Keberadaan mantra di kebudayaan Indonesia sangatlah kental dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Beragam suku bangsa membuat keberadaan mantra menjadi juga sangat beragam, ada mantra dari suku Jawa, Sunda, Aceh, Dayak, Sasak, dan masih banyak lagi. Seperti halnya di suku-suku lain di Indonesia, mantra pada dasarnya adalah ekspresi doa yang ditujukan untuk tujuan baik. Begitu juga mantra yang terdapat dalam teks Sunda Klasik yang menyiratkan bahwa umumnya mantra digunakan untuk kebaikan, kesejahteraan, kesuburan dan kedamaian.
Mantra digunakan untuk menolak bala dan mara bahaya dalam upacara ruwatan. Sejak zaman Sunda kuno, laku ruwatan telah dilakukan untuk membersihkan lahan dari pengaruh buruk makhluk-makhluk jahat dan pengganggu, antara lain Udubasu, Kalabuat, Pulunggana, dan Surugana. Tapi ada juga yang menggunakannya untuk tujuan jahat untuk mencelakakan manusia. Namun seiring berkembangnya kebudayaan Sunda, mantra bertransformasi dalam setiap zaman dan tetap eksis hingga saat ini di tengah masyarakat Sunda. Rajah, jangjawokan, asihan adalah sebagian bentuk lain dari ungkapan mantra yang mengikuti konteks penyesuaian zaman dan penggunaannya di masyarakat. Antara lain dalam bentuk ungkapan bahasa, istilah, dan unsur kesakralannya. Namun selalu ada benang merah yang terbentang dari masa lalu hingga masa kini. Â
Dalam film Mantra Surugana persembahan Peregrine Studios ini mengangkat Mantra Sunda dalam tradisi naskah lama. Ekspresi mantra diucapkan dalam bahasa Sunda kuno yang digunakan 5 abad silam. Mantra Sunda dipandang sebagai dokumen dan kearifan lokal budaya Sunda. Pengamal Mantra atau orang yang mengucapkan dan mengamalkan mantra tersebut menjadi suatu tujuan tertentu, beranggapan bahwa membaca Mantra sama dengan membaca Doa, demikian penjelasan Ahli Aksara Sunda Kuno atau Ahli Filologi, Ilham Nurwansyah di Press Conference film Mantra Surugana tanggal 14 Februari 2023 lalu.
Seperti yang diungkapkan oleh Ricky Wijaya salah satu Founder Peregrine Studios dan Executive Producer Film Mantra Surugana, bahwa cerita horor dan legenda (urban legend) memang lekat dengan masyarakat kita.  Dengan diproduksinya film Mantra Surugana ini diharapkan dapat memberikan alternatif tontonan horor urban legend sekaligus menjadi pemicu penikmat film untuk lebih jauh mengenal tentang budaya Indonesia. Selain itu film Mantra Surugana ini juga dikemas dengan teknik sinematografi dan riset yang mumpuni hingga menjadikan film ini menjadi tontonan wajib para penikmat film horor. Film Mantra Surugana yang diproduseri oleh Ervina Isleyen dan disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo menambahkan bahwa segala  kengerian dan keseraman dalam film ini akan menghadirkan pengalaman audio visual yang baru melalui mantra Sunda kuno sebagai mekaniknya.
Dalam Press Conference film Mantra Surugana ini ada kejadian unik, menarik dan tidak mengenakkan bagi para kru dan semua yang terlibat di film Mantra Surugana yaitu hilangnya buku mantra di daerah Fatmawati pada tanggal 11 Februari lalu. Seperti yang diceritakan oleh produser Ervina bahwa keberadaan buku mantra ini sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Untuk kronologisnya pihak film Mantra Surugana sudah mempostingnya di akun instagram @mantrathemovieÂ
Film Mantra Surugana diperankan oleh aktor dan artis muda berbakat seperti Sitha Marino, Messi Gusti, Cindy Nirmala, Rania Putrisari, Fergie Brittany, Shabrina Luna, Rafael Adwel, Dewa Dayana, Yusuf Mahardika, Arswendy Bening Swara, Tegar Satrya dan Mike Lucock. Bercerita tentang kejadian yang menyeramkan yang dialami oleh Tantri (diperankan Sitha Marino) semenjak dia tinggal di asrama kampus. Kejadian-kejadian aneh dan menyeramkan terus terjadi di asrama tersebut, apalagi tersiar kabar bahwa kamar yang ditempati Tantri adalah bekas Arum, mahasiswi yang hilang secara misterius.
Seperti apa peran para aktor serta teknologi audio visual yang dipersembahkan dalam film Mantra Surugana ini segera akan tayang tahun ini. Untuk info lengkapnya bisa ikuti akun media sosial @peregrinestudiosid @adhyapictures @mantrathemovie