Mohon tunggu...
Himawan
Himawan Mohon Tunggu... Administrasi - https://himfiles.blogspot.com/ ....... https://opensea.io/himpersada

Twit update perkembangan weekly-chart #HIMpersada20 ( Hits Indonesia Mingguan ) di @himpublik | https://opensea.io/himpersada

Selanjutnya

Tutup

Music

HIMpersada20: 31 Oktober-6 November 2021 (Kilas Balik Musik 2005-2014: Bagian 15)

1 November 2021   07:15 Diperbarui: 1 November 2021   07:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2012 : # Label rekaman

Major label vs indie label. Benturan kedua pihak ini sungguh menjadi issue fenomenal yang mewarnai industri musik tanah air di era 90an, baik itu dipandang dari segi jangkauan distribusi maupun adu kapital. Sempat ada stigma negatif bahwa rata-rata major label cuma berani bermain dalam tataran "mainstream" yang ditafsirkan sebagai "pelayan" pasar musik mayoritas, sedangkan musisi yang bermain di indie label dianggap lebih prestisius karena kesannya masih idealis dan secara komunitas lebih eksklusif ( baca : tidak pasaran ).

Kini polemik mengenai ukuran gengsi artis indie masuk major label tidak begitu kencang lagi bergaung. Namun sebaliknya, bila ada musisi yang berani hengkang dari major label yang selama ini menaunginya, nach rasanya pantas bila dibuatkan catatan tersendiri. Ada beberapa alasan yang mirip dengan dalih pegawai berhenti bekerja di suatu perusahaan, mulai dari : ingin merintis usaha sendiri, karir mentok, atau merasa "dianaktirikan" karena harus berebut perhatian dengan artis lain.

Memasuki era digital yang tak bisa dihindari lagi, kerjasama label dengan berbagai pihak secara global tak bisa dipungkiri bisa menjadi jembatan guna menjangkau pasar yang lebih luas. Semisal dengan situs YouTube sebagai media promo (premiere) videoklip, via jaringan Google+ guna menghimpun fanbase yang loyal, sampai lewat jualan singel di iTunes. Label kini "dipaksa" survive dengan memanfaatkan channel pemasaran apapun yang bisa digarap.

Kiranya label lokal mesti bisa bersinergi dengan banyak promotor konser yang belakangan ini tengah menjamur mendatangkan artis mancanegara. Kesuksesan konser Noah yang berhasil mendatangkan massa penonton yang berani membayar mahal untuk menyaksikan penampilan musisi kesayangannya tersebut bisa menjadi pelajaran kemana posisi label rekaman harus mengambil peran.

2012 : # TV, radio, online

Di awal tahun 2013, bakal ada duel program kontes bakat/musik yang sudah lebih dulu populer di program tv luar negeri, yakni : The X-Factor Indonesia ( bakal tayang di RCTI ) versus The Voice Indonesia ( segera launching di Indosiar ). Dari beberapa pengalaman terakhir, anehnya para pemenang dan alumnus jebolan acara beginian justru tidak mujur saat bertarung di medan sesungguhnya. Sementara beberapa artis baru yang diorbitkan sebagian label justru bisa melesat tanpa pakai acara menggeber polling sms segala. Maka pesan penulis, sudahilah kontes2 via televisi yang memakai format voting dari penonton.

Sementara di industri radio khususnya seputaran Jakarta, terpaksa penulis harus bilang : membosankan ! Maaf, setidaknya begitulah kesan personal penulis yang dalam beberapa tahun belakangan ini berusaha menikmati sebagian besar siaran stasiun radio2 ibukota. 

Sudah lagu2 gresnya telat beredar dibanding airplay kebanyakan radio daerah, frekuensi rotasi playlist dengan lagu sama yang kelewat sering diputar membuat tembang menjadi cepat basi di telinga. Mau menyalahkan MD-nya, sepertinya terlalu menyederhanakan masalah karena pasti tersangkut dengan dalih : segmentasi dan karakteristik pendengar radio Jakarta tidak sehomogen pendengar radio daerah.

Seperti yang pernah dibahas dalam edisi tahun lalu, beruntunglah berbagai aplikasi radio streaming kini bisa diakses via smartphone maupun tablet yang tentunya tidak terlalu menguras kuota internet ketimbang dipakai untuk streaming video. 

Terlebih makin banyak area hotspot yang menyediakan free-wifi, jadi sambil baca berita online sekalian dengerin radio favorit tanpa batas kekuatan pemancar stasiun radionya, paling mentok yach mesti siap dengan perangkat powerbank buat ketahanan baterenya dan kadang2 ngedumel juga kalo pas ada buffering, he3...

Khusus tahun 2012 ini, pilkada DKI Jakarta menghasilkan berbagai fenomena unik, diantaranya memakai parodi lagu sebagai jingle kampanye. Beberapa musisi ibukota juga sempat "ditarik" sebagai model iklannya, meski yach baru sebatas vote-getter. Kemunculan Rhoma Irama bisa jadi perkecualian, karena meski dianggap bukan "anggota tim sukses", tetapi pengaruh pentolan grup Soneta ini lumayan dominan.

2012 : # Industri vs apresiasi musik

Dulu ukuran kesuksesan seorang musisi bukan sebatas dihitung dari berapa kali dia tampil di televisi atau berapa sering lagunya diputar oleh banyak stasiun radio, namun sederhana sekali standarnya, yakni : berapa juta copy rekaman kaset/cd album yang terjual. Ketika media bajakan seolah tak bisa diberangus penyebarannya, sumber penghasilan industri musik kemudian beralih ke RBT maupun konser keliling ke berbagai kota. File musik yang bertebaran di banyak situs peer-to-peer di satu sisi memang menjadi media promosi ( ada seloroh bahwa kalau ada lagu yang belum "dibajak", artinya lagu tersebut dianggap gagal mengangkat popularitas artisnya, halah... ), namun di sisi lain hal tersebut tidak mendidik publik untuk menghargai karya musik yang telah dibuat dengan susah payah.

Ketika penjualan lagu singel yang dijual lewat media online masih belum digandrungi, cara yang ditempuh banyak label mupun artis belakangan ini adalah dengan memanfaatkan jalur distribusi retail, seperti di jaringan restoran cepat saji maupun minimarket. Toko kaset ? Hhhmmm... paling sebatas mencari memorabilia atau memang pemburu koleksi merchandise si artis. Dulu ada kebanggaan kalau bisa mengumpulkan cover album kaset, sekarang ?

Semenjak RBT, nada sambung, nada dering, atau apalah namanya mendapat stempel buruk sebagai salahsatu sarana "penguras" pulsa handphone, kabarnya untuk tahun 2013 fitur VAS ( value added service ) ini akan digenjot lagi dengan penyempurnaan aturan main yang tidak merugikan kenyamanan pengguna selular.

Jadi teringat suatu topik perdebatan tentang apakah lagu2 yang masuk daftar RBT terlaris bisa dianggap sebagai sampel yang menggambarkan selera musik masyarakat ? Atau bisakah polling yang digelar stasiun tv dalam acara award2 musik itu menjadi cermin bahwa corak musik itulah yang menjadi favorit kebanyakan orang ? Terlalu naif bila industri musik tidak memikirkan faktor komersial, namun tantangannya adalah bagaimana menyelaraskannya dengan idealisme sang musisi itu sendiri.

Bersambung .......

 

 

Disclaimer : 

Weekly-chart yang saya buat ini bersifat subyektif adanya ( tanpa pengaruh endorse label maupun tim manajemen artis manapun ), jadi kalau ada beberapa tembang favorit anda yang mungkin tidak ada di daftar tangga lagu ini, harap maklum adanya. Namun tiap minggunya, saya tetap pantau juga beberapa chart radio yang menjadi referensi materi dalam meng-update penyusunan lagunya. Terima kasih.

Kritik, kontak & kerjasama : jukeboxlist@yahoo.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun