Bukan hanya era Presiden Jokowi saja yang heboh tentang pemindahan ibu kota di Indonesia, namun pada masa - masa Presiden sebelumnya, seperti Presiden Soekarno  yang memiliki opsi Kota Palangkaraya yang bakal di jadikan ibu kota, kemudian Presiden Soeharto yang memilih opsi kota- kota sekitar Kota Jakarta saja yang akan di jadikan ibu kota, yaitu Kota Bogor dan Kota Jonggol, kemudian ramai lagi wacana dan isu tentang pemindahan ibu kota di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menginginkan ibu kota Negara Indonesia seperti pemindahan yang di lakukan oleh negara lain yang membagi beberapa fungsi seperti pusat pemerintahan, ekonomi, dan ibu kota, pada akhirnya usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menghilang setelah Kota Jakarta di landa banjir besar pada tahun 2013 begitupun presiden -- presiden sebelumnya yang mengalami beberapa halangan yang menjadikan tidak terealisasinya usulan pemindahan ibu kota baru.
Bukan hanya Negara Indonesia saja yang sedang melakukan pemindahan ibu kota negara, namun terdapat beberapa negara luar yang juga pernah mengalami hal tersebut, sehingga membuat negaranya semakin maju dan dapat meningkatkan tingkat perekonomian, tapi  juga terdapat beberapa negara yang memindahkan ibu kotanya, hasilnya malah membuat negara tersebut semakin gagal dan mengalami kerugian karena ibu kota yang baru tersebut. Oleh karena itu, Negara Indonesia harus melakukan pengamatan terhadap pengalaman pemindahan ibu kota yang sudah dilakukan oleh beberapa negara lain agar proses pemindahan berhasil.
Negara lain yang berhasil dalam pemindahan ibu kota yaitu Negara Brazil, dimana negara tersebut memindahkan ibu kotanya pada tahun 1960 dari Kota Rio de Jeneiro ke Kota Brasilia. Penyebabnya tidak lain ialah kepadatan penduduk serta letak Kota Rio de Jeneiro yang di nilai tidak representatif atau tidak menjangkau seluruh wilayah Brazil, untuk itu ibu kota di pindah ke Kota Brasilia yang di nilai letaknya tepat di tengah - tengah Negara Brazil. Uniknya, di Brasilia tanpa ada perencanaan dalam hal ekonomi, dengan prinsip ada pemerintahan dan rakyat, maka Kota Brasilia memiliki daya tarik untuk bisnis yang intinya dengan adanya pusat pemerintahan maka akan menarik minat banyak orang dalam hal urusan bisnis.
Di sisi lain, terdapat  juga beberapa negara yang mengalami  kegagalan dalam pelaksanaan  pemindahan ibu kota negara, contohnya negara tetangga kita, yakni Negara Malaysia, dimana negara tersebut pada tahun 1993 memindahkan ibu kotanya dari Kota Kuala Lumpur ke Kota Putra Jaya dengan latar belakang untuk meringankan beban Kota Kuala Lumpur yang semakin berat serta untuk mengurai kemacetan.Â
Sehingga alasan yang tepat untuk memindahkan ibu kota ke Putra Jaya karena kaya akan kebun sawit dan karet yang kemudian kota tersebut di jadikan sebagai pusat pemerintahan Negara Malaysia. Kegagalan yang didapat adalah sepinya kota dari aktivitas penduduk karena tidak maunya pegawai negara tersebut untuk pindah dari Kuala Lumpur. Pada kasus lain terjadi di Negara Myanmar dimana pada tahun 2005 yang telah memindahkan ibu kotanya dari Kota Yangon ke Kota Naypidaw dengan harapan mengurangi kemacetan dan populasi penduduk yang sangat padat di Kota Yangon. Yang terjadi malah Kota Naypiday sebagai ibu kota baru menjadi kota hantu karena sepinya penduduk. Oleh karena itu, dari pengalaman pemindahan ibu kota oleh negara lain agar bisa dijadikan gambaran bagaimana proses dan pelaksanaan pemindahan ibu kota berhasil dilaksanakan di Indonesia.
Berdasarkan pengalaman sejarah yang pernah dilakukan oleh negara kita dalam pemindahan ibu kota pada awal tahun 1946, Indonesia memindahkan ibu kota ke Yogyakarta. Latar belakangnya adalah pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang telah menduduki Jakarta (Batavia), sehingga membuat para mentri negara harus diberangkatkan pada malam hari dengan transportasi kereta api. Dalam aspek ekonomi, kondisi kas Negara Indonesia sangat buruk, apalagi di tambah agresi militer Belanda yang  ke II yang mengakibatkan keterpurukan ekonomi. Sehingga, Sri Sultan Hamengkubuono yang ke IX menanggung jalannya roda ekonomi negara selama berada di Yogyakarta, bahkan sampai sekitar 6 juta gulden. Oleh karena itu, biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemindahan ibu kota harus di perhatikan.
Ekonomi merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh semua negara. Secara bahasa, ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yakni "oikos" yang artinya keluarga rumah tangga, sedangkan "nomos" yang berarti peraturan dan hukum. Oleh karena itu ekonomi secara umum ilmu sosial yang mempelajari tentang aktivitas manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Menurut Abraham Maslow " pengertian ekonomi yaitu suatu bidang keilmuan yang dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia lewat penggemblengan seluruh sumber ekonomi yang tersedia berdasarkan pada teori dan prinsip dalam suatu sistem ekonomi yang memang dianggap efisien dan efektif" kemudian menurut Robbins "pengertian ekonomi adalah studi tentang perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuannya dihadapkan dengan ketersediaan sumber daya untuk mencapai tujuannya".
Presiden Jokowi telah mengumumkan bahwa lokasi ibu kota baru akan di lokasikan di Kalimantan Timur tepatnya di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser. Penyebab pemindahan ialah karena populasi penduduk di jakarta sangat padat sehingga beban yang di tampung untuk Kota Jakarta sangat berat, selain itu kemacetan yang sangat tinggi juga menambah tingkat polusi di ibu kota sekarang serta daya dukung sumber daya alam seperti air dan udara akan cepat berkurang, untuk itu usulan yang di ajukan Presiden Jokowi Dodo pemindahan ibu kota ke luar jawa bertujuan agar persebaran meratanya ekonomi, pembangunan, pengembangan SDM diseluruh Indonesia. Sehingga, usulan di piihnya Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Panajam Paser karena lokasinya di tengah -- tengah Negara Indonesia.
Pemindahan ibu kota sangat mungkin di laksanakan, karena dalam peraturan, kebijakan, dan Undang -- undang dasar serta amandemennya tidak ada aturan secara tegas. Dalam Bab II ayat (2) UUD NKRI tertulis: Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam UUD tersebut tidak ada pasal yang menyebutkan dimana dan bagaimana ibu kota negara diatur. Oleh karena itu memindahkan suatu ibu kota merupakan fleksibilitas, hanya saja memiliki sebab, akibat dan keefektifan dalam tujuannya. Ada saja pendapat pro dan kontra dari jajaran pemerintah, pejabat, tokoh, sampai masyarakat. Velix Wanggai selaku staff khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah telah menyelenggarakan sebuah Strategic Policy Discussion yang bertema " mengkaji wacana pemindahan ibu kota negara : strategi membangun berkeadilan". Menurutnya, "seorang presiden sangat perlu untuk mengkaji wacana pemindahan ibu kota.
Berhasil atau tidaknya suatu negara dalam pemindahan ibu kota harus dilakukan melalui beberapa proses, mulai dari input -- proses -- output. dalam input sendiri terdapat beberapa macam bagian, seperti menganalisa lokasi, sumber kawasan, design lokasi. Keuangan yang akan dibutuhkan sangat banyak sekali. Menurut Bambang Prodjonegoro selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( BAPPENAS) pemindahan ibu kota akan dimaksimalkan dengan skala biaya Rp. 500 triliun, sehingga bukan perkara kecil dalam pembiayaan pemindahan ibu kota tersebut. Menurut Bambang Prodjonegoro juga sumber dana diambil dari pengelolaan aset negara berdasarkan skema kerja sama dan hal hal lain. Sehingga dari APBN sendiri dapat mengeluarkan dana 19 persen dari seluruh sumber dana total yakni sekitar Rp. 95 triliun.Â
Selain itu sumber dana yang lain dapat di ambil dari dorongan kolaborasi dan partisipasi perusahaan -- perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) atau Skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha ( KPBU ). Adapun terdapat pendapat yang kontra terkait sumber dana yang dikeluarkan hanya 19 persen dari APBN dan sisanya dari kerja sama perusahaaan dan KPBU, yaitu Anthony Budiawan selaku pengamat ekonomi, pendapatnya ialah menyarankan agar sumber dana sepenuhnya di ambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) dan tidak perlu skema kerja sama KPBU dan perusahaan.Â