Mohon tunggu...
Hiqma Nur Agustina
Hiqma Nur Agustina Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, dosen, peneliti, penikmat sastra, dan traveler

Penulis adalah staf pengajar di English Department, Politeknik Negeri Malang.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sensasi Menyeruput Kopi Kalibaru Langsung di Puncak Bukit

25 September 2024   08:41 Diperbarui: 25 September 2024   08:46 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyeruput Kopi Kalibaru di Puncak Bukit (dokpri)

Siapa yang tak pernah bisa minum kopi? Bila Anda salah satunya, maka Anda termasuk manusia yang merugi. Karena sejak beberapa tahun belakangan ini, kebiasaan minum kopi seolah menjadi trend gaya hidup yang mewabah di semua wilayah di Indonesia. Film Filosofi Kopi di tahun 2015 menandai kebangkitan budaya minum kopi. Film ini menceritakan dua orang sahabat, Jody dan Ben yang diperankan oleh actor Rio Dewanto dan Ciccho Jerikho. 

Kedua sahabat ini memiliki hutang bernilai ratusan juta rupiah yang mengancam keberadaan kedai Filosofi Kopi yang mereka didirikan. Di tengah perjuangan mengatasi hutang dan belitan konflik di antara mereka, seorang pengusaha muncul dengan tantangan yang sanggup menyelamatkan Filosofi Kopi. Film yang bercerita tentang kedai kopi dan segala pernak-perniknya ini seolah menandai era kebangkitan kebiasaan minum kopi di Indonesia. Filosofi Kopi sendiri sebenarnya salah satu kompilasi cerita pendek karya Dee Lestari yang diluncurkan pada 2006.

Romantisme dibangun dengan indah dalam film ini. Penggambaran tentang kehidupan misalnya seperti kata-kata, "Dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama." Atau juga dalam kalimat, "Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?" Siapa yang tidak meleleh apabila banyak kalimat indah nan puitis hadir mewarnai film.

Dengan keahliannya meracik kopi Ben berhasil memenangkan satu miliar dari sang pengusaha, sampai kehadiran El yang mengatakan ada kopi yang lebih baik ketimbang mahakarya Ben meruntuhkan semuanya. Ben dan Jody tidak punya pilihan selain pergi mencari Kopi Tiwus yang akan menentukan kelangsungan Filosofi Kopi dan persahabatan mereka.

Kita dituntun untuk lebih bisa memahami manusia dengan segala masalah yang membelitnya dalam film yang disutradai oleh Angga Dwimas Sasongko. Bukan untuk menghakimi atau merendahkan, namun lebih pada menghargai dan menghormati keberadaannya sebagai manusia.

Sebagai salah satu pecinta kopi, kali ini saya mencoba mendatangi Perkebunan kopi milik seorang teman yang tinggal di daerah Kalibaru, Banyuwangi. Sebut saja namanya Pak Haji Ali Wafa. Beliau adalah orang pertama yang menanam kopi dengan jumlah ribuan hektar di puncak bukit di Desa Kalibaru Kulon, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi. Kali ini saya dan keluarga berkesempatan untuk memenuhi janji mengunjungi pemilik ribuah hektar kopi yang sungguh indah di suatu akhir pekan.

Sebuah mobil jenis Range Rover datang ke tempat kami menginap. Salam dan sapaan hangat menjadi penanda keramahan yang khas. Kami pun turut dalam mobil dan terlibat dalam kehangatan percakapan. Setelah itu perjalanan berlanjut menuju perkebunan kopi yang tak pernah kami sangka sangat luas dan tentu saja melewati jalan terjal berliku. Hujan lumayan deras mengiringi saat mobil mulai mendaki. Ketegangan semakin terasa manakala melihat kanan jalan adalah jurang, sedangkan lebar jalan tidak kurang dari 1,5 meter. 

Medan menuju area perkebunan kopi milik Pak Haji Ali bisa dikatakan cukup berbahaya. Harus seorang sopir yang mahir dan terbiasa melewati jalanan berliku yang mampu membawa penumpang sampai ke atas. Alangkah terkejutnya saya ketika Pak Haji secara tidak sengaja menyampaikan bahwa sopir kami adalah amatir. Olala...tak pelak, hanya dzikir yang terucap dari bibir. Memohon keselamatan pada Sang Pemilik Jagad Raya, Tuhan Yang Maha Esa.

Sepanjang perjalanan sebelum sampai di puncak tampak area perkebunan Kakao milik pemerintah yang cukup luas. Kami benar-benar dimanjakan oleh hijaunya pepohonan dan sejuknya hawa pegunungan. Sungguh sebuah paduan yang serasi. Kengerian akan sempitnya akses jalan ditambah dengan kondisi tanah yang berlumpur karena air hujan semakin menjadi ketika mobil Range Rover yang kami tumpangi berpapasan dengan mobil truk yang akan turun. Alunan dzikir semakin kencang ditambah dengan bunyi detak jantung yang seolah berlomba. Masya Allah...Sungguh Allah menciptakan tempat yang luar biasa indah ini, sekaligus dengan medan sulit dan terjal yang harus dilewati. Tentu ini penggambaran dari peribahasa "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Yang artinya apabila ingin menikmati keindahan dan kesejukan perkebunan kopi dan hawa dinginnya ditambah dengan bonus menyeruput kopi langsung di puncaknya, maka kami harus berpacu dengan debaran jantung dan berdoa mohon keselamatan kepada Sang Maha Pencipta.

Setelah menempuh kurang lebih 1 jam perjalanan, akhirnya kami pun tiba di puncak perkebunan kopi. Tampak beberapa rumah penduduk yang hanya dihuni bila mendekati musim panen kopi dan akan ditinggalkan bila panen kopi sudah selesai. Salah satunya adalah rumah Pak Haji Ali yang berada di ketinggian di atas 400 mdpl. Hawa sejuk pegunungan menerpa begitu kami turun dari mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun