Mencermati Pidato Hari Guru Nasional 2019 dari mas Mendikbud Nadiem Makarim, ingatan kita dibawa kembali ke masa lalu. Kepada impian pendahulunya yaitu Bapak Pendidikan Nasional Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara.
Mirip seperti pendiri bangsa lainnya, beliau mengimpikan kemajuan bangsanya. Maju dan bangkit dari keterbelakangan di masa penjajahan.
Saat itu ia melihat kesempatan memajukan bangsanya dengan jalan mencerdaskan seluruh anak bangsa. Dari situ ia kemudian mencanangkan pemerataan pendidikan. Seperti diketahui, bahwa sebelumnya pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir kaum priyayi.
Sebagai seorang warga priyayi Ki Hadjar Dewantara mengawali gerakannya lewat kaumya. Lewat gerakannya ia menyerukan agar kaumnya menggunakan keuntungan mereka sebagai kaum terdidik untuk mendistribusikan ilmu pengetahuan kepada seluruh anak bangsa ini tanpa diskriminasi.
Saat itu seruannya itu ditujukan pada kaumnya untuk mengajar - menjadi guru.
Kini, Penerus posisi Ki Hadjar Dewantara di kementrian, mas Mendikbud Nadiem Makarim, pagi hari tadi, 25 November 2019, menyiarkan rekaman pidatonya untuk menyambut Hari Guru Nasional.
Bila kita maknai bersama isi pidatonya seolah semangat Ki Hadjar Dewantara dihidupkan kembali, yaitu permusuhan abadi terhadap kebodohan dan keterbelakangan.
Pidato ini menjadi indikasi, bahwa negara berencana untuk mengembalikan posisi dan peran guru ke fitrahnya sebagai penggerak dan pelaku utama pencerdasan bangsa Indonesia, dan bukan abdi negara yang lebih sibuk dengan aturan birokrasi dan administrasi.
Perhatikan, dari sebagian besar paragraf  pidatonya dimulai dengan kata 'Anda'. Ini adalah seruan langsung kepada para guru sebagai orang-orang di front terdepan. Diingatkan, bahwa tugas mereka tidak pernah mudah, namun mereka tetap harus selalu berdiri di depan untuk menarik atau menaikan mental anak didiknya ke arah kemajuan. Senada dengan yang dimaksud oleh ungkapan ing ngarsa sung tulada.
Dalam pidatonya mas Mendikbud juga menghimbau para guru untuk menggali potensi setiap anak bangsa. Mereka harus berada di antara anak didiknya - ing madya mangun karsa. Dengan begitu keistimewaan dan keunggulan mereka akan lebih dapat dikenali.
Negeri ini kaya dengan keragaman, maka lumrah kalau anak bangsanya juga memiliki keragaman dalam kemampuan. Untuk memajukannya diperlukan penanganan khusus dan tidak mesti sama.
Selama ini kekayaan keragaman kemampuan di Indonesia lebih sering dihambat oleh keseragaman dan peraturan. Untuk itu guru dihimbau agar berada di samping anak didiknya demi membangun karsanya dengan keistimewaan masing-masing.
Benarlah kata ahli fisika Albert Einstein, bahwa setiap orang itu terlahir jenius. Tapi bila orang dinilai seperti menilai seekor ikan dalam kemampuannya memanjat pohon, maka seumur hidup ia akan percaya bahwa dirinya bodoh.
Mulai hari ini pula para guru diserukan untuk menghindari jalan satu arah dalam proses belajar mengajar. Tut wuri handayani - inilah tahap tersulit dari falsafah pendidikan Indonesia.
Bila karsa sudah berhasil terbangun, maka guru dihimbau untuk 'memberikan pundaknya sebagai pijakan' bagi setiap anak didiknya, agar mereka berani dan percaya diri. Untuk keluar untuk tumbuh para anak didik memerlukan tumpuan dan dukungan penuh. Tentu tumpuan dan dukungan terbaik datang dari orang terdekat, mereka yang mengenali kekurangan dan kelebihan anak didiknya.
Adalah kenyataan bahwa tugas guru sangat mulia sekaligus tersulit. Guru dituntut berinovasi di semua lini. Mereka harus kuat untuk bisa menarik anak-anak bangsa ini menuju kemajuan. Mereka harus terus mendampingi anak didiknya untuk tidak kecil hati bila kemampuan mereka tidak sama dengan kemampuan anak-anak lainnya.
Bahkan mereka dituntut untuk merendahkan dirinya, merelakan pundaknya diinjak demi terciptanya manusia-manusia Indonesia berpikiran maju sekelas Ki Hadjar Dewantara, B. J. Habibie atau bahkan Nadiem Makarim. Manusia-manusia Indonesia yang mampu keluar dari keterbatasan dengan karyanya sendiri.
Tepat di Hari Guru Nasional di tahun 2019 ini rumusan falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara dicanangkan secara nasional untuk disempurnakan. Kini dengan diaktifkannya kembali 'ing ngarsa sung tulada' dan 'ing madya mangun karsa' di samping 'tut wuri handayani', maka impian pemerataan kecerdasan Ki Hadjar Dewantara tidak lagi sekedar impian, melainkan kukuh menjadi cita-cita bangsa.
Bila beliau melihat ini, beliau pasti tersenyum di atas sana.
Selamat Hari Guru Nasional!
#merdekabelajar #gurupenggerak
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI