Mohon tunggu...
Hindharyoen Nts
Hindharyoen Nts Mohon Tunggu... profesional -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Joko Widodo, Bukan Presiden Berdaulat

2 November 2015   12:43 Diperbarui: 2 November 2015   13:02 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Begitu pun ketika Jokowi dan JK dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, 20 Oktober 2014. Masyarakat menyamput pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru itu dengan suka cita.   Rakyat yang “merasa memenangkan” Jokowi dan JK menaruh harapan besar akan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Disamping harapan bahwa Jokowi akan menjadi Presiden yang berkedaulatan, bukan seorang Presiden yang berada di bawah kendali partai pengusung.

Namun dalam perjalanan satu tahun memimpin NKRI Jokowi harus menghadapi tekanan, tantangan, tentangan nintrukintrik politik yang bertubi-tubi seperti disebut di atas , Kalau saja tekanan tersebut dari eksternal ndak masalah. Akan tetapi konyolnya serangan dan tekanan itu justru ad yang berasal dari kalangan internal dan politikus partai pengusung . Politisi-politisi PDIP yang ada di DPR. Bahkan beberapa menteri pun ikut-ikutan mengecam, mengkritik kebijakan, program Jokowi yang nota bene Presidennya. Dari internal PDI-P sedikitnya terdapat 3 politisi yang sangat intens melontarkan kritik , mengecam dan mencerca Jokowi . Sebut saja Rieke Diyah Pitaloka, Effendi Simbolon dan Masinton Pasaribu.

Saat sedang marak demonstrasi buruh menuntut kenaikkan upah , Rieke malah menyudutkan Presiden dengan pernyatan - pernyataan nyiyir dengan mengatakan bahwa dirinya menyesal telah menganjurkan buruh untuk memilih Jokowi pada Pilpres 2014. Di DPR koalisi partai pengusung Jokowi-JK yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH-PDIP, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura) yang jika digabung suaranya memenangi Pemilu Legislatif ternyata tidak berdaya menghadapi manuver-manuver politik Koalisi Merah Putih (KMP-Golkar, Gerindra, PAN, PKS, Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan Indonesia ) .

KIH tampaknya tidak mempunyai politikus petarung yang hebat sehingga ketika menghadapi manuver manuver politik yang dilakukan KMP untuk “menguasai posisi-posisi strategis” KIH benar - benar keteteran. Padahal manuver KMP tersebut jelas-jelas jauh sekali dari produktif karena manuver itu hanyalah sebuah rekayasa politik untuk keuntungan KMP belaka ketimbang untuk merubah sistem politik yang lebih aspiratif guna kepentingan rakyat Indnesia.

“Pertanyannya apakah Jokowi berdaulat atas dirinya sendiri dengan munculnya isu dari Senayan kedua kalinya tentang Revisi KPK misalnya. Lalu paling mutakhir mencul isu akan masuknya orang PartaiAmanat Nasional /PAN ke dalam Kabinet Jokowi yang ditentang Nasdem. Untuk melaksanakan TRI SAKTI yang inti dasarnya adalah BERDAULAT/KEDAULATAN . Ia sebagai seorang Presiden sudah barang tentu harus bisa menunjukkan bahwa ia betul-betul seorang Presiden BERDAULAT karena ia adalah Presiden segenap Bangsa Indonesia. Bukan sekedar PETUGAS PARTAI . Lalu apakah TRI SAKTI saja tidaklah cukup. Apa harus diubah menjadi CATUR SAKTI dengan menambah satu ke saktian lagi yakni BERDAULAT SEBAGAI PRESIDEN yang harus diperjuangkan. (hindharyoen nts, jurnalis) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun