Korban merupakan siswa kelas 11 SMKN 4 Semarang jurusan Teknik Mesin bernama, Gamma Rizkynata Oktafandy. Kronologi kejadian, korban (GRO) bersama dengan kedua temannya bernama S dan A yang diduga sedang melakukan tawuran di sekitar Semarang Barat.
Kejadian itu diketahui oleh anggota polisi dan berupaya untuk membubarkan tawuran, ketika melakukan upaya kelompok gangster melakukan perlawanan yang mengharuskan anggota polisi menembak sebanyak dua kali, tembakan pertama mengenai pinggul GRO dan tembakan kedua meleset mengenai dada A dan tangan S.Â
GRO dikenal di sekolahnya sebagai siswa yang berprestasi dan merupakan anggota Paskibraka yang dikatakan hanya siswa pilihan saja. Menurut keterangan teman dekat dari GRO juga mengatakan bahwa GRO merupakan anak yang baik-baik dan tidak pernah melihat GRO melakukan kenakalan berupa tawuran, bahkan terkejut mengetahui jika GRO tewas dengan tuduhan pelaku dari tawuran yang melawan pihak kepolisian.
Dikutip dari Detik.com, menurut pernyataan Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar dalam konferensi pers pada Senin (25/11/2024) benar adanya terjadi penembakan kepada GRO yang dilakukan oleh anggota polisi tetapi penembakan tersebut dilatarbelakangi oleh upaya pihak kepolisian untuk menghentikan kelompok gangster yang hendak melakukan tawuran.
Namun ketika melakukan upaya penghentian atau pembubaran, dilakukan perlawanan dari kelompok gangster yang membuat anggota polisi terpaksa melakukan tindakan tegas sampai mengeluarkan tembakan peringatan hingga akhirnya menembak korban sampai nyawanya tidak tertolong.
Meski sudah memberikan pernyataan, tidak membuat masyarakat percaya tentunya dikarenakan maraknya penegak hukum yang berusaha untuk menutup-nutupi fakta ketika melakukan penanganan perkara.
Hal ini diperburuk dengan adanya pernyataan lanjutan dari Kombes Irwan Anwar yang menyatakan bahwa tindakan tawuran terjadi di depan Perumahan Paramount, Semarang Barat.
Setelah diselidiki, satpam dari perumahan mengatakan tidak ada tawuran yang terjadi di depan ataupun sekitar Perumahan Paramount. Bahkan, satpam siap memberikan saksi atau pernyataan bahwa pada tanggal kejadian tidak ada tindak tawuran yang dimaksud.Â
Dilihat dari pernyataannya, "melakukan tindakan tegas sampai mengeluarkan tembakan peringatan" anggota polisi langsung menembak GRO dengan alasan melawan, dalam Undang-Undang Kepala Kepolisian Pasal 5 Ayat (1) yang menjelaskan tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang tahapannya, sebagai berikut: a. tahap 1: kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan; b. tahap 2: perintah lisan; c. tahap 3: kendali tangan kosong lunak; d. tahap 4: kendali tangan kosong keras; e. tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri; f. tahap 6: kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.
Berdasarkan peraturan yang telah berlaku, seyogyanya anggota polisi tidak langsung menembak GRO di bagian pinggul karena jika GRO membawa senjata tajam seharusnya cukup menembak tangan atau kaki untuk melumpuhkan pergerakan dari GRO yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.Â
Asas Keterbukaan (Transparancy)
Asas keterbukaan menyatakan bahwa penyelenggara negara wajib membuka diri terhadap hak warga negara untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dengan tetap memperhatikan perlindungan atau hak asasi dan rahasia negara. Keterbukaan (openbaarheid) dan keterbukaan pemerintahan (openbaarheid van bestuur) dalam suatu negara yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang artinya disini rakyat merupakan bagian penting untuk terselenggaranya kekuasaan.
Asas ini dimanifestasikan dalam Pasal 4 Ayat (1) UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.Â
Jika dihubungkan dengan kasus GRO, rakyat atau masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui hal-hal ataupun fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan tanpa ada hal yang ditutup-tutupi apalagi yang berhubungan dengan tersangka yang merupakan salah satu dari penegak hukum atau petinggi negara yang takut kehilangan kursi. Dengan adanya keterbukaan kepada masyarakat membuat masyarakat merasakan adanya kepastian hukum oleh hukum pemerintah Republik Indonesia.
Dampaknya, rakyat akan tidak mudah untuk menerima aturan-aturan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah, karena rakyat sulit untuk percaya aturan-aturan itu benar-benar diperuntukkan oleh rakyat.Â
Pelanggaran Kode Etik
Dalam kasus ini tentu anggota polisi sebagai pelaku penembakan GRO telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang menegaskan etika yang harus dimiliki oleh seorang Polri yakni dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Perkap Nomor 14/2011 dijelaskan pedoman berperilaku seorang Polri mencakup etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan dan etika kepribadian.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pelaku anggota polisi melakukan pelaggaran KEPP etika kemasyarakatan yang di mana telah gagal menjadi anggota Polri yang melindungi dan mengayomi masyarakat serta gagal menciptakan lingkungan masyarakat yang damai.
Kasus penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi kepada siswa SMKN 4 Semarang ini perlu penyelidikan, penyidikan lebih lanjut dan dilakukan secara jelas dan juga terbuka, hal ini agar tidak ada berita yang menjadikan kasus ini menjadi sulit untuk diketahui kebenarannya secara jelas. Pihak kepolisian diharapkan dapat kooperatif dan transparan dalam menangani kasus meskipun pelaku dari pihak kepolisian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H