Lokasi berdirinya prasasti Batutulis ini terdapat dalam bangunan kecil tidak begitu jauh dengan stasiun Batutulis dan juga istana Batutulis, kami bergerak menuju lokasi prasasti dengan berjalan kaki yang hanya berjarak ratusan meter saja (kurang lebih 500m). Di komplek Cagar Budaya Prasasti Batutulis ini selain terdapat prasasti Batutulis juga terdapat jejak peninggalan pasukan kerajaan Pajajaran yaitu jejak telapak kaki Prabu Surawisesa, meja batu bekas tempat sesajen perayaan, batu bekas sandaran tahta raja yang dilantik, batu lingga dan lima buah tonggak batu yang merupakan pengiring dari batu lingga.
Memasuki bangunan kecil tempat prasasti Batutulis berada ditutup oleh sehelai kain dan untuk pengunjung yang hendak masuk harus melepas alas kaki untuk menjaga kebersihan tempat tersebut. Ketika saya memasuki ruangan tersebut, terdapat batu besar yang merupakan prasasti Batutulis yang tertera untaian aksara jawa Kuno berbahasa Sunda Kuno. Di sebelahnya terdapat batu yang ukurannya lebih kecil dan memanjang yang merupakan batu Lingga serta di kiri kanan terdapat 2 buah batu yang ukurannya lebih kecil yang satunya merupakan bekas tempat sesajen dan satunya lagi merupakan batu tempat bersender pada tahta raja.
Dari informasi yang saya dapatkan prasasti ini merupakan peninggalan kerajaan Pajaran yang dibuat tahun 1533M (1455 Saka) oleh Raja Surawisesa (1521-1535M) yang merupakan penerus kerajaan Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi. Prasasti yang ditemukan oleh pasukan VOC pimpinan Kapten Adolf Winkler 25 Juni 1690 ini masih terawat dan terjaga dengan baik karena merupakan salah satu peninggalan sejarah dan menjadi cagar budaya.Â
Tidak jauh dari komplek Cagar Budaya Prasasti Batutulis terdapat istana Batutulis yang berada dalam komplek Hing Puri Bima Sakti peninggalan Bung Karno. Sayangnya istana tersebut tidak dibuka untuk umum, jadi kami tidak dapat memasuki dan menjelajah istana tersebut yang konon terakhir berfungsi sebagai tempat pengasingan Bung Karno.
Pemandian Cipulus yang membawa berkah
Cuaca yang terik dan udara yang panas membuat kami menghayal andai dapat bermain air di pemandian yang tidak jauh dari lokasi prasasti Batutulis dan berada di belakang istana Batutulis. Dengan bersemangat kamipun berjalan menyusuri pinggir rel tempat lokasi pemandian air Cipulus itu berada. Saking semangatnya kami bahkan mengambil jalan pintas menurun yang lumayan terjal yang melewati lahan proyek pengerjaan jalan untuk dapat menuju lokasi pemandian.
Pemandian air Cipulus yang merupakan pemandian peninggalan kerajaan Pajajaran ini oleh warga sekitar airnya digunakan sebagai air minum yang tidak perlu dimasak lagi. Mereka meyakini bahwa air di pancuran di pemandian Cipulus ini membawa berkah, oleh sebab itu banyak pengunjung yang datang dengan hajatnya masing-masing, yang konon juga membuat awet muda. Sesampainya di sana, apa yang kami bayangkan ternyata berbeda dengan kenyataan. Pemandian air Cipulus ternyata hanya berupa tempat kecil dengan air yang dialirkan melalui kran, bukan berupa pemandian pada umumnya. Di lokasi tersebut menurut salah seorang warga yang kami temui terdapat 2 bilik berbeda untuk pemandian perempuan dan laki-laki, kalau menurut saya sih lebih berupa kamar mandi umum dengan kran air.