Mohon tunggu...
Himmatul UlyaFitri
Himmatul UlyaFitri Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

TTL: 06/04/1999

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kritik Sastra Melalui Media Pementasan Teater "Dhemit"

16 Desember 2019   16:49 Diperbarui: 16 Desember 2019   16:55 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sastra selalu di kaitkan dengan nilai estetika dan bersifat klasik. Bukan hanya itu, sastra bisa di bilang aset peradaban dunia. Karya sastra yang dihasilkan beragam. Dimulai dari puisi, prosa, drama memiliki karakternya masing-masing. Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan leksikalnya.

Puisi adalah bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima dan penyusun bait dan baris yang bahasanya terlihat indah dan penuh makna. Drama merupakan genre (jenis) karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia dengan gerak. Drama menggambarkan realita kehidupan, watak, serta tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan.

Komunitas Teater lonjeng yang tergabung di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia (HIMASASINDO) fakultas sastra Universitas Pamulang (UNPAM), telah menggelar pementasan teater yang berjudul "Dhemit" karya Heru Kesawa Murti pada tanggal 11-12 Oktober 2019 lalu yang berlokasi di Gedung Amphiteater Taman Kota Dua. 

Pementasan yang di sutradarai oleh Mohammad Yus Yunus ini berhasil memboyong kurang lebih berjumlah 150 penonton. Penonton membludak pada Sabtu malam kurang lebih 170 penonton. Yus sukses mengemas cerita lakon Dhemit menjadi suatu cerita komedi yang menghibur. 

Begitu antusiasnya para mahasiswa/i yang mengikuti pementasan teater tersebut. Keti kaitu saya hadir pada Sabtu malam pukul 19.15 malam. Saya menulis nama registrasi lalu di persilahkan masuk menuju gedung Amphiteater Taman Kota Dua, Tanggerang Selatan. Bangunan tersebut sangat artistik dan gaya seni yang menonjol. Saya duduk di tepat paling pinggir dan mulai menikmati persembahan teater "Dhemit".

Cerita tersebut berawal disebuah desa terdapat pohon yang menjadi kediaman sang lurah Dhemit ingin coba digusur oleh seorang kontraktor licik yang selalu ditemai konsultan cantiknya, Suli. Karena merasa terganggu dengan kedatangan manusia yang akan mengancam keberlangsungan hidup para Dhemit, akhirnya genderewo dan setan yang lain mepunyai ide untuk menculik Suli dan menyanderanya walau tampaknya ini akan mendapat penolakan dari lurah jin karena merupakan tindakan tidak terpuji.

Cerita tersebut seluruhnya menggunakan alur campuran. Dimana pada awal cerita berjalan secara maju (progresif). Dimulai dari pengenalan tokoh seperti genderuwo, jin pohon preh, wilwo, Sawan dan para pekerja kontaktor. Pada awal cerita juga sudah ada pengenalan masalah. Cerita tersebut memadukan kritik sastra dengan gaya berkomedi. 

Di dalam dialognya terdapat sindiran-sindiran kepada pemerintah dengan mengibaratkan "Kaum Manusia" pagi para dhemit. Tiba-tiba dipertengahan cerita menggunakan alur mundur (regresi) saat salah satu anggota dhemit Sawan menceritakan bahwa ia berhasil menculik sekretaris Pak Rajeg dan menyembunyikannya.

Lalu setelah itu, cerita di lanjutkan kembali sampai bagian akhir dimana sosok Suli yang oleh kontraktor dianggap tangan kanan dan bagian penting dari bisnis ini akhirnya berusaha diselamatkan dengan meminta bantuan dukun setempat walau harus melakukan perundingan alot dengan para Dhemit.

Dhemit akhirnya bersedia melepaskan suli dengan jaminan pohon prehnya tidak di tebang tapi ternyata si kontraktor ingkar dan tetap ingin menebang pohon. Disinilah puncak permasalahan cerita tersebut ketika ternyata keadaan berkata lain, bukannya keuntungan yang ada tapi celaka yang akhirnya dirasakan si kontraktor karena kerakusannya mencaplok tanah yang ditinggali bangsa dhemit.

Berdasarkan pementasan Teater Dhemit pada Sabtu malam itu. Menurut analisa yang saya lakukan, pementasan Teater Dhemit ini mengkritisi penggusuran di lakukan oleh pemerintah. Dimana sebagian masyarakat merasa bahwa pemerintah semena-mena melakukan penggusuran tempat tinggal para penduduk. Selain itu, aktor yang bermain sangat keren dan menjiwai perannya masing-masing. 

Contohnya seperti tokoh jin pohon preh yang diharuskan untuk mengubah suaranya menjadi parau. Dibuhtuhkan teknik khusu untuk mengubah suara asli dalam pementasan menjadi karakter tokoh yang diperankan. Unsur komedi dalam cerita tersebut juga membuat para penonton merasa greget dan menghibur sekali. Hanya saya sedikit merasa monoton  saat di pertengahan cerita menuju konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun