Mohon tunggu...
Hisdan Satria
Hisdan Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Buruh

Pensiunan mahasiswa jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Kampus Islam, Popularitas Ormah Agamis Murni Kalah Jauh dengan Sosialis-Agamis

13 Juni 2017   05:28 Diperbarui: 13 Juni 2017   05:37 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam saya nonton program Aiman di Kompas Tv yang membahas tentang Hizbut Tahrir Indonesia. Ini merupakan suatu pengetahuan baru bagi saya tentang HTI, mungkin karena saya kurang baca atau memang karena selama ini saya belum pernah bersinggungan secara langsung dengan orang HTI (atau jangan jangan sudah? Cuma sayanya yang nggak peka? Entahlah)

Selama enam tahun menimba ilmu di kampus Islam saya jarang bahkan tidak pernah menjumpai ormah (organisasi mahasiswa) agamis murni seperti HTI ini. Di kampus Islam pamor mereka jauh di bawah ormah sosialis-agamis seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). 

Awalnya saya heran, kenapa di kampus Islam ormah agamis murni justru bisa kalah populer. Seorang teman aktivis HMI di salah satu universitas di Magelang pun menerangkan kenapa hal seperti di atas bisa terjadi. Menurutnya, rata-rata mahasiswa yang kuliah di kampus Islam adalah santri yang sudah bertahun-tahun ditempa di pesantren. Setelah keluar dari pesantren mereka akan mempraktekkan apa yang mereka pelajari sebelumnya. Berbeda halnya dengan kampus Non Islam, rata-rata mahasiswanya berlatar pendidikan secara umum. Mereka baru "mengenal agama" ketika masuk ke perguruan tinggi. Ibaratkan kertas, mereka itu seperti kertas kosong, bisa ditulis apa saja.

Saya coba mengingat kejadian aneh namun menggelitik beberapa tahun silam ketika masih berstatus sebagai mahasiswa. Saat itu hari Jumat, dan saya sholat Jumat di Masjid Kampus. Kebetulan khatib saat itu adalah Ustad Yusuf Mansur, selaku imam juga tentunya. Beliau khotbah selama 45 menit, sangat lama menurut saya, karena yang beliau bahas tidak hanya materi khotbah tetapi juga membangunkan dan membahas orang yang ketiduran saat khotbah. Kejadian lucu pun terjadi. 

Salah seorang jamaah Jumat yang berada di selasar masjid berteriak "Qulhu wae lek!" (Sebuah ekspresi yang menunjukkan kekesalan karena terlalu lama), sembari berjalan meninggalkan masjid di tengah2 khotbah dan "mengungsi" ke masjid sebelah. Dan ia pun diikuti oleh beberapa orang lainnya. Baru kali ini saya melihat khotbah jumat diwarnai dengan interupsi dan aksi walkout dari jamaah. Hahahaha

Kemudian saya berbincang dengan salah satu dosen tentang kejadian interupsi + walkout itu. Dan responnya pun mengejutkan. Beliau mengatakan "pancen kesuwen mas, jumatan kok nganti sejam. Jane nek aku isih enom paling koyo mas'e mau. Amerga wis tua lak yo saru." 

Woo.. saya kira berbeda pendapat, jebul kok sama saja. Dari kejadian itu akhirnya saya pun 'mengimani' apa yang dikatakan salah seorang teman HMI tadi. Mereka yang walkout tadi bukanlah orang yang tidak/baru tahu tentang agama, mereka sudah mencapai level bijaksana dalam beragama. Tidak beragama secara seporadis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun