Pengertian etika, moral dan kaitannya terhadap profesi
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan, watak, kelakuan, tabiat, dan cara hidup. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) menjelaskan etika dalam tiga arti. Pertama, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kedua, etika adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, etika ialah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.Â
Moral dalam KBBI (2003) didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak; akhlak dan budi pekerti; kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat, berani, disiplin, dan sebagainya. Suseno (1993) mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik dan buruknya manusia sebagai manusia. Baik dan buruk disini tidak merujuk pada profesi manusia melainkan pada manusianya.Â
Kaitan dari etika dan moral dalam konteks profesi adalah memberikan standar yang mengatur para profesional hukum atau orang yang menjalankan suatu profesi agar tidak melakukan hal yang melanggar etika moral profesi tersebut. Terutama seorang profesional hukum, yang di mana peranan etika moral disini sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan dalam kehidupan sosial dan untuk mewujudkan hukum yang memiliki empat unsur yaitu, kepastian hukum (rechtssicherkeit), kemanfaatan hukum (zewechmassigkeit), keadilan hukum (gerechtigkeit) dan jaminan hukum (doelmatigkeit). Dengan demikian, masyarakat dapat memiliki kepercayaan yang besar atas penegakan hukum yang ada.Â
Pengertian pengambilan keputusan hukum
Keputusan adalah bentuk pemecahan masalah yang dilakukan setelah memilih satu dari berbagai alternatif yang dibuat. Sementara itu, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif yang paling baik dari sekian banyak alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai pemecahan masalah. Menurut James A.F Stoner dalam Hendra Riofita mengatakan bahwa pengambilan keptusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Pengertian dari pengambilan keputusan hukum adalah bentuk pemecahan masalah hukum yang sedang terjadi yang dilakukan oleh seorang hakim.Â
Hakim adalah pejabat yang diberi wewenang atau kekuasan untuk dapat mengadili, memutuskan perkara-perkara dalam ranah pidana maupun perdata. Hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 ayat 8 KUHAP). Ayat 9, mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Peran etika moral dalam pengambilan keputusan hukum dan efek jika peranan etika moral tersebut tidak dilakukan oleh penegak hukum
Etika moral memiliki peranan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan hukum, karena hukum bukan hanya sekadar aturan tertulis, tetapi juga sarana untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan masyarakat. Sebagai norma yang mengatur perilaku manusia berdasarkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan, etika moral berfungsi sebagai landasan yang membimbing aparat penegak hukum, hakim, dan pembuat kebijakan hukum dalam menghadapi situasi yang kompleks dan dilema hukum. Dalam praktiknya, pengambilan keputusan hukum sering kali melibatkan pertimbangan antara kepatuhan terhadap aturan formal dengan kebutuhan untuk mewujudkan keadilan substantif yang sesuai dengan nilai-nilai moral masyarakat.
Etika moral membantu memastikan bahwa keputusan hukum tidak hanya legal secara formal, tetapi juga adil dan manusiawi. Misalnya, dalam kasus di mana hukum tertulis memberikan ruang untuk interpretasi, seorang hakim yang memiliki dasar moral yang kuat akan mempertimbangkan dampak sosial dan kemanusiaan dari keputusan tersebut. Hal ini penting untuk menghindari keputusan yang meskipun sah secara hukum, tetapi dapat dianggap tidak bermoral atau tidak etis oleh masyarakat. Selain itu, etika moral berperan dalam menghindarkan penegak hukum dari penyalahgunaan kekuasaan dan bias pribadi, sehingga mereka dapat bertindak secara objektif dan berintegritas.
Di sisi lain, etika moral juga menjadi panduan dalam pembentukan undang-undang. Pembuat kebijakan hukum harus mempertimbangkan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat untuk memastikan bahwa hukum yang dibuat relevan, dapat diterima, dan mencerminkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, etika moral tidak hanya membentuk dasar pengambilan keputusan hukum, tetapi juga memperkuat legitimasi hukum di mata masyarakat. Tanpa landasan etika moral yang kuat, hukum berisiko kehilangan arah dan dapat menjadi instrumen yang digunakan untuk tujuan yang tidak adil, sehingga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Ketika etika moral ini dilaksanakan oleh penegak hukum, tentunya masyarakat menjadi yakin dengan adanya kinerja yang dilakukan oleh para penegak hukum. Pada realita yang ada di masyarakat, banyak sekali kasus-kasus yang melibatkan seorang penegak hukum yang menerima suap. Hal ini dapat terjadi ketika penegak hukum atau hakim ini tidak melakukan etika moral ketika melaksanakan profesi.Â
Tentunya, hal ini berdampak pada hilangnya kepercayaan publik kepada penegakan hukum yang berlaku, menjadikan hal yang berbau penegakan hukum dipandang buruk oleh masyarakat, dan juga keadilan yang sulit untuk ditegakkan. Jika hal ini dilakukan secara jangka panjang, maka akan berdampak pada runtuhnya sistem hukum suatu negara. Hukum yang seharusnya menjadi alat untuk menciptakan kestabilan dan keadilan menjadi sumber ketidakpercayaan, ketidakadilan dan ketidaktertiban.Â
Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan hukum yang dilakukan oleh hakim harus melibatkan etika moral di dalamnya. Dengan begitu, dapat mewujudkan penegakan hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan memperhatikan atau peduli dengan hak yang dimiliki oleh masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H