Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengantar Ekonomika Perilaku

31 Juli 2024   23:25 Diperbarui: 31 Juli 2024   23:36 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nobel Laureates in Economics 2017, Richard H. Thaler (pm-research.com/richard-h-thaler)

Manajemen risiko ini dapat diterapkan dalam sebuah kebijakan publik. Misalnya, beberapa toko swalayan di Jogja mencoba mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dengan menawarkan bonus Rp1.000 jika pelanggan membawa tas yang dapat digunakan kembali, dan ternyata kebijakan tersebut tidak terlalu efektif. Kemudian mereka mencoba mengenakan pajak sebesar Rp1.000 untuk setiap kantong plastik yang dibutuhkan dan kali ini orang-orang lebih memilih untuk membawa tas belanja dari rumah. Ini adalah penerapan keengganan terhadap kerugian yang efektif. Karena sungguh lebih menyakitkan ketika harus membayar Rp1.000 untuk sebuah kantong plastik daripada mendapatkan Rp1.000 per tas belanja yang kita bawa sendiri.  

Selain itu, studi lain juga menganalisis konsep loss aversion untuk memotivasi karyawan. Dalam penelitian ini, peneliti membagi karyawan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah karyawan yang tidak akan diberi bonus. Kelompok kedua adalah karyawan yang akan mendapatkan bonus di akhir tahun jika mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya kelompok yang ketiga adalah karyawan yang diberikan bonus di awal tahun, dan mereka harus mengembalikan bonus jika tidak mencapai target yang ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa kelompok satu dan dua hampir sama, sedangkan kelompok ketiga meraih prestasi dengan performa yang jauh lebih baik. Ini jelas menunjukkan bahwa manusia sangat benci terhadap kegagalan dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindarinya (loss aversion).

Contoh empiris dari loss aversion adalah studi Camerer dkk (1997) tentang supir taksi di Kota New York. Para supir taksi di New York membayar biaya tetap untuk menyewa taksi mereka selama dua belas jam dan kemudian menyimpan seluruh sisa pendapatannya. Mereka harus memutuskan berapa lama merek berkendara setiap hari. Maka strategi pemaksimalannya adalah dengan bekerja lebih lama pada hari-hari ramai (hari-hari dengan penghasilan per jam yang tinggi seperti ketika cuaca hujan atau hari-hari ketika ada acara konferensi besar di kota) dan berhenti lebih awal pada hari-hari yang diperkirakan cukup sepi. Namun, misalkan pengemudi taksi menetapkan tingkat pendapatan target untuk setiap hari, dan menganggap kekurangan yang berhubungan dengan target tersebut sebagai kerugian. Kemudian, mereka justru akan berhenti bekerja lebih awal pada hari-hari ramai karena target harian sudah terpenuhi dan bekerja lebih lama pada hari-hari sepi, yang merupakan kebalikan dari strategi rasional. Hal inilah yang ditemukan Camerer dkk dalam penelitian empiris mereka.

Scarcity Framing

Scarcity atau kelangkaan adalah ketersediaan atas sebuah komoditas secara terbatas. Scarcity effect adalah kecenderungan psikologis yang membuat sebuah pilihan yang lebih langka memiliki value atau nilai yang lebih besar ketimbang pilihan lain yang melimpah. Dalam otak kita kelangkaan terasosiasi dengan sesuatu yang positif, mewah, eksklusif, dan diperebutkan banyak orang, sehingga harus segera kita miliki. Sebaliknya, ketika sebuah opsi selalu tersedia orang akan cenderung menunda dan mengulur waktu dan kemudian melupakannya. Namun jika sebuah opsi tersedia secara langka, terbatas baik jumlah maupun waktunya, maka seseorang akan terpicu untuk membuat keputusan dengan segera. Contoh scarcity effect adalah dime sale. Dime sale adalah sebuah teknik pemasaran yang digunakan untuk meningkatkan penjualan produk dengan menciptakan efek atau kesan kelangkaan. Dime sale dilakukan dengan menjual produk dengan harga yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pembeli. Selain dime sale, low stock juga merupakan metode penjualan yang menghasilkan scarcity effect. Low stock  dapat kita jumpai pada produk berlabel limited edition.

Berbeda dengan beberapa jenis produk yang sifatnya memang sudah langka seperti emas dan barang-barang antik, produk-produk lain yang memang tidak memiliki sifat langka maka kelangkaannya harus diciptakan. Ada dua dimensi yang dapat dieksplorasi, yaitu kelangkaan jumlah dan kelangkaan waktu. Produk dengan jumlah terbatas akan menghasilkan efek kelangkaan. Produk yang dijual dalam waktu terbatas juga akan menghasilkan efek kelangkaan. Kedua efek ini juga dapat digabungkan sehingga memunculkan sebuah produk dengan jumlah terbatas yang tersedia dalam waktu yang terbatas pula. Efek kelangkaan dalam dunia bisnis dapat kita lihat di berbagai iklan hotel atau tiket yang bertulisan "kamar atau tiket yang tersedia hanya tinggal satu buah" pada aplikasi booking online.

Herd Instinct

John Maynard Keynes menjelaskan bahwa manusia cenderung mengambil keputusan tidak rasional karena meniru tindakan orang lain dengan asumsi bahwa individu lain telah melakukan penelitiannya, alih-alih mengandalkan analisis mereka sendiri dalam mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh, ketika sosial media heboh karena produk tertentu terkadang kita langsung beranggapan bahwa produk tersebut memang berkualitas meskipun kita sendiri belum pernah mencobanya. Atau ketika misalnya kita memilih restoran, kita cenderung memilih restoran yang paling ramai karena kita menganggap bahwa restoran yang ramai makanannya lebih enak dan mungkin harganya lebih murah. Inilah yang dalam behavioral economics disebut sebagai herd instinct atau naluri kerumunan yang didefinisikan sebagai dorongan manusia untuk berperilaku mengikuti kelompok mayoritas agar tidak dianggap berbeda.

Herd instinct bahkan juga terjadi di sektor keuangan , di mana investor mengikuti apa yang dilakukan oleh investor lain, dibandingkan mengandalkan analisis investasi mereka sendiri. Dengan kata lain, seorang investor yang menunjukkan naluri kerumunan umumnya tertarik pada investasi yang sama atau serupa dengan investasi dari para investor lainnya. Naluri kelompok dalam skala besar dapat menciptakan penggelembungan aset (assets bubbles) atau kehancuran pasar saham melalui fenomena panic buying dan panic selling atau yang dikenal sebagai irrational exuberance (Robert J. Shiller, 2000).

Ultimatum Game

Salah satu eksperimen paling populer dalam behavioral economics adalah ultimatum game. Dalam eksperimen ini dua pemain memutuskan bagaimana membagi sejumlah uang tertentu, katakanlah Rp1.000.000. Pemain pertama diberikan semua uang yang ada dan kemudian diminta untuk membaginya dengan pemain kedua. Jika pemain kedua menerima kesepakatan, maka semua pemain dapat menyimpan uangnya. Akan tetapi, jika pemain kedua menolak penawaran pemain satu, tidak ada pemain yang dapat menyimpan uang tersebut. Ketika pemain pertama menawarkan untuk membagi uang tersebut 50:50 pemain kedua hampir selalu menerima tawaran tersebut. Akan tetapi, ketika pemain pertama menawarkan pembagian yang tidak adil seperti 80:20, ternyata tawaran yang kurang setara sering kali ditolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun