di Magelang.


Merebaknya Pertempuran

Pertempuran Magelang akhirnya pecah pada pagi hari, 31 Oktober 1945, dengan serangan mendadak para pejuang Indonesia terhadap pasukan Inggris-India di Magelang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun