Diambil dari : www.SangPemenang.com
Apa kabar sobat, semoga tetap baik dan bahagia selalu. Beberapa minggu terakhir ini Jakarta sedang dilanda hujan yang cukup lebat dan banjir yang berkepanjangan. Beberapa kawan saya juga terkena banjir hingga mereka sungguh kerepotan dalam beraktivitas. Banjir rupanya merupakan masalah yang cukup kompleks, mulai terkait dari urusan infrastruktur sampai dengan urusan kesadaran diri dari tiap-tiap warga Jakarta. Namun sering kini kita lihat bahwa orang saling menyalahkan satu sama lain terkait banjir Jakarta, dan terutama pemerintah dipojokkan dengan berbagai argumen-argumen yang ada.
Memang, pemerintah sebagai salah satu elemen dari Jakarta patut untuk senantiasa memperjuangkan langkah-langkah strategis penanggulangan banjir, namun perlu kita ingat juga bahwa elemen terbesar dari penduduk warga Jakarta bukan hanya pemerintah saja melainkan dari masyarakat. Siapa itu masyarakat ? ya persisnya individu-individu yang tinggal di Jakarta, termasuk diri kita sendiri. Melihat kondisi seperti ini saya jadi teringat sebuah cerita yang sangat berdampak dalam hidup saya, cerita yang ada di sebuah buku yang sangat indah untuk dibaca.
Alkisah pada suatu hari tinggallah seorang raja yang sangat gagah perkasa dan berkuasa. Sang raja sangat dicintai oleh rakyat-rakyatnya dan memerintah dengan adil dan makmur. Sampai suatu kali, sang raja sakit keras. Berbagai tabib dipanggil untuk menyembuhkannya namun sang raja tak kunjung sembuh. Sampai satu orang yang paling bijak didatangkan untuk mengobati sang raja. Orang bijak itu cukup terkenal di negerinya, dan ia berkata pada raja, “Wahh sang raja sakit keras, dan agar sang raja tidak sakit dan meninggal, apapun yang di lihat oleh sang raja haruslah berwarna hijau.”
Akhirnya sang raja senang sekali, dan ia mengecat seluruh kamarnya menjadi warna hijau. Namun sang raja ingin berkeliling di dalam lingkungan kerajaan, dan ia pun mengecat seluruh lingkungan kerajaannya menjadi warna hijau. Dan biaya terkuras cukup banyak untuk mengecat istana yang begitu luas. Sang raja pun ingin keluar kota dan negara untuk berjalan-jalan. “Wahh besar sekali biayanya untuk mengecat semuanya menjadi warna hijau !”, ujar sang raja.
Akhirnya sang raja memanggil orang bijak yang pernah mengobati dirinya dan menceritakan semuannya. Dengan lembut orang bijak itu berkata, “Daripada mengecat semuanya menjadi hijau, Mengapa sang raja tidak memakai kacamata hijau saja ?” Sang raja pun tertegun dan menyadari hal itu, akhirnya dengan menggunakan kacamata hijau ia menjadi lebih berbahagia dan dapat berjalan-jalan kemanapun yang ia inginkan.
Seringkali kitapun seperti itu, kita ingin mengubah orang lain, mengubah situasi, mengubah dunia. Namun kita lupa, jika kita mau mengubah dunia yang paling penting adalah mengubah diri sendiri. Terutama mengubah cara pandang kita terhadap dunia, dan mulai melangkah dari diri sendiri.
Cerita tersebut sangat menginspirasi saya, ditulis di sebuah buku hitam yang hingga kini masih saya simpan di rumah saya. Kisah tersebut menyadarkan saya tentang pentingnya mengubah diri sendiri. Sebab apa yang diluar, hakikatnya adalah esensi dari yang di dalam. Dengan mulai dari diri sendiri, kita bisa menjadi motor perubahan. Sebelum menyalahkan orang lain, sudahkah kita bertanya, “Dengan cara apa aku ingin berkontribusi terhadap penyelesaian masalah ini ?”, sudahkah kita bertindak dengan tulus hati ?
Alih-alih menyalahkan berbagai pihak, mari kita wujudkan dunia yang lebih baik dan lebih damai sejahtera dengan motor perubahan, yaitu diri kita sendiri.
Salam Ajaib !
Andreas Pasolympia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H