Mohon tunggu...
Mohammed Hira Meidianto
Mohammed Hira Meidianto Mohon Tunggu... Lainnya - Undergraduate Student

Undergraduate Student of Political Science, Faculty of Social and Political Science, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudut Pandang Barat untuk Timur: Orientalisme di Indonesia

22 Maret 2020   18:50 Diperbarui: 22 Maret 2020   18:51 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki heterogenitas beragam tak terhindari, mulai dari agama, suku, hingga budaya. Heterogenitas ini tersebar luas di Indonesia 17.504 pulau dari Sabang sampai penghujung Merauke. Namun, dengan banyaknya keragaman yang ada ini seringkali memicu primordialisme dari suku ataupun golongan tertentu sehingga dominasi pun terjadi.

Salah satu bukti dominasi suku yang terjadi di Indonesia merupakan Jawanisasi atau progres individu ataupun etnis Jawa secara berjenjang menjadi mayoritas lewat aspek tradisi, bahasa, sosial ataupun politik sehingga terjadi ketidakseimbangan, terpenting pada masa pasca-kemerdekaan. Hal ini bisa diterangkan dengan fakta bahwa sebagian besar presiden yang pernah memimpin Indonesia ialah orang Jawa.

Bermula dari ekspansi Dinasti Syailendra pada abad ke-8 hingga abad ke-9 di Jawa Tengah yang ditiru dengan ekspansi Kerajaan Majapahit di abad ke-14, perkembangan suku Jawa terus berlanjut tanpa henti hingga saat kini. 

Pada masa pasca-kemerdekaan, progres Jawanisasi yang cukup kental terjadi dibawah pemerintahan Orde Baru Soeharto (1966-1998). Lahir di Kemusuk, Bantul, Jawa Tengah, tak cuma menghasilkan Soeharto akrab dengan tradisi Jawa, melainkan juga memahami dan berupaya mendalaminya.

Hal ini diterangkan dengan penerbitan buku Soeharto yang berjudul Butir-Butir Tradisi Jawa pada tahun 1987. Dibawah kepemimpinan Soeharto, banyak aspek politik yang dikendalikan dengan gaya Jawa seperti pemakaian istilah "kabupaten" dan "desa" secara nasional. 

Kecuali itu, sentra pemerintahan Indonesia yang berlokasi di pulau Jawa dan banyaknya posisi strategis (gubernur, bupati, petinggi militer, dan lainnya) yang diisi oleh orang-orang Jawa alternatif Soeharto juga menjadi unsur penunjang munculnya rasa superior dari suku Jawa atas suku lainnya.

Karenanya dari itu pada jangka waktu pasca-kemerdekaan, istilah Jawanisasi acap kali kali diistilahkan sebagai pelaksanaan dominasi suku Jawa secara tak proporsional dari elit pemerintahan. 

Dalam kaitannya dengan Orientalisme, suku Jawa bisa dianalogikan sebagai masyarakat Barat meskipun suku lainnya yakni masyarakat Timur. Orientalisme Barat sendiri mengamati masyarakat Timur sebagai sekelompok orang irasional, tak berbudi pekerti, jahat, dan bodoh. Sebaliknya, masyarakat Barat seperti Eropa dan Amerika diamati sebagai kategori orang yang rasional, berbudi pekerti, bersopan santun dan "normal".

Dengan adanya pemahaman ini, sarjana Barat mewajarkan penjajahan yang dianggap sebagai cara kerja civilization bagi masyarakat Timur. Tak cuma membagi kawasan kekuasaan, namun penjajahan oleh Barat disertai dengan pemberian doktrin-doktrin intelektual ataupun ideologis bagi Timur dengan keinginan masyarakat Timur bisa menjadi "manusiawi". 

Sama halnya dengan Soeharto, dia mewujudkan ajaran Jawa yang dianutnya sebagai dasar kepemimpinan yang diaplikasikan secara nasional. Layaknya kelompok kelas atas Jawa, Soeharto mengerjakan masa kepemimpinannya dengan sewenang-wenang dan sewenang-wenang atau lazim disebut "Mataramisasi".

Tapi, ada pandangan lain mengenai Orientalisme Barat kepada Timur. Pemikiran ini timbul dari Edward Wadie Said, seorang akademisi, pegiat politik, sekalian kritikus sastra keturunan Palestina-Amerika yang Said secara gamblang menyerukan pemenuhan hak politik rakyat Palestina demi menghasilkan Palestina yang merdeka. 

Berdasarkan Said, terdapat kesalahan dari sistem pandang Barat kepada Timur sebab selama ini masyarakat Barat membikin stereotip mengenai kehidupan masyarakat Timur. Said berupaya menggambarkan bahwa Timur ialah sebuah kawasan yang konkret padahal mempunyai perbedaan sistem hidup, kultur dan bahasa dengan masyarakat Barat.

Dengan merajai pemikiran dan retorika Barat, Said berusaha mengerjakan gebrakan kepada pandangan sarjana Barat atas Timur yang direpresentasikan sepihak selama berabad-abad. Dia berupaya untuk menyangkal dan memberikan sistem pandang baru mengenai kehidupan dunia Timur yang dikemas meniru gaya Barat sehingga seringkali dikatakan condong Barat. 

Sama halnya dengan pemikiran Said, Indonesia sudah mewajarkan progres Jawanisasi yang terjadi walaupun sebetulnya masyarakat Jawa tak melulu lebih bagus dari masyarakat suku lainnya. Dominasi Jawa yang terus berlanjut pada era pasca-kemerdekaan memicu banyak kritik atas Jawanisasi sedemikian rupa yang dijalankan Soeharto selama puluhan tahun

.Kasus Jawanisasi bisa dikatakan sebagai salah satu kabar peka yang fatal bagi persatuan Indonesia. Beberapa orang berpendapat bahwa dominasi suku Jawa tak lagi cuma dalam aspek tradisi, tapi kian lama kian menjalar mempengaruhi aspek sosial, politik malahan ekonomi. 

Disadari atau tak, hingga kini masih banyak skor-skor tradisi Jawa yang tertanam di masyarakat. Misalnya ialah penerapan panggilan "Mas" atau "Mbak" kini menjadi hal yang wajar di Jakarta yang sesungguhnya mempunyai panggilan "Abang" dan "None" dengan imbas tradisi Betawi. Istilah lainnya seperti Penghargaan Kalpataru, Piala Adipura, lokakarya, hingga slogan Bhineka Tunggal Ika juga adalah kosakata dari bahasa Sanskerta Jawa.

Tetapi pada hasilnya, masyarakat Indonesia mulai hidup berdampingan tanpa mempermasalahkan suku. Dominasi suku Jawa bahkan kian menurun, ditandai dengan pengisian jabatan di tempat oleh wakil dari tempat itu sendiri, bukan lagi melewati penunjukkan oleh presiden. Istilah Jawanisasi juga mengalami pergeseran makna. 

Istilah ini tak lagi menandakan dominasi suku Jawa dari aspek kultur, politik ataupun ekonomi, melainkan sebatas menandakan penyebaran penduduk Jawa dari tempat padat penduduk ke kawasan lainnya di Indonesia yang lebih sepi penduduk.

Inilah yang menjadi inti penting dari Orientalisme karya Edward Said: tercapainya kehidupan yang harmonis antar bangsa ataupun antar golongan dan suku.

REFERENSI

Encyclopedia Britannica. 2019. Edward Said diakses pada 18 Maret 2020

Badan Pusat Statistik. 2017. Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi 2002-2016

Lewis, Bernard. 1982. The Question of Orientalism. New York: The New York Review of Books

Said, Edward Wadie. 1978. Orientalism. New York: Vintage Books

Soeharto. 1987. Butir-Butir Budaya Jawa. Jakarta: Yayasan Purna Bhakti Pertiwi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun