Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Aplikasi Kreatif Kain Pinawetengan

9 Juni 2018   09:08 Diperbarui: 9 Juni 2018   09:28 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: mygavras.blogspot.com)

Indonesia dikenal dengan keaneka ragaman budaya tradisionalnya. Jika saat ini kita mengenal kain batik, maka tentunya masih banyak kesempatan untuk mengenal koleksi budaya Nusantara lainnya. Seperti Kain tenun Pinawetengan berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara.

Minahasa merupakan bagian dari Indonesia, dikenal memiliki  keaneka ragaman budaya tradisional yang sampai saat ini masih terus dijaga keseimbangannya atau dilestarikan bahkan terus dikembangkan.  Minahasa memiliki berbagai kebudayaan unik dan menarik yang secara tidak langsung mempengaruhi terciptanya kesenian tradisional Minahasa dimana keberadaanya mulai dilirik oleh masyarakat diluar Sulawesi Utara.

Dalam upaya menjaga, melestarikan serta mengembangkan budaya tradisional masyarakat Minahasa, maka pada tahun 2009 telah didirikan sebuah Museum bernama Museum Pinawetengan yang di dirikan oleh Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara. Museum ini berada di dalam Kompleks Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara dikawasan Tompaso Minahasa.

Lebih dari itu, Pinawetengan bagi masyarakat Minahasa bukan hanya sekadar batu biasa yang tidak berarti, namun memiliki nilai sejarah yang bermakna  bagi pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masyarakat Minahasa.  Nama Pinawetengan didapat dari guratan di atas watoe (batu dalam bahasa Minahasa) Pinawetengan yang ditemukan tahun 1888 oleh penduduk Kanonang.

Pada batu besar itulah para kepala adat dari berbagai suku minahasa berikrar untuk bersatu. Dengan kata lain Batu Pinawetengan merupakan tempat berkumpulnya para kepala adat di pedalaman Minahasa untuk menjalin kebersamaan, menghindari permusuhan, dan bersatu hati serta tindakan untuk hidup rukun dan damai dalam suasana persaudaraan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Watoe Pinawetengan merupakan titik sentral atau titik awal dari pusat kebudayaan Minahasa.

Guratan-guratan pada batu Pinawetengan inilah yang kemudian menjadi sumber inspirasi timbulnya kreatifitas masyarakat Minahasa untuk menciptakan Kain tenun yang dalam bahasa Minahasa disebut Kaiwu dengan corak Watu Pinawetengan.

Motif utama Kain Pinawetengan yang merupakan hasil kreasi masyarakat ditampilkan dalam berbagai bentuk motif seperti  Lukisan orang, Tulisan-tulisan kuno, dan Garis-garis. Jika dilihat secara sepintas hasil karya ini kelihatan sederhana namun perpaduan corak yang dihasilkan terlihat menarik dan memiliki nilai seni yang tinggi. Sebagaimana gambar berikut ini:

dokpri
dokpri
Selain Lukisan orang, Tulisan-tulisan kuno, dan Garis-garis, dikembangkan juga beragam motif seperti tenun tembaga yang diaplikasikan ke dalam bentuk aksesori yang digunakan oleh orang Minahasa jaman dahulu. Ada juga motif bia yang menampilkan gambar kerang-kerangan dan motif Patola yang mempresentasikan visual kulit patola yang unik, dimana semua motif ini diambil  dari budaya Minahasa atau lingkungan disekitar  Sulawesi Utara.

dokpri
dokpri
Selain itu, kain pinawetengan memiliki tampilan Bunga Matahari yang merupakan salah satu Motif utama sekaligus menjadi ikon Desa Pinabetengan, tempat situs Watu Pinawetengan berada. Motif Bunga Matahari dikombinasi dengan berbagai warna utama seperti hijau, ungu, biru, hitam, merah, dan cokelat,. Selain bunga matahari, dikembangkan juga  motif simbol pra sejarah lainnya termasuk burung Manguni, dan kuba Watu Pinawetengan.

dokpri
dokpri
Seiring berkembangnya peradaban, Aplikasi kreatif masyarakat Minahasa terus berkembang sehingga muncul Motif terbaru dari Galery Pinawetengan yakni Kain Pinawetengan "Motif Cengkih", terbuat dari Bahan Satin dan tersedia dalam 7 warna.

dokpri
dokpri
Hingga saat ini Jenis kain yang diproduksi berupa kain songket, kain tenun dan juga kain print dengan motif Pinawetengan

dokpri
dokpri
Kain Songket, Pinawetengan, Tompaso

dokpri
dokpri
Kain Tenun dari sutra dan chiffon yang dibuat dengan teknik print

dokpri
dokpri
Tenun songket

Langkah awal proses pembuatan kain tenun pinawetengan yakni penkloasan benang, pembidangan, dan pembuatan pola. Setelah pola terbentuk pada benang, dilanjutkan ke tahap pewarnaan. Tahap berikutnya melakukan pengginciran dan pemaletan benang. Setelah benang diwarnai dimasukan ke dalam alat tenun ikat untuk disatukan menjadi kain tenun hasil aplikasi kreatifitas yang indah dengan tampilan unik menarik dan cantik dipandang dari sisi seni.

Waktu pengejaan yang dibutuhkan para pengrajin Kain tenun untuk menghasilkan benang yang sudah berbentuk pola, sekitar tiga minggu hingga satu bulan. Untuk proses penyatuan benang pada alat tenun ikat, dalam satu hari menghasilkan satu meter kain tenun. Secara umum ada empat jenis  Kain Pinawetengan, yaitu kain polyster, sifon, sutera, dan tenun. Harga jual dari Kain Pinawetengan relative berbeda tergantung jenis benang yang digunakan.

Simpulan yang dapat disampaikan bahwa Hasil Aplikasi kreatif dari masyarakat Minahasa berupa Produk Kain Pinawetengan yang terinspirasi dari goretan diatas watoe Pinawetengan, sampai saat ini terus dilestarikan dan dikembangkan. Motif utama seperti  Lukisan orang, Tulisan-tulisan kuno, Garis-garis, bunga matahari dan cengki.

Pada awalnya hasil aplikasi kreatif ini hanya dikenakan oleh kalangan tertentu saja atau kerap dikenakan pada acara resmi untuk menggantikan jas. namun dalam perkembangannya Kain motif Pinawetengan semakin diminati masyarakat. Kain motif Pinawetengan juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah , pegawai negeri dan berbagai lapisan masyarakat mulai dari tokoh politik, pejabat, pengusaha, dan warga pada umumnya mulai menggunakan Kain Pinawetengan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun