Ditulis oleh A. Buana, dalam rangka kolaborasi Historypedia dengan Inspect History.
Perang Dunia Kedua berakhir dengan penyerahan Jepang terhadap blok Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Tetapi, kekalahan Jepang ini tidak serta merta diikuti dengan pengembalian wilayah Sekutu; antara lain, Hindia Belanda.
Mengambil kesempatan dari kebingungan dan ketidakjelasan situasi pada saat itu, Soekarno dan Hatta, dengan dukungan pihak nasionalis Indonesia, segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia tentunya tak cukup dideklarasikan, namun juga perlu dipertahankan. Sayangnya, dua bulan kemudian, kemerdekaan Indonesia di Semarang akan ditumpas Jepang dalam Pertempuran Lima Hari Semarang.
Pertama-tama, mari kita kembali kepada proklamasi kemerdekaan dan segala dampaknya. Proklamasi cepat disambut kaum nasionalis dengan pendirian pemerintahan-pemerintahan lokal di berbagai daerah. Pemerintahan daerah di Semarang berdiri pada 19 Agustus¹¹, yang dikepalai Wongsonegoro¹³.
Sementara itu, pada 22 Agustus 1945 di Jakarta, Badan Keamanan Rakyat (BKR) didirikan⁵, yakni cikal bakal TNI modern⁹. Pendirian BKR Jakarta pun segera diikuti dengan pembentukan BKR lokal⁵. BKR Semarang dibentuk pada 28 Agustus¹¹ yang terdiri dari para pemuda dan orang-orang bekas Heiho dan PETA (Pembela Tanah Air)⁵.
Selain BKR, berbagai kelompok pemuda dan badan kelaskaran juga didirikan¹³. Di Semarang sendiri, ada AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia), AMKA (Angkatan Muda Kereta Api), Barisan Banteng, Barisan Hizbullah, dan sebagainya¹¹ ¹³.
Pendirian pemerintahan lokal lalu disambung dengan berbagai usaha pihak Indonesia untuk merebut senjata dari pasukan Jepang sepanjang September — Oktober 1945 di seluruh Jawa⁹. Usaha perebutan senjata ini sebenarnya telah “dipermudah” pihak Jepang⁸. Contohnya, kebijakan Satuan Darat Ke-16 Jepang (yang berkuasa atas Jawa) sejak September 1945 adalah untuk menyerahkan urusan keamanan kepada pihak Indonesia⁸.
Meski demikian, pelaksanaan dari kebijakan ini berbeda-beda oleh pasukan-pasukan Jepang di lapangan⁸, yang berdampak pada jalannya perebutan senjata oleh pihak Indonesia. Sebagai contoh, pasukan Jepang merebut Bandung dari tangan Indonesia setelah diprovokasi pihak pemuda pada tanggal 10 Oktober¹ ⁸. Sebaliknya, Sudirman, kepala BKR wilayah Banyumas, memperoleh ribuan senjata dari Jepang tanpa perlawanan¹².
Di tengah puluhan konflik lokal antara militer Jepang dengan pejuang Indonesia, ada ratusan ribu interniran dan tahanan perang Sekutu yang tersebar di seluruh Jawa³. Para interniran ini ialah warga sipil Belanda³, sedangkan tahanan perang Sekutu berkebangsaan Inggris, Belanda, Australia, dan lainnya.
Untuk Semarang sendiri, ada ribuan interniran Sekutu di sana, sementara ada belasan ribu interniran di Ambarawa dan Banyubiru⁴. Sekutu membentuk RAPWI, atau Recovery of Allied Prisoners of War and Internees, untuk mengurus para interniran tersebut⁴. Sejumlah kecil personel RAPWI diterjunkan ke Magelang pada 18 September 1945 di bawah pimpinan Wing Commander Tull dari RAF, angkatan udara Inggris¹⁰.